3 ARINA SIDE STORY: BAPTISAN DARAH SANG KETUA BARU (1)

1201 Words
Bar Lopez Suasana bar temaram malam itu. Tidak terlalu banyak pengunjung yang datang tapi yang saat ini sedang melantai di dalam bar adalah para pengunjung lama yang sudah biasa datang ke sana. Sementara di meja bar, Lopez, sang pemilik bar dan sekaligus seorang bartender juga sedang mengelap beberapa gelas bir dengan kain bersih. “Jadi, bagaimana malam inisiasinya?” tanya Lopez ramah pada gadis berjaket kulit yang sudah menghabiskan kurang lebih 5 gelas bir malam ini. Mata gadis itu sedikit malas saat ia menjawab pertanyaan sang bartender yang sedang berdiri di hadapannya. “Payah!!!” “Tak satupun dari mereka yang berhasil bertahan dari seranganku…” balas Arina lagi sambil menenggak segelas bir besar seperti ia sedang meminum segelas air dengan santainya. Daya tahan tubuhnya terhadap minuman beralkohol sangat tinggi dan Arina juga menyukai sensasi menyengat pada tenggorokannya ketika cairan beralkohol tersebut memasuki tubuhnya pelan-pelan. Lopez hanya tertawa sambil kembali menaruh gelas-gelas tersebut ke raknya. “Mungkin bukan mereka yang terlalu lemah, kau saja yang terlalu kuat…” “Yah, semua orang mengatakan hal yang sama padaku…” kata Arina sambil melepas jaket kulitnya serta mengikatnya di pinggang. Tapi tiba-tiba sebuah tangan besar yang kasar menepuk pundak mulusnya. Seorang pria jelek bertubuh gendut tengah tersenyum m***m kepadanya. “Hai, manis…temani aku mi…..” “AKHHHHH……..” Belum selesai kalimatnya, pria besar itu mendadak melolong nyeri ketika tangannya dipelintir dengan kuat kea rah belakang punggungnya dan dengan sekali gerakan, Arina membanting kepala pria tersebut ke meja bartender di depannya. “Coba kau panggil aku apa tadi?” tanya Arina galak. “Ampunnnnnn…. Maaaffffffff…. Tidak… aku tidak panggil apa…apa tadiii…” ratap pria jelek itu dengan wajah meringis kesakitan. Melihat situasinya memburuk, Lopez langsung mencoba untuk menenangkan suasana sebelum Arina mau kembali melancarkan serangan berikutnya. Tapi tiba-tiba sebuah tangan lain menghentikan gerakan gadis itu. “Hentikan, Arina….” “Sante….” desis Arina kesal tapi dilepasnya juga pria tersebut. Pria jelek itu segera mundur ke pojok ruangan sambil mengibaskan-ngibaskan tangannya yang barusan kena pelintir dengan sangat keras. Lopez langsung menghembuskan nafas lega. “Mana yang lain?” tanya Arina dengan wajah datar. “Dicky sedang bercinta dengan Jillian dan Melissa sekarang. Kalau yang lain akan sampai sebentar lagi. Oia, Dicky juga menitipkan ini padaku….” kata Sante sambil memberikan secarik kertas kepada gadis tersebut. Ada sebuah lingkaran merah tak sempurna yang digambar dalam sekali tarikan garis. Tapi untuk semua anggota Geng Tengkorak, mereka tahu apa artinya tersebut. Besok adalah malam keramat untuk mereka semua. Malam pemilihan ketua geng baru untuk meneruskan dinasti kepemimpinan yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Warna merah di atas kertas tersebut adalah darah Dicky sendiri. Sementara lingkaran berarti area pertarungan. Sebuah surat tantangan. Semua anggota geng yang dikirim surat tantangan tersebut akan langsung bertarung dengan sang ketua untuk memperebutkan supremasi tertinggi di dalam geng tersebut. “Baptisan Darah…..” kata Arina singkat. Ia sudah tahu hal ini. Cepat atau lambat, tantangan ini pasti akan sampai di tangannya dan waktunya adalah besok malam. “Apakah ada orang lain yang menerima surat tantangan yang sama?” tanya Arina. Sante menggeleng. “Tidak, hanya kau saja…” “Baiklah…” ………………………………………………………………………………… Keesokkan malamnya….. Di lokasi yang sama dengan malam inisiasi sebelumnya, semua orang sudah mengosongkan sebuah area luas sebesar kurang lebih 20 meter persegi. Semua anggota geng berkumpul di luar lingkaran dengan rapat sementara Dicky dan Arina sudah bersiaga penuh di dalam area pertarungan. Begitu waktu menginjak pukul 12 malam, Sante langsung menyalakan api dan api langsung berkobar membentuk sebuah bentuk lingkaran. Sebagai penanda batas area pertarungan. Tidak ada pilihan lain untuk para petarung dalam kondisi ini. Area luar dijaga ketat oleh para anggota yang bertugas untuk mendorong petarung yang berani kabur saat bertarung. Sementara begitu mereka sudah berada di dalam ring, mereka hanya punya satu pilihan. Maju dan bertarung habis-habisan sampai salah satu diantara mereka kalah telak dan tidak bisa berdiri lagi. Arina tersenyum mengejek. Ia teringat saat ketika ia bergabung menjadi anggota geng ini 5 tahun yang lalu. Saat itu ia masih berusia 15 tahun dan sedang melarikan diri dari para pengejarnya saat ia akan dijual ke komplek pelacuran oleh ibu kandungnya sendiri. Ia masih ingat betapa takut dan gemetar tubuhnya saat kakinya terus memaksa badannya untuk tetap berlari. Terus berlari sekuat tenaga. Jauh… Berusaha untuk kabur sejauh-jauhnya dari tempat itu. Dari para pengejarnya. Sampai akhirnya ia terpaksa berhenti karena ia menabrak sebuah tembok. MAMPUS!!! Saat itu, rasa putus asa yang luar biasa menguasai hatinya. Ia merasa sia-sia. Habis sudah. Nafasnya tersengal-sengal saat tubuhnya terus merapat ke tembok dan kedua matanya terbelalak ngeri saat melihat para pengejarnya semakin dekat ke arah dirinya. Badannya terus menempel ke tembok sementara mulutnya sibuk merapal doa dan mantra. Apapun itu. Yang penting ia tidak jatuh ke tangan para penjahat itu. Mulut Arina mulai menggumamkan nama-nama orang suci dan dewa-dewa. Dan terakhir…. Semesta. Sebuah wujud abstrak tanpa bentuk yang katanya bisa mengabulkan semua permohonan dari orang-orang yang berharap kepadanya. Tapi di saat yang sama, Arina bisa mendengar suara langkah kaki pengejarnya yang semakin dekat. Ia tak lagi bisa berkutik. Akankah…..nasibnya…berakhir…di…sini? “Jangan berdoa. Tuhan itu tak ada. Dimanapun dan kapanpun, kau hanya bisa mengandalkan satu orang…” “Dirimu sendiri…” Seorang pemuda bertubuh jangkung membuang sisa rokoknya ke samping dan tiba-tiba sudah berdiri di antara dirinya dan para pengejarnya. Ia masih muda, mungkin berusia sekitar dua puluh tahunan. Arina tidak bisa melihat dengan jelas wajah pemuda tersebut karena malam itu sangat gelap. Satu hal yang pasti, ada sebuah desir aneh di hatinya saat ia melihat sosok pemuda tersebut. “Hei…” “Berjanjilah padaku. Kalau nanti kita berdua bisa melewati malam ini, apakah kau akan ikut denganku?” Arina langsung mengangguk tegas sambil menjawab, “Ya!” “Bagus!!!” Sedetik kemudian, pemuda itu langsung melangkah maju dan langsung terlibat perkelahian sengit dengan para pengejar Arina. Arina menonton seluruh adegan perkelahian tersebut dengan mata melotot lebar-lebar. Apa yang dulu disaksikannya di depan televisi, kini dialaminya sendiri di depan mata. Tak sampai 20 menit, semua pengejar Arina lalu roboh dan tersungkur tanpa daya satu persatu. Orang terakhir, langsung kabur ke arah dimana ia datang tadi. Penolongnya lalu membalikkan tubuh dan menatap mata teduh pemuda tersebut. Nafasnya tersengal-sengal akibat pertarungan sengit yang baru saja dilakukannya tadi. Ada beberapa luka lebam di wajahnya dan luka sobek di pelipis kanan atasnya. Pemuda itu lalu mengulurkan tangannya pada Arina yang masih terpaku diam sekarang. “Ayo…. Kita harus pergi sekarang, sebelum mereka kembali lagi…” Arina menyambut uluran tangan tersebut. Sejak malam itu, dunianya berubah.      .................................................................................... Note:  Ongoing 1000 love ya, gengs!!! Tengkyuu bwat yang udah ngikutin ceritanya ampe sejauh ini. Untuk visualnya, saya lagi buat dulu. Nanti kalian bisa cek di IG : rockinglady69 Bakalan terus diupdate setiap hari antara pukul 11.00 - 13.00 Jangan pelit2 kasih komentar juga, gengs...thx all..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD