Bab 2 - Pria Misterius

1164 Words
“Zifero, on target.”   Pria itu melepas tali penyangga di pinggangnya saat berhasil mendarat di balkon hotel lantai 30 dengan sempurna. Ya, pria itu meluncur dari atap gedung hotel bintang lima ini dengan mudah seperti memiliki jaring spiderman. Ia tidak boleh terekspos oleh kamera cctv sehingga ia mengambil jalan pintas untuk masuk ke dalam kamar hotel dan ini bukan pertama kalinya ia harus bermain-main di ketinggian hingga ia harus loncat dari gedung satu ke gedung lain. Ya, parkour. Pria ini sangat ahli dalam hal itu. Klik, pria itu dengan mudah membobol pintu kaca dari balkon kamar hotel dengan sebuah alat yang ia tempelkan di pintu. Pria itu kemudian memasang kuda-kuda dan mengeluarkan pistol kedap suara miliknya. Ia kemudian memeriksa satu per satu ruangan di kamar terbaik milik hotel ini. Ruang tamu cukup berantakan, ada beberapa tetesan darah di lantai. Firasatnya mulai tak enak, ia membuka pintu kamar mandi dan mendapati seorang pria paruh baya sudah tergeletak tak bernyawa dengan bersimbah darah. “Sialan!” “Dia udah mati.” Pria itu berbicara dengan seseorang yang terhubung dengannya, benda kecil ditelinganya yang dirancang khusus untuk berkomunikasi tanpa akan ketahuan oleh orang lain. “Bukan gue yang bunuh! Ada orang lain yang ngincar nih orang juga. Gue cabut dari sini.” Pria itu keluar, bersiap naik ke atas lagi namun ia mendengar suara minta tolong dari kamar sebelah hotel ini. “Ada yang minta tolong. Cewek. Apa? Alibi? Gue harus nolongin tuh cewek? Ntar kalau dia curiga sama gue gimana? Ah, ini last mission gue dan gagal, gue harus nolong tuh cewek tanpa dibayar? Lo gila hah?” Pria itu kemudian mematikan alat itu dan nyaris saja membuangnya, namun ia mengurungkan niatnya membuang benda kecil itu karna akan ditemukan sebagai bukti. Sekali loncatan ia berhasil mendarat di samping balkon hotel yang jaraknya cukup jauh, meskipun ia belum mendarat dengan sempurna karna ia masih bergelantungan di balkon itu. Kedua tangannya mencengkeram tralis balkon dengan erat, ia kemudian mengayunkan badannya dan hap, ia berhasil masuk dengan posisi setengah berlutut. Ia kemudian mengeluarkan pistol kedap suaranya dan… Prang! Ia berhasil memecahkan pintu kaca itu dengan pistol kedap suaranya. Ia bisa saja membobol tanpa merusak pintu, namun ia membutuhkan suara bising agar wanita itu bisa memanfaatkan situasi dan lari dari pria b******k itu. Ruangan gelap, tapi ia bisa dengan mudah menemukan pria kurang ajar yang hendak memperkosa seorang gadis dengan kacamata canggih yang ia gunakan. Ia kemudian menarik tangan pria itu ke belakang dengan keras. Ruangan kembali terang. Sialan, kali ini ia terekspose. Harusnya ia menggunakan masker. Pria itu kemudian menatap wanita yang ada di hadapannya. Wanita itu hanya mengenakan lingerie tipis berwarna hitam, dan memperlihatkan hampir separuh d**a indah yang begitu menggiurkan. Sialan. Ia harus fokus. Bantu saja gadis ini kemudian pergi secepatnya. Namun, ia malah berakhir di apartemen wanita itu. Wanita bernama Zihan yang mengira dirinya adalah seorang pria bayaran alias gigolo. Dan ia membiarkan gadis itu menilainya seperti itu. Jika identitasnya ketahuan, ia akan repot nantinya.   “Lo udah di apartemen lo dengan aman. Kenapa lo masih tahan gue di sini?” Zidane frustasi. Semalaman Zihan menahannya untuk tetap bersamanya. Zihan bahkan tidak ragu untuk mengajaknya ke kamar bersama karna Zihan mengira Zidane adalah seorang gay. “Gue masih takut. Temani gue di sini…” rengek Zihan. “Udah pagi. Apa yang lo takutin?” Zihan kemudian menyalakan televisi. “Model cantik Zihan Laurens mengalami kejadian mengerikan saat sedang istirahat di hotel Milenium, seorang fans beratnya berhasil masuk dan nyaris memperkosanya. Untung saja seorang bodyguard tampan berhasil menyelamatkan Zihan dari…” Klik, Zihan mematikan televisi kemudian melempar remotenya dengan kasar. “Ini yang gue takutin. Paparazi sialan! Kenapa mereka selalu muncul dan ganggu hidup gue tanpa ketahuan sama gue?! Please, gue butuh bodyguard banget sekarang.” Zihan menatap Zidane yang terpaku pada televisi. Zidane ternganga. Bahkan wajahnya juga muncul di televisi. Kalau sampai bosnya tahu, ia akan dipecat dari pekerjaannya saat ini. Benar saja, handphonenya berbunyi. Zidane kemudian menjauh dari Zihan dan mengangkat panggilan dari inisial P di ponselnya. “Eh monyet, kenapa lo matiin chipnya hah?!” Zidane menjauhkan ponsel dari telinganya sejenak sambil mengorek telinganya. “Gak usah teriak juga babi! Menurut lo gue harus gimana? Karna ide gila lo gue ke ekspose gini! Gue gak mau tahu, lo harus tanggung jawab ke boss, bilang kalau gue nolongin nih model gila karna lo!” “Lo off sementara waktu. Lo ikutin aja maunya tuh model. Itu satu-satunya cara supaya lo aman kali ini. Kan lumayan. Gue juga mau banget jadi bodyguardnya Zihan. Gila man, bodynya wih! Dan ada issue bahwa dia masih virgin!” Zidane menggelengkan kepalanya. “Otak lo ya m***m terus. Gue bingung kenapa Zifero mau ngerekrut manusia kayak lo.” Klik, Zidane memutuskan sambungan dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ketika ia berbalik, ia sudah mendapati Zihan sudah berdandan rapi dan cantik. “Ayo.” Ujar Zihan. “Hah? Ke mana?” “Konferensi pers. Gue harus konferensi pers secepatnya karna berita itu!” “Dan kenapa gue harus ikut?” “Ya haruslah! Sini deh, lo liat akun i********: gue. Mereka semua tergila-gila sama bodyguard gue! Jadi, lo gak boleh nolak. Lagian gue kasian sama lo, dari pada lo jadi pria panggilan, mendingan sekarang lo tobat. Lo bisa jadi bodyguard seorang Zihan Laurens, itu anugrah tahu gak!” “Bagi gue ini musibah!” “Ayolah Zidane! Please, mau yah?” “Dengar ya, nyonya Zihan yang terhormat. Kita baru kenal tadi malam. Dan lo sama sekali gak tahu gue siapa. Lo Cuma tahu kalau gue adalah Zidane si pria panggilan dan sekarang lo mau gue jadi bodyguard lo? Lo sinting hah?” Zihan terdiam. Ia memasang wajah sedihnya dan itu membuat Zidane merasa sedikit bersalah. Ya, kelemahan terbesar seorang Zidane adalah seorang wanita cantik. Dan Zidane sangat benci kelemahannya satu ini. “Tapi gue percaya sama lo, Dan. Satu malam aja cukup untuk bikin gue percaya sama lo. Lo pasti bisa ngelindungi gue kay ak tadi malam…” Zihan mendekat. Ia kemudian memeluk Zidane dengan erat. Zidane menarik nafas panjang. Harusnya, ia bisa liburan karna tadi malam adalah misi terakhirnya sebelum mendapatkan cuti untuk berlibur. Harusnya, ratusan juta sudah masuk kerekeningnya tadi malam dan itu semua gagal karna ternyata pria itu sudah ada yang membunuhnya sebelum dirinya tiba. Tapi, menjadi bodyguard Zihan Laurens yang mengira dirinya adalah seorang gay dan gosip bahwa gadis ini masih virgin membuat Zidane sedikit tertarik. Ia bisa liburan sambil sedikit bermain dengan Zihan Laurens. “Oke. Gue bersedia jadi bodyguard lo. Tapi Cuma satu bulan aja. Setelah itu, gue harus pergi.” “Satu bulan? Gue butuh bodyguard seumur hidup gue Zidane. Masa hanya satu bulan?” “Nikah aja sana sekalian sama bodyguard lo kalau sampai seumur hidup.” Sungut Zidane sambil melepas pelukan Zihan. “Oke. Satu bulan. Dan gue yakin, setelah satu bulan, lo bakalan tetap jadi bodyguard gue karna lo gak akan sanggup ninggalin gue.” Zihan menarik Zidane hingga berbalik menatapnya, Zihan mendekati wajah Zidane dan memasang wajah seriusnya. “Oh ya?” Zidane meladeni tingkah Zihan, kepalanya bergerak maju tanpa ia sadari hingga bertemu dengan jidat Zihan. “Ya.” “Kenapa?” “Karna, gue adalah Zihan Laurens.” Ujar Zihan sambil berbisik tepat di leher Zidane membuat pria itu merinding seketika. Sialan! Zidane benar-benar terperangkap saat ini. Kalau saja ia tidak sedang menyamar menjadi pria panggilan bahkan seorang gay, ia sudah menyeret Zihan ke tempat tidur dari tadi malam. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD