"Bagaimana tuhan memberikan banyak hati kepada semesta yang mengirim banyak renjana pada langit jingga yang gemerlap kelabu. Jadi Kapan melamar sering kali berucap akan tapi tak terbukti? "
***
Bu Gendut--yang melihat Nana berlari menggelengkan kepalanya memang kariyawan satu ini punya banyak hal ajaib yang tidak terduga dan pakarnya membuat emosi naik turun.
"Nana! Kamu itu kan udah Ibu bilang kalo mau kerja jangan bergadang nonton drakor mulu! " omel Bu Gendut sambil mengambil kertas laporan di tangan Nana.
"Hehe maafkan Ibu cantik kesayangan Nana, abis Cha Eun Woo, ganteng banget bikin terpana, " balas Nana semangat membicarakan salah satu artis pria tampan.
"Ya udah, jangan diulangin lagi, sekarang siap-siap kerja, semua laporan kamu mau direkap."
"Baik Bu, ibu itu di depan kok ada laki-laki berbaju loreng, ganteng banget, apa ibu mau jodohin Nana ya, " balas Nana penasaran karena tidak biasanya kantor bahasa ramai dengan sekumpulan cogan.
"Nana! " omel Bu Gendut ingin memarahi tapi yang diberi ultimatum omelan segera kabur.
Bu Gendut sebenarnya memang namanya Jiang Gendutira dan memang nama panggilannya Bu Gendut tapi dasar Nana jahil seringkali menyebutnya dengan beruang gendut karena badannya yang oversize.
"Ibu, Nana kerja dulu jangan marah-marah terus atuh, nanti cantiknya hilang, " balas Nana sebelum berlari kabur lagi.
Bu gendut hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Nana. Untung perempuan itu memiliki banyak keahlian, heran kenapa dia bisa lolos seleksi menjadi ASN padahal bobroknya masya allah pikir Bu Gendut.
***
"Na, lo kenapa telat lagi? " tanya Aji yang sedang menunggu makananya sampai.
"Cari jodoh Ji, " balas Nana santai.
"Nana, kalo cari jodoh itu berdoa sama Allah semoga dipertemukan dengan yang baik, " sahut Ani ikut semangat.
"Iya Ani, ini gue juga berusaha supaya dikasih jodoh yang terbaik siapa tahu pengeran baju loreng tadi mau sama gue, " ungkap Lana memikirka lelakai tadi yang berhasil mengganggu alam pikirannya.
Tidak lama ada Reygan yang datang dan mengambil tempat duduk di sebelah Nana, "Na, jadi kapan lo mau gue nikahin? " tanya Reygan yang kalo berbicara memang tegas dan banyak orang yang takut dengannya.
"Reygan, Nana engga mau nikah sama orang yang kasar," ucap Nana jujur tanpa ada masalah apapun.
"Gue bakal berubah Na, gue sayang Nana."
Selalu saja kalimat itu yang diucapkan Reygan, sejak dulu dia memang menyukai Nana karena perempuan itu selalu saja membuat dia tertawa sayangnya Nana hanya mengaggap Reygan sebagai sosok seorang kakak.
"Udahlah Gan, kalo dia engga mau jangan dipaksa mending cari yang lain, pasti banyak yang mau sama lo, " balas Aji yang kesal karena makan siangnya terganggu akibat ulah Reygan.
"Orang lain bukan Nana, gue sukanya sama Nana. "
Nana tampak mengambil HP dan mengangkat sebuah panggilan dari mamanya.
"Gue mau angkat telepon dulu. "
Lama Nana terlihat sibuk berbicara dengan orang diseberang sana, sepertinya permasalahan kali ini cukup serius.
"Gue, maunya cuma Nana, jadi biarin gue berjuang buat Nana ya Ji," ucap Reygan dan memilih pamit setelah mengucapkan kata-kata itu.
Setelah menerima panggilan telepon yang membuat Nana sangat lesu, terlihat banyak sekali beban pikiran terlintas di kepalanya, dia tidak tahu harus seperti apa, tidak biasanya perempuan heboh itu menjadi diam seperti ini.
"Lo kenapa Na, udah kaya punya beban anak di rumah," goda Aji berharap bisa membuat sahabatnya itu tertawa.
"Mama bilang gue harus cepat pulang hari ini, ada hal penting yang mau diomongin," balas Nana sedih.
"Lah enak dong hari ini pulang cepet, biar bisa menghabiskan waktu sama keluarga."
"Tapi kali ini beda Ji."
"Beda kenapa Na? " timpal Ani ikut penasaran.
"Mama bilang gue mau dijodohin, sumpah dari sekian banyak kejutan mending mama beliin gue kapal pesiar atau ngasih uang 100 juta," balas Nana sambil menangis.
"Seharusnya lo seneng dong Na, bisa dapet jodoh, gimana orang yang susah jodoh? " tanya Aji lagi sambil tertawa.
"Tapi engga gini juga Ji, kan gue maunya sama seseorang yang dicintai bukan malah sama om-om gini, " ucap Nana kesal sendiri.
"Lagian lo belum ketemu orangnya coba aja dulu, kalo misalnya orangnya ganteng gue mah mau gantiin, " timpal Ani ikut semangat.
Jujur saja Nana memang perempuan pecicilan dan suka ceplas-ceplos tapi untuk urusan jodoh dia memang agak sensitif karena pernah sangat tulus dengan seseorang tapi malah ditinggalkan, bukan karena belum bisa mengikhlaskan tapi patah hati adalah salah satu hal yang akan selalu Nana hindari.
"Gue mau selesain pekerjaan dulu ya, biar bisa izin pulang lebih awal sama Bu Gendut, " balas Nana tersenyum.
Katanya pernikahan itu adalah kesiapan kedua belah pihak, lantas kenapa sekarang perjodohan masih menjadi tradisi?
Bukan hanya karena kesiapan saja tapi banyak faktor lain yang menjadi pendukung sebuah hubungan, jika kita berharap Allah jadikan yang beruntung namun masih lalai pada-Nya.
Waktu itu dia berharap selamanya tapi kata Allah dia bukan yang terbaik maka kami dijauhkan, mungkin seseorang yang tepat datang di waktu yang tepat pula sementara yang salah datang sebagai bumbu.
Takdir itu adalah rahasia dan maut adalah suatu pandangan rahasia pula, dan terakhir jodoh hanya Allah yang tahu. Jadi menjadi baik lah sekarang selama kamu menjadi baik Tuhan jadikan duniamu baik pula.
***
Untuk Kamu
"Kalo jatuh cinta itu, coba berpikir juga bagaimana dia memperlakukan kamu, jika hanya membuat sakit coba telaah dulu, bagian mana yang harus diperjuangkan?"
***
Nana masuk ke ruangan yang tadi pagi dia kunjungi untuk memberikan laporan lainnya dan meminta izin kepada Bu Gendut.
"Assalamualaikum," sapa Nana sopan, karena kalo dia sudah tidak pecicilan biasanya ada maksud dan kehendak yang serius untuk dibicarakan.
"Waalaikumsalam, ada apa Na? "
"Ibu, hari ini Nana izin pulang cepat ya, tadi semua pekerjaan udaj diselesaikan kebetulan jam kerja hari ini sebentar lagi habis Bu, Nana izin engga bisa libur," jelas Nana takut.
"Ya udah gapapa Na, kenapa ada acara?"
"Iya Bu, mama minta pulang cepat hari ini," balas Nana kelihatan sekali ada tekanan.
"Saya harap masalah kamu cepat selesai, ini laporan pertanggungjawaban kamu udah bener semua," puji Bu Gendut tersenyum melihat Nana.
"Ibu tahu sendiri kan betapa hebatnya Nana, makanya harus selalu sayang Nana, berhubung hari ini harus lebih banyak diam. Jadi Nana pamit dulu ya Bu." Setelah mengucapkan beberapa kata akhinya Nana memberi salam dan mencium tangan bosnya itu.
Hari ini, langit juga terlihat mendung, sepertinya mendukung untuk mendramatisir keadaan, kalo di FTV seharusnya ada sound lagu-lagu galau indonesia yang membuat siapa saja hapal jika sudah mendengar.
Mengambil mobil di parkiran sambil sedikit merenungi nasib yang tidak seindah drama korea tontonannya. Tahu seperti itu, kenapa kisah cinta tidak pernah semanis itu.
"Reygan antar mau Na? "
Tiba-tiba saja suara seseorang yang sangat familiar dekat sekali ditelinga Nana, jujur saat ini dia sedang malas diganggu. Apalagi berpapasan dengan orang, rasanya siapa saja yang mengganggu ingin dia makan tapi sayangnya dia bukan pemakan manusia.
"Engga usah Gan, Nana mau pulang sendiri, makasih. Maaf lagi engga pengen diganggu." Nana selalu saja berbicara jujur dan tidak ingin menyakiti orang lain dengan sikap lebih baik dia jujur dengan kata meski sakit tapi orang lain akan paham.
"Yaudah gapapa, Nana hati-hati. Reygan sayang Nana," balas Reygan memperhatian kepergian perempuan itu yang memundurkan mobil hitam miliknya.
Nana mengaggukan kepala tanda mengerti dan menghidupkan mobilnya lalu mengklakson ke arah Reygan.
Di perjalanan pulang fokus Nana pun pudar, segala pikiran buruknya bercabang, jangan sampai laki-laki itu ternyata sudah tua, jangan sampai laki-laki itu aneh-aneh, apalagi tidak taat agama, cuek dan lebih parahnya suka KDRT, tukang selingkuh, pelit, apalagi kalo otaknya agak-agak negatif. Segala ketakutan Nana membuat dia tidak sadar telah melewati lampu merah dan menyebabkan orang berteriak dan memakinya.
"Mbak, kalo mau mati jangan ajak-ajak!" seru seorang supir angkutan umum.
"Mbak, kalo banyak masalah mendingan jangan mengendarai mobil dulu, kasian orang-orang yang masih mau hidup," omel ibu-ibu yang juga melewatinya.
"Anjing lo!" teriak seorang anak berseragam putih abu-abu.
Memang dasar mulut-mulut sekarang tidak ada etikanya tapi kali ini Nana memang tahu dia bersalah, seharusnya bagus tadi dia minta bantu Reygan untuk mengantarnya.
Nana segera melaju karena takut, sebentar lagi dia sampai tempat tujuan ada rasa lega dia bisa selamat sampai rumah, saat tiba di rumah memang keadaanya sudah ramai. Perasaan Nana jadi tidak enak, dia memang sering kali bercanda untuk dijodohkan saja tapi ini terlalu cepat jika ingin menjodohkan.
"Assalamualaikum warahmatulahi wabrakatuh," ucap Nana masuk dan membuka sepatunya.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," balas semuanya kompak.
Tampak di sana ada mama--papa, Tante Lily dan Om Beni yang Nana tahu teman mamanya ketika masa SMA, tapi kenapa mereka ada di sini bukannya tadi mama bilang akan menjodohkannya dengan seseorang, mungkin ini hanya akal-akalan sang mama untuk membuat dia panik, sumpah ini enggak ada lucu-lucunya, prank paling engga lucu pikir Nana tertawa.
"Wah ada Tante Lily dan Om Beni," sapa Nana ramah sambil memberikan salam kepada keduanya.
"Nana udah besar banget ya, tambah cantik, " puji Tante Lily tulus.
"Iya Bun, semakin cocok buat jadi calon mantu, " goda Om Beni.
"Hehhe jangan deh Om, Tan, Nana masih menjadi beban kelaurga," balas Nana mencoba mencairkan suasana.
Mamanya Alin adalah seorang yang berhati lembut, cantik, tinggi, putih tetapi kalo dalam hal sindir--menyindir dia adalah juaranya, lain halnya dengan Papa Hanif adalah sosok penuh wibawa tetapi sangat humoris jika di depan Nana, banyak sekali lelucon yang akan dia lemparkan, sama halnya Nana sosok Hanif adalah orang yang punya good vibes.
Jika bisa dilihat dari Tante Lily dan Om Beni adalah orang baik wajar saja mereka bersahabat dengan baik.
"Gapapa anaknya Om suka sama beban keluarga," balas Om Beni tertawa.
Ternyata selera humor Om Beni satu jalur dengan Nana, wajar saja jika Nana nyaman jika banyak bercerita.
"Na, duduk dulu. Ada hal penting yang mau papa bicarakan," timpal Hanif karena melihat raut wajah Nana sudah berubah menjadi santai.
"Mau bicarain apa Pa? "
"Sebenarnya niat dan maksud kedatangan Om Beni dan Tente Lily ke sini untuk menjodohkan kamu dengan puteranya," jelas Hanif panjang lebar, awalnya Nana hanya diam namun setelah sadar dia menggelengkan kepalanya kaget.
"Ta--, " jawab Nana terbata.
"Nana engga perlu khawatir, anaknya Om orang yang baik dan insya allah bisa menjadikan Nana perempuan yang bahagia," sahut Beni yang sejak tadi memperhatikan raut wajah Nana untuk meyakinkannya.
"Om, Tante, sebelumnya Nana minta maaf, tapi Nana belum mengenal anak om dan tante apalagi mungkin dia juga akan menolak perjodohan ini," balas Nana santai karena dia tahu tidak mungkin ada laki-laki yanh sanggup menghadapi tingkahnya.
"Dia setuju Na, " ucap Lily menguatkan opini, sampai Nana menggarut kepalanya yang tidak gatal.
"Tan, kalo dia emang mau serius sama Nana seharusnya dia juga datang ke sini," ucap Nana pada akhirnya.
"Sebentar lagi dia akan datang," balas Tante Lily tersenyum.
Benar saja tidak lama ada sebuah mobil hitam terparkir di halaman depan rumah keluarga Hanif dan seorang pria beseragam TNI turun, kenapa kisah Nana sudah seperti sinetron pikirnya dalam hati.
"Assalamualaikum," ucap pria itu masuk.
Dan hal yang pertama kali Nana lihat ternyata pria yang dijodohkan kepada dirinya adalah pangeran yang tadi pagi di lihatnya di kantor, memang jodoh tidak pernah tertukar, pikirnya dalam hati.
"Ka, -
"Mas ganteng, -"
Ucapan keduanya serempak.