Ajakan Kencan

1777 Words
Keesokan harinya, Andra bangun dengan kepala yang masih terasa pusing serta rasa bingung dengan kamar yang berbeda dari biasanya. “Di mana ini?” tanyanya yang masih setengah sadar. Sambil mengucek kedua mata, Andra bangkit dari tidurnya dan duduk di tepi ranjang. Kedua tangannya memijat-mijat kepala guna mengurangi rasa pusing. “Siapa yang membawaku kesini? Akh ....” ringis Andra saat merasakan sakit di kepala saat dipaksa untuk berpikir. Andra bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari bau alkohol yang sangat menyengat di bajunya. Selesai mandi, ia kembali duduk di tepi tempat tidur di dekat nakas untuk berpikir. "Semua barangku masih utuh, ponsel dan kunci mobil pun masih ada,” ucapnya. Namun, sekuat apa pun otak Andra berpikir, ia tetap tak menemukan bayangan orang yang membawanya ke hotel. Yang ia ingat, setelah makan malam dengan investor dari Cina, ia dan Fina berpisah di lobi hotel lalu menuju club malam untuk melampiaskan kekecewaannya atas pernikahan Fina. Karena tak kunjung menemukan siapa orang yang menolong, Andra meraih semua barang miliknya di atas nakas dan bergegas pergi meninggalkan hotel. Saat di tengah perjalanan, Andra menelepon Fina untuk memberitahukan keterlambatannya karena dari hotel ia tidak langsung menuju ke kantor melainkan ke apartemen terlebih dahulu untuk mengganti baju. •••• Begitu tiba di kantor, waktu sudah menujukan hampir jam makan siang. Fina yang melihat Andra memasuki ruangan langsung mengekori untuk memberitahukan jadwal rapat yang tertunda karena keterlambatannya. Ada yang berbeda dari laporan Fina kali ini dari hari lainnya saat ia memberitahukan Andra, bahwa ada seorang OG ingin menemuinya. Andra tentu heran dengan siapa dan apa tujuan si OG menemuinya, karena selama ini ia tidak pernah berurusan langsung dengan para pegawai. Kalau pun ada keperluan, ia akan menyampaikannya melalui Fina, dan Fina yang akan menyampaikannya melalui kepala bagian masing-masing. “Ada perlu apa dia ingin menemuiku?” tanya Andra. “Saya kurang tahu, Pak. tadi dia bilang agak pribadi.” “Pribadi?” pikir Andra. “Ya sudah, panggil dia kesini!“ perintahnya. "Baik, Pak." Fina langsung keluar dari ruangan Andra dan menelepon kepala bagian OB untuk segera menyuruh Aina ke ruangan Andra. Sebenarnya, Fina juga penasaran dengan keperluan Aina. Apa lagi urusannya adalah urusan pribadi. Tapi ia tidak bisa mencampuri semua hal pribadi orang lain dan hanya bisa menerka-nerka. Tidak cuma Fina yang penasaran, Pak Darwin selaku kepala OB juga heran. Ia khawatir ada kesalahan, sampai bos besar memanggil anak buahnya langsung. Karena selama ini, jika semua hal mengenai anak buahnya akan disampaikan melalui dirinya. Tidak mau membuang waktu untuk berpikir, Darwin langsung mendatangi Aina yang sedang membersihkan dinding dan pintu lift dan menyuruhnya segera ke ruangan Andra. “Aina, apa kamu membuat kesalahan saat membersihkan ruangan Pak Andra?“ tanya Darwin. “Tidak, Pak. Tadi pagi saya membersihkan ruangan Pak Andra seperti biasa,” jawab Aina. “Lalu, kenapa Pak Andra sampai memanggilmu ke ruangannya? Apa dia ingin memecatmu?” ucap Darwin khawatir pada nasib anak buahnya. “Semoga saja tidak. Mari, Pak, saya permisi dulu," pamit Aina. “Ya sudah. Nanti setelah itu kamu beritahu saya, ya!" “Baik, Pak!” Aina segera meninggalkan Darwin untuk menuju ke ruangan Andra. Sebelum Aina memasuki ruangan Andra, ia berhenti sejenak di depan meja Fina untuk bertanya. “Permisi, Bu! Saya langsung masuk atau menunggu dulu di sini?” “Aina?” tanya Fina yang tidak mengenali karena baru bertemu satu kali. “Iya, Bu, saya Aina.” “Ya sudah, langsung masuk saja, Pak Andra sudah menunggu.” “Baik, Bu. Terima kasih” Tok ... tok ... “Masuk!” ucap Andra mendengar ketukan pintu. “Permisi, Pak,” sapa Aina ragu sambil membungkukkan badan. “Bukankah gadis ini yang kemarin berbuat m***m di rooftop bersama kekasihnya? Untuk apa dia ingin menemuiku dengan urusan pribadi? Apa dia ingin mengajakku berbuat m***m juga?” batin Andra saat memperhatikan Aina. “Maaf, Pak, bagaimana keadaan Bapak?“ tanya Aina ketika sudah berdiri di depan meja Andra. “Keadaanku? Memang ada apa denganku?” Bukannya menjawab Andra malah balik bertanya. “Bukankah, semalam Bapak mabuk berat?” Andra langsung menautkan kedua alisnya saat keheranan dengan pertanyaan Aina "Semalam saya yang mengantarkan Bapak ke hotel,” ucap Aina yang menyadari keheranan Andra. “Jadi kamu yang menolongku semalam?” “Tidak hanya saya, Pak, tapi bersama Bapak security dan Bapak sopir angkot juga.” “Oh ... terima kasih sudah menolongku, dan sampaikan juga terima kasihku pada rekan-rekanmu yang juga menolongku.” “Maaf, Pak, mereka bukan rekan-rekan saya. Saya juga baru bertemu mereka tadi malam.” “Ya sudah, lain kali saja. Lalu ada keperluan apa kamu ingin menemuiku?” “Eee ... begini, Pak, saya punya tawaran untuk Bapak.” ucap Aina ragu-ragu sambil merogoh sakunya dan mengambil benda pipih yang cicilannya tinggal satu bulan lagi, karena dia baru saja membayar satu cicilannya tadi pagi setelah kemarin mendapat gaji. “Tawaran?” tanya Andra. “Coba, Bapak lihat video ini dulu,” ucap Aina sambil melangkah menuju meja kerja Andra untuk menyerahkan ponselnya. Andra segera mengambil ponsel yang diberikan Aina untuk melihat rekaman video yang dia maksud. Perasaan antara kesal dan malu campur aduk di d**a Andra, setelah melihat video racauannya semalam. Ia kesal karena berani-beraninya Aina merekam saat ia sedang mabuk, dan malu karena ada orang lain yang tahu perasaannya pada Fina selain Adit, sahabatnya. “Lalu apa tawaranmu? Apa kau mau sejumlah uang?” tanya Andra setelah selesai melihat videonya. “Tidak, Pak. Saya tidak akan meminta uang Bapak sepeser pun,” sanggah Aina atas tuduhan Andra. “lalu?” “Saya Cuma ingin berkencan dengan Bapak.” “APA?!" pekik Andra sambil bangkit dari duduknya. "Kau ini benar-benar wanita m***m. Setelah kemarin berbuat hal tidak senonoh bersama kekasihmu, sekarang kau mengajakku berkencan?” lanjutnya dengan nada tinggi. "APA?! Saya messum? Atas dasar apa Bapak bilang seperti itu?” Aina ikut berteriak sambil membelalakkan mata karena tidak terima dikatakan m***m. “Iya! Bukankah kemarin kau berbuat m***m dengan kekasihmu di rooftop setelah bangun tidur?” “Maksud Bapak?” “Jangan berlaga bodoh. Setelah bangun tidur kemarin, kau diam saja saat kekasihmu membelai rambutmu.” Aina langsung teringat dengan kejadian bangun tidur kemarin saat Adi mengambil sesuatu yang ada di rambutnya. “Pak, itu bukan m***m namanya. Teman saya hanya mengambil sesuatu yang ada di rambut saya. Lagipula tidak ada hubungan apa-apa diantara kami, Pak!” “Terserah, itu urusanmu!" Tiba-tiba Fina masuk setelah mendengar dua orang di dalam ruangan bicara sambil berteriak karena kawatir dengan keadaan di dalam. Aina dan Andra langsung menoleh ke pintu secara bersamaan untuk melihat Fina. “Maaf, Pak. Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Fina, refleks saat tatap Andra dan Aina tertuju padanya."Bodoh! Kenapa malah menawarkan bantuan,” ucapnya merutuki diri sendiri. “Tidak,“ ucap Andra lembut. “Baik, Pak, kalau begitu saya permisi," pamit Fina. Saat Fina ingin menutup pintu kembali, Aina langsung memanggilnya. “Maaf, Bu Fina, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan,” ujarnya sambil berjalan menuju ke arah Fina, Namun, saat Aina hampir mendekati Fina, Andra berteriak lagi. “JANGAN!” Mendengar teriakkan Andra, Aina langsung menghentikan langkahnya dan kembali menghadap meja Andra. “Fina, kamu bisa keluar dari ruanganku sekarang,” perintah Andra masih dengan nada lembut. "Baik, Pak," balas Fina dan langsung menutup pintu ruangan. “Jadi, apa tidak ada tawaran lain selain berkencan?” tanya Andra mencoba bernegosiasi dengan tawaran Aina. “Maaf, Pak, tidak ada, dan Bapak tidak perlu khawatir, saya tidak akan memakai uang Bapak untuk kencan kita.” mendengar kata tidak akan memakai uang, langsung terbersit ide jahat di otak Andra untuk menghabiskan uang Aina. "Baiklah, kapan kau mau berkencan?” tanya Andra. “Mulai besok malam, Pak, selama lima belas hari.” “APA! lima belas hari! Kau ini gila atau bagaimana? Kau tidak akan sanggup menyewa hotel atau restoran mahal untukku," protes Andra dan menyesal telah menerima tawaran Aina tadi. “Hotel?! untuk apa aku menyewa hotel? Sebenarnya yang m***m di sini dia atau aku?“ protes Aina membatin. "Mohon maaf, Pak, di sini saya yang pegang kendali. Jadi, kita berkencan seperti kencan rakyat biasa.” “Maksudmu, kita akan menginap di losmen murahan selama lima belas hari?!” “Menginap di losmen?! Astaga ... horor juga nih orang isi otaknya,” batin Aina lagi. "Pak, kita hanya berkencan, bukan mau menikah siri. Jadi, tidak akan ada losmen atau hotel. Apa lagi sampai menginap. Maksud saya dengan berkencan itu, kita hanya jalan-jalan dan makan malam bersama dengan Semua tempat dan tujuan saya yang menentukan. Bapak cukup mengikuti saja." “Kalau aku tidak mau bagaimana?” "Saya tidak akan memaksa, Pak. Akan tetapi, dapat saya pastikan video ini akan muncul pada rapat Bapak berikutnya atau akan saya kirimkan dari ponsel ke ponsel para pegawai yang ada di kantor ini termasuk juga Bu Fina," jawab Aina penuh kesombongan. “Kau memerasku?” "Tidak, Pak! Sudah saya katakan, saya tidak akan menggunakan uang Bapak sepeser pun," elak Aina karena berpikir memeras yang Andra maksud adalah menggunakan uangnya. "Kau menyuruhku menuruti kemauanmu dengan sebuah ancaman, itu pemerasan namanya!" ucap Andra sedikit emosi. Mungkin jika Aina tidak mengancam dengan video itu Andra pastikan besok dia akan menjadi mayat tanpa identitas. “Terserah Bapak saja. Bagaimana, Pak, apa Bapak setuju dengan tawaran saya?“ “Apa keuntungan yang kau dapat dari kencan ini? Apa kau akan mencuri kesempatan, seperti tiba-tiba menaruh obat perangsang ke minumanku? Atau diam-diam kau membuat dokumen dan meminta tanda tanganku, lalu semua kekayaanku menjadi milikmu?" Aina mendengus kasar sambil membuang muka ke arah lain mendengar pertanyaan bodoh bosnya. “Maaf, Pak. Bapak itu CEO sebuah perusahaan besar. Pewaris satu-satunya keluarga Prayoga, bukan pemain sinetron.” “Justru karena aku seorang CEO perusahaan besar, aku harus hati-hati. Lagipula, kau tahu dari mana kalau aku pewaris tunggal? Apa kau menguntitku?” "Hampir semua pegawai di sini sudah tahu semua tentang Bapak, termasuk saya." Andra tidak menjawab lagi. Namun, terus melayangkan tatapan selidik pada Aina. "Mohon maaf, Pak, saya tidak ingin memaksa Bapak, tapi Bapak juga tidak punya pilihan untuk menolak. Kencan akan kita lakukan mulai besok setiap pukul tujuh malam. Saya akan menunggu Bapak di halte dekat kantor ini, dan karena ini kencan rakyat biasa, tidak ada mobil mewah atau kendaraan mahal lainnya,” ucap Aina menjelaskan cara kencannya. “Lalu, kita menggunakan apa? Apa kita akan jalan kaki?“ “Tidak, Pak! kita akan menaiki kendaraan umum.” “Aku tidak bisa!” “Maaf, Pak. saya tegaskan sekali lagi, Bapak tidak punya pilihan dan Bapak juga tidak bisa menolak. Jangan lupa, di sini saya yang memegang kendali. Saya permisi dulu, Pak." Aina keluar dari ruangan Andra dengan hati bangga, karena berhasil membuat bosnya mau berkencan dengannya meskipun dengan keterpaksaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD