Awal Bertemu!

585 Words
Aku berangkat Shalat tarawih bersama Mamas Bahri dan Adek Laila. Mereka saudara yang sangat kusayangi. Siapa yang pujian itu, suaranya bagus sekali. Setahuku tidak ada seseorang dengan suara merdu seperti itu. Walau suara Mas Bahri bagus tapi tidak seteduh itu. Sudah 2 hari suara asing itu terdengar indah di sekitar Pagerharjo, kecamatan Samigaluh, kabupaten Kulon Progo, provinsi Yogyakarta. Sudahlah jangan dipikirkan terlalu nanti tambah penasaran. Kami Shalat tarawih 20 rakaat di tambah Shalat witir 3 rakaat, jadi 23 rakaat. Usai itu tadarus Al-Qur’an. Lagi-lagi suara indah itu mengalun merdu dan ini sungguh membuat aku penasaran. Sontak aku mengintip dari balik tabir (kain pembatas). Aku melihatnya, pria asing yang gagah dari postur tubuhnya. Dari belakang terlihat gagah bagaimana dari depan? Ya Allah, Khumaira kamu benar-benar berbuat salah hingga kurasakan tepukan di punggung spontan menengok ke arah penepuk. "Syifa, ada apa?" tanyaku pura-pura tidak terjadi apa-apa. "Kamu mengintip siapa? Bukanya sekampung Pagerharjo sudah kamu kenal semua?" tanya Syifa beruntun. "Ah, aku penasaran dengan suara orang itu," jujurku. Syifa tersenyum menggoda ke arah ku, dasar sahabat nakal. "Dia keponakan Bibi Aisyah. Tidak tahu namanya yang pasti dia itu tampan sekali," bisiknya seraya mengerling nakal. "Apa sih, sekarang giliran para wanita yang tadarus Al-Qur’an," kilah ku. Kami para gadis tadarus Al-Qur’an dengan kompak. "Shadaqallahul-'Adzim." Maha benar Allah yang Maha Agung. Usai tadarus para gadis pulang. Tadi Laila sudah menyelonong pulang dulu tanpa mau menunggu. Dasar anak itu. Eh? Bukannya itu lelaki tadi, kenapa bisa dekat dengan Mas Bahri? Belum kulihat wajahnya tapi benaran dia tinggi sekali. Kak Bahri saja yang tinggi 175 cm kalah telak. "Mas Bahri, ayo pulang!" panggilku dengan lembut. Sontak dua pria dewasa itu menengok ke arahku. Masyaallah, tampan sekali. Ini zina Khumaira, spontan aku langsung menunduk menghindari kontak mata dengan matanya. Indah sekali warna mata Hazel itu. Ya Allah, sadarkan hamba kalau ini perbuatan terlarang. "Oh, hai Dik. Zam dia Adikku, Khumaira. Kami pulang dulu dan jika berkenan mainlah ke rumah!" tegas Mas Bahri. "Insya Allah, aku akan main sebelum pulang ke Jatim," jawab pria Zam itu. Suaranya begitu berat, halus, serak basah nan merdu. Astagfirullah, sadar Khumaira itu dosa. Aku meremet jari-jari karena gugup karena ini. Demi Allah, hamba khilaf. "Ayo Dik jangan melamun saja !" seru Mas Bahri. Aku mengaguk singkat saat di dekat pria Zam itu aku memberi salam. "Assalamu'alaikum, Kak!" "Wa’alaikumussalam, Dik," jawabnya. Aku tersenyum singkat lalu berlalu menyusul Mas Bahri. Mata Hazel itu begitu indah apa lagi terlihat begitu bersinar dan teduh. Wajahnya juga sangat tam . Astagfirullah, sadar Khumaira itu tidak baik. "Dik, kamu kenapa senyum-senyum begitu? Mas takut kamu kesambet. Jika kamu penasaran maka akan kuberi tahu. Namanya Muhammad Khusain Al-Azzam, sering di panggil Azzam!" pungkas Mas Bahri. Aku tahu dia mau melanjutkan kalimatnya. "Sahabat, Mas waktu sekolah menengah pertama. Kami dekat saat SMP hingga SMA. Pisah saat kuliah dan baru bertemu sekarang. Jangan suka sama dia, Dik. Karena kita tidak pantas bersanding dengan dia. Urungkan perasaan kagum itu!" Deg Kenapa sakit sekali. Memang Mas Azzam itu siapa? Aku jadi penasaran akan dirinya. "Memang Mas Azzam siapa, Mas? Kok Khumaira tidak boleh dekat?" tanyaku penasaran. "Gus, Putra kedua K.H Hasyim, dan kamu tahu Kiai Haji Hasyim itu adalah Kiai besar di Lirboyo. Kamu boleh suka sama orang lain, tapi jangan Azzam. Dia terlalu sulit untuk di gapai!" pesan Mas Bahri. Ya Allah, jadi ini semua hanya terpendam? Semoga ke depanya baik-baik saja. Sakit dan tertohok itulah keadaanku sekarang. Ya Allah, ampun, hamba khilaf langsung suka dengan lawan jenis pertama bertemu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD