Bab 2

957 Words
Zaka masih diam membisu tapi matanya melihat ke arahku dan Arum secara bergantian, cukup lama dia membandingkan wajahku dengan Arum dan gerakan matanya berhenti saat melihat aku memakai kalung Arum. "Tolong aku, Zaka." Pintaku lagi dengan wajah panik, cemas, takut dan juga sedih bercampur menjadi satu. Kematian Arum membuatku kalut dan berniat melakukan hal bodoh dengan mengganti identitas kami berdua. Zaka masih diam di tempatnya berdiri. "Ini kejahatan, Arimbi." Setelah cukup lama diam barulah Zaka mengeluarkan sepatah kata dan dia sepertinya tahu kalau yang berbaring di lantai itu Arum bukan Arimbi. Ah tragedi dalam satu hari ini membuatku kepalaku sangat sakit. Aku dan Arum terlahir sebagai kembar identik, kami sangat mirip satu sama lainnya. Bagi orang awam pasti akan sangat susah membedakan mana yang Arum dan mana yang Arimbi. Bisa dibilang wajahku dan Arum hanya bisa dibedakan dari kalung yang diberikan ibu kami. Tapi kenapa Zaka bisa tahu kalau aku adalah Arimbi sedangkan aku sedang memakai kalung Arum. Mungkinkah karena Zaka pengawal yang selalu menemani Arum setiap hari hingga dia sudah tahu bagaimana membedakan aku dan Arum. "Bukan aku yang membunuh, Arum." Ujarku membela diri. Zaka mendekati mayat Arum dan meletakkan jarinya di bawah hidung Arum, setelah itu dia menatapku tanpa berkedip. "Apa yang harus aku lakukan?" Tanyaku dengan wajah memelas. "Apa rencanamu?" Tanya Zaka. Aku menggeleng pelan, rencana tadi sangat beresiko tapi aku juga tidak punya rencana cadangan. Kepalaku semakin berdenyut kencang. "Aku nggak tahu, Zaka." Aku menggeleng sambil meremas dadaku yang sesak. Arum harus mati saat menggantikanku, seharusnya aku yang mati bukannya Arum! "Sebelum saya memergoki ini semua apa rencanamu?" Tanyanya lagi. "Aku ... Aku berencana ... berencana tinggal di rumah keluarga Baswedan untuk bersembunyi dari Benny, rumah itu satu-satunya rumah tempat aku bisa bersembunyi dari kekejaman Benny," balasku. Zaka mengerutkan keningnya. "Dengan identitas Arimbi?" Tanyanya. Aku menggeleng. "Mana mungkin aku bisa tinggal di sana dengan identitas Arimbi, kamu pasti pernah mendengar kisah hidupku dari mulut Arum, Mas Galih tidak akan pernah mengizinkan aku tinggal di rumahnya," balasku. Zaka menghela napas beberapa kali. "Baiklah, saya akan menolongmu. Lebih baik sekarang kamu pulang ke rumah keluarga Baswedan, saya akan menyembunyikan mayat Nyonya Arum. Ingat ... Ini rahasia kita berdua, kalau sampai Tuan Galih tahu tentang ini semua, tidak saja kamu tapu juga saya yang akan mendapat ganjaran," ujar Zaka. Aku mengangguk dengan cepat. "Aku janji tidak akan pernah membongkar kejadian hari ini," balasku. Aku berniat pergi tapi tanganku dihadang Zaka. "Arum sangat elegan dan tidak terburu-buru seperti ini, belajarlah mengenal kehidupan sehari Arum agar bisa hidup tenang di rumah keluarga Baswedan. Sampai kepulangan Tuan Galih dari luar negeri, sebaiknya kamu belajar menjadi diri Arum." Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk mendengar pesan Zaka. **** Untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki lagi di rumah keluarga Baswedan setelah dua tahun yang lalu. Rumah yang sangat megah dan bersih, bagian depannya saja dihiasi dua pilar tinggi dengan warna cat putih. Sebelum memberanikan diri menekan tombol bel, aku berusaha menenangkan diri agar tidak gugup. Sekali saja aku melangkah masuk ke dalam rumah ini berarti selamanya aku harus memakai identitas Arum dan melupakan Arimbi. Walau aku sadar tidak akan ada kebohongan yang akan kekal dan abadi tapi untuk sementara hanya di rumah ini aku bisa hidup dengan tenang dan aman sampai Benny ditangkap polisi. Akhirnya aku memberanikan diri menekan bel. Tidak lama pintu besar dan kokoh terbuka. Ada beberapa pelayan dan seorang baby sitter sedang berbaris menungguku. Ya Tuhan, aku tidak tahu satu pun nama mereka. "Saya ... sakit kepala, saya ingin istirahat dan jangan ganggu," ujarku. "Baik Nyonya Arum," balas salah satu pelayan yang usianya lebih dari 50 tahun. Aku berjalan hendak ke kamar Arun tapi aku sama sekali tidak tahu yang mana kamar Arum. Rumah ini terlalu besar dan aku bingung mau ke arah mana. Astaga! Kalau aku salah kamar bisa-bisa pelayan dan baby sitter yang berdiri di belakangku tahu kalau aku bukan Arum. Tuhan, tolong aku! Aku masih berjalan dengan langkah pelan, aku mengedarkan dua bola mata untuk mencari kamar Arum, sialnya semua pintu kamar terlihat sama persis. Hingga suara tangisan bayi membuat langkahku berhenti total. Ya, itu dia. Kamar bayi berarti kamar Arum juga. Suara tangis tadi semakin kencang dan aku memutar badanku untuk melihat ke arah baby sitter agar dia segera menenangkan bayi-bayi Arum. Bukannya bergegas menenangkan si kembar, baby sitter itu malah acuh dan sibuk dengan kuku tangannya. "Si kembar nangis, kamu akan diam di situ saja?" Tanyaku dengan nada tajam. Aku pernah melihat gaya Arum berbincang dengan pelayannya. "Oh biasa itu nyonya, nyonya kan sudah pernah bilang kalau jangan terlalu memanjakan si kembar, nanti kebiasaan," balasnya dengan sikap kurang ajar, bahkan dia bicara tanpa melihat ke arahku. "Saya mau kamu lihat mereka dan hentikan tangis mereka!" Ujarku setengah berteriak. "Tidak bisa nyonya." Astaga! Kenapa bisa Arum mempekerjakan baby sitter seperti dia untuk mengasuh si kembar. "Oke, saya yang akan menenangkan mereka." Tidak lama baby sitter itu tertawa seakan mengejekku. "Nyonya? Mereka saja tidak mau digendong sama nyonya," balasnya. Astaga! Arum! "Saya ibunya ... Saya pasti bisa menenangkan mereka, jadi mulai sekarang kamu saya pecat dan semua tanggungjawab mengasuh si kembar akan berada di tangan saya," ujarku dengan tegas. Wajah sombong dan angkuh baby sitter tadi langsung berubah saat aku mengatakan akan memecatnya. "Hanya Tuan Galih yang bisa memecat saya," balasnya semakin angkuh. Tidak lama aku melihat pintu rumah terbuka. Mungkihkah Zaka? Apa dia sudah selesai menyembunyikan mayat Arum? Di mana Zaka menguburkan Arum. Ya Tuhan, aku sangat merindukan Arum. "Ada apa ini?" Suara berat khas milik Mas Galih membuatku tersentak kaget. Astaga! Bukannya Mas Galih masih di luar negeri? "Mas," panggilku gugup. Mas Galih mendekatiku. "Orangtuaku besok akan datang ke sini, tolong bersikap sopan di depan mereka," ujarnya sebelum berlalu begitu saja menuju sebuah kamar. Kenapa Mas Galih sedingin itu ke Arum? Ada apa ini? *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD