Meracau

1742 Words
Setelah mendapat undangan dari Fina, Andra jadi merasa tidak ada semangat dalam bekerja, dan karena tidak ada kegiatan saat jam makan siang, ia menenangkan diri di rooftop, tempat yang ia pikir cukup tenang untuk sendiri. Ketika tiba di rooftop, Andra menatap heran dua orang yang sedang tertidur dengan saling berhadapan. “Apa mereka pasangan messum?” gumam Andra Andra berlalu menjauh dari keduanya untuk mencari tempat yang menurutnya tepat untuk menyendiri. Dengan berdiri tegak dan kedua tangan memegang pipa besi yang ada tepat di depan perutnya, Andra menatap sebagian kota Jakarta dengan kekecewaan yang sejak tadi amat sangat sulit dihilangkan. “Kini sudah saatnya untukku melepasmu. Entah aku bisa atau tidak, tapi itu harus aku lakukan,” ucap Andra lirih dengan mata yang memanas menahan genangan air dipelupuk matanya. "Dalam masalah ini, engkau yang tidak peka, atau aku yang terlalu pengecut untuk memulainya?” lanjutnya lagi. Andra terus berdiri dan melamun meresapi rasa kecewa sampai bunyi alam dari sebuah handphone membuyarkan lamunannya hingga mengalihkan tatapannya pada kedua orang yang menurutnya pasangan m***m itu terbangun dari tertidurnya dan langsung melihat dari kejauhan si Pria sedang merapikan rambut si Wanita. “Cih ... apa tidak ada tempat lain untuk bermesraan selain di kantorku?" gerutu Andra. "Apa jangan-jangan, penurunan target minggu lalu karena tertimpa kesialan atas perbuatan mereka di sini? Lagi pula, apa mereka tidak tahu kalau aku sedang patah hati? Berani-beraninya mereka bermesraan di hadapanku. Heeh ...,” lanjutnya sebal sambil mendengus napas kasar. Saat melihat Adi dan Aina membereskan kardus sebagai alas mereka tidur mereka, Andra melihat Adi melarang Aina membereskan kardus dengan memegang tangannya hingga membuat ia geram sendiri. "Ish ... sekarang mereka malah bersikap sok romantis di depanku. Benar-benar mereka ini,” gerutu Andra lagi. Sampai Adi dan Aina pergi, Andra terus saja mengoceh sendiri. Sedangkan yang dilihat tidak menyadari ada yang memperhatikan mereka dari kejauhan dengan penuh emosi tidak jelas. Hingga tidak lama kemudian Andra memasuki kantor untuk memulai bekerja kembali. Saat Andra berada di depan pintu ruangannya, ia menghentikan langkah tepat di depan meja Fina untuk memberi perintah. "Fin, tolong beritahu bagian gudang untuk memindahkan semua kardus yang tidak terpakai di rooftop ke gudang sekarang!” "Baik, Pak!“ jawab Fina patuh dan langsung memberi tahu bagian gudang melalui interkom. Melihat Fina langsung melaksanakan perintahnya, Andra kembali melangkah menuju ke ruangannya sambil menyunggingkan satu sisi bibirnya. “Tak akan aku biarkan kantorku terkena sial karena perbuatan m***m mereka,” gumamnya sambil berlalu ***** Waktu pulang sudah tiba, Adi dan Aina beserta para OB lainnya bersiap-siap untuk pulang. Namun, sebelum pulang mereka harus menghadap ke ruangan kepala OB terlebih dahulu karena hari ini waktunya mereka menerima upah. Dan khusus bagian OB dan OG, perusahaan membayar gaji mereka secara cash tidak melalui rekening seperti bagian lainnya. Ketika Adi, Aina, Tari dan OB lainnya sudah mendapatkan upah, mereka langsung keluar dari kantor bersama. Lalu begitu tiba di halte bus, Aina dan Adi berpisah. Adi dan Tari langsung menuju tempat kostnya masing-masing, sedangkan Aina menuju Cafe tempat ia bekerja sambilan. Sudah 2 minggu Aina melakukan rutinitas ini. Berawal dari tawaran Siska, teman yang tadinya sama-sama bekerja di PG. Siska mengundurkan diri dan pindah bekerja di Cafe tempat mereka bekerja sekarang. Siska mendapat sif pertama dari jam delapan pagi sampai jam empat sore, sedangkan Aina dari jam empat sore sampai jam sebelas malam. Jika ditanya apa Aina tidak lelah? Tentu lelah, tapi demi bisa mencukupi kebutuhan Sang Ibu di kampung, ia rela asal ibunya yang sudah sebatang kara tidak kekurangan. Ayahnya sudah lama pergi entah ke mana dan ia adalah anak semata wayang. Jadi, menurutnya sudah tugas dan kewajiban untuk menjamin kebutuhan dan keperluan sang Ibu dengan hasil jeri payahnya. "Selamat datang di Happy Cafe, Kakak. Mau pesan apa?” tawar Aina, ramah, pada sepasang pembeli yang baru saja tiba dan langsung melambaikan tangan memanggilnya. Ia pun langsung menyodorkan buku menu pada dua pembeli itu. "Lemon tea satu, dan Strawberry cake satu. Kamu mau pesen apa, Yang?” ucap si Pembeli pria dan langsung bertanya kepada si Pembeli wanita yang diduga adalah kekasihnya. "Aku mau cappucino satu dan spageti bolognese satu," jawab si Pembeli wanita "Baik, terima kasih. Mohon ditunggu sebentar,“ balas Aina sambil membungkukkan badan, tanda permisi. "Mbak! tolong untuk cappucino bisa lebih manis, ya!” Tambah si Pembeli wanita. "Baik, Kakak," balas Aina lagi. Kemudian pergi meninggalkan kedua pembeli itu. "Strawberry cake satu, spageti bolognese satu, lemon tea satu, dan cappucino satu, untuk meja 16!” teriak Aina untuk chef yang ada di dapur Cafe lalu menuju meja kasir yang kebetulan kosong, untuk melayani pembeli yang mau membayar. “Terima kasih atas kunjungannya,” ucap Aina, ramah, sambil menyatukan kedua telapak tangannya di depan d**a. “Aina, aku pulang dulu, ya,” pamit Siska pada Aina. “Yo'i, Sis.” "Selamat lelah ya, Na, karena Cafe lagi ramai banget hari ini,“ goda Siska. “Siap! aku pasti bisa melayani semua pembeli mau seramai apa pun,” Balas Aina, sombong. “Mudah-mudahan enggak K.O, ya ,Na.” “Tenang aja, aku udah minum vitamin mahal, kok!” Siska terkekeh mendengar jawaban sombong Aina. ia pun pergi meninggalkan Aina di meja kasir untuk menuju kediamannya. Dan benar saja kata Siska, cafe sedang ramai-ramainya sampai waktu pulang tiba hingga Aina sangat kelelahan dan ingin cepat merebahkan tubuhnya di kasur. Saat sedang berada di parkiran cafe, Aina melihat seorang lelaki sedang berjalan sempoyongan menuju mobil, hingga si Pria terjatuh tepat di pintu mobilnya. Ia langsung mendatangi pria tersebut untuk menolong. Betapa terkejutnya Aina melihat siapa pria yang ia tolong itu. “Pak Andra!” ucapnya kaget. Aina segera berlari, meminta bantuan security club malam untuk memapah Andra dan memasukkan ke mobil. "Pak, ada orang pingsan!" ujar Aina panik sambil menunjuk ke arah mobil Andra. Tanpa bertanya, Si security langsung berlari bersama Aina dan langsung memasukkan Andra ke mobil dan membaringkannya di jok belakang. “Neng kenal sama orang ini?” tanya security. “Iya, Pak, ini bos saya.“ "Terus, bosnya mau dibawa ke mana, Neng? Kayanya dia mabuk berat.” “Tidak tahu, saya juga bingung, Pak. Saya tidak tahu rumahnya, saya juga tidak bisa mengendarai mobil, Pak.” “Aduh ... gimana, ya, Neng, saya juga tidak bisa kemana-mana karena masih tugas jaga.” Aina dan bapak security berpikir sambil memandang Andra yang sudah memejamkan mata. "Bentar, ya, Neng. Saya panggil teman saya dulu. Dia biasa nongkrong di seberang jalan situ," pinta Bapak Security. “Iya, Pak.” Kemudian Bapak security pergi menyeberang jalan meninggalkan Aina. Ia langsung menatap bosnya yang sudah benar-benar tak sadarkan diri. "Saya mimpi apa, ya, Pak, bisa bertemu sama Bapak di sini?” tanyanya pada Andra yang jelas-jelas tidak akan menjawab. Tidak lama kemudian Bapak security datang membawa seorang lelaki bertubuh kurus. “Neng, ini teman saya. Dia sopir angkot di daerah sini. Dia yang mengendarai mobil, Eneng yang tunjukin jalan,” usul Si Bapak security. "Tapi saya bingung, Pak, mau dibawa ke mana." “ke hotel aja, Neng, di ujung jalan sana ada hotel,” usul si Bapak sopir angkot. "Iya, Neng! bawa ke hotel aja.” ujar pak security menyetujui ide si sopir angkot. “Ya sudah, Pak, saya bawa ke hotel aja. Ayo!" Aina segera melangkah untuk memasuki mobil bersama si Bapak sopir angkot. Namun, saat Aina ingin masuk ke mobil, tangannya ditahan bapak security. "Neng, nanti teman Bapak kasih sedikit uang, ya. Tadi Bapak bilang ada job dadakan,” ucap si Bapak sambil berbisik. “Oh, iya Pak, nanti saya kasih uang sama si Bapak sopir. Terima kasih, ya, Pak, sudah mau membantu saya.” "Iya, Neng sama-sama.” Setelah itu Aina masuk ke mobil dan duduk di samping kemudi lalu pergi dari parkiran Cafe sekaligus parkiran klub malam. ••••• Setibanya di hotel, Aina dan si sopir angkot memapah Andra ke bagian resepsionis untuk check in. Setelah menyelesaikan administrasi dengan menggunakan KTP dan uang yang Aina ambil di saku celana Andra, pihak hotel menyuruh dua pegawainya memapah Andra sampai ke kamar hotel dan tidak lupa Aina memberikan sedikit uang untuk Bapak sopir angkot sesuai perintah Bapak security tadi sambil mengucapkan terima kasih. Setelah Andra dan Aina sudah ada di kamar hotel, kedua pegawai yang tadi memapah Andra langsung pergi meninggalkan mereka. "Aku harus apa di sini?" ucap Aina bingung. Hingga tiba-tiba sebuah ide muncul di otak Aina dan langsung merogoh tasnya untuk mengambil sebuah benda pipih yang cicilannya masih dua bulan lagi. "Ini kesempatan langka. Kapan lagi aku mendapat foto pria tampan dengan jarak sedekat ini." ucapnya kegirangan. ketika baru saja akan memfoto Andra yang sedang tidak sadarkan diri, tiba-tiba bosnya itu meracau menyebut nama sekretarisnya. “Fina ... Fin. Kenapa kamu tega?" Aina menyatukan alisnya, keheranan. “Fina?! Bukan itu nama sekretarisnya?” gumam Aina keheranan mendengar racauan Andra. Aina yang tadinya hanya berniat memfoto, jadi berubah haluan dan ingin memvideokan racauan Andra. “Fin ... apa kamu tahu rasanya hatiku memendam perasaan selama dua tahun? Kenapa sekarang kamu malah menikah dengan orang lain?” “Oh ... jadi Pak Bos menyukai Bu Fina," ujar Aina disela-sela aksinya merekam racauan Andra. "Seharusnya, kamu bisa lebih peka dengan perasaanku. Seharusnya kamu menikah denganku bukan dengan orang lain. Bagaimana hidupku tanpamu nantinya Fin? Apa kau tahu seberapa besar sayangku? Tidak akan ada yang menyayangimu melebihi kasih sayangku, Fin. Tolong jangan tinggalkan aku, Menikahlah denganku," oceh Andra dengan mata terpejam. "Sepertinya dia sangat kecewa," ucap Aina. Tiba-tiba Andra bangkit dari tidurnya hingga membuatAina kaget dan .... Huek ... Huek .... Aina langsung memundurkan kakinya beberapa langkah dan menghentikan aksi merekamnya. “Huh ... hampir saja," gumamnya sambil mengelus d**a lalu memperhatikan sepatunya yang hampir terkena muntahan Andra. Setelah puas mengeluarkan isi perutnya Andra tertidur kembali, seolah tidak terjadi apa pun barusan. Aina yang melihat Andra tertidur dan tidak meracau lagi langsung merapikan posisi tidurnya, lalu membuka sepatu dan meletakan semua barang-barang Andra di atas nakas, samping tempat tidur kemudian menyelimuti tubuh Andra. "Kasihan, pria setampan ini bisa merasakan rasanya ditinggalkan. Aku pikir tidak akan ada yang menolak pria kaya dan tampan seperti Pak Andra," ucapnya iba melihat Andra yang tampaknya benar-benar frustrasi hingga mabuk seperti ini. Setelah dirasa Andra sudah tenang dan tidak ada yang Aina lakukan lagi, ia segera pergi meninggalkan kamar hotel untuk ke meja resepsionis. “Mbak, tolong suruh housekeeping bersihkan kamar 203 sekarang,” pinta Aina pada penjaga resepsionis. “Baik, Bu," balas penjaga resepsionis, ramah. “Terima kasih, Mbak." “Iya, sama-sama.” Setelah itu, Aina pergi meninggalkan hotel untuk pulang dan beristirahat sekaligus melepas lelahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD