BAB 42 Jiwa yang Tertahan

1720 Words
Dear diary,             Fisikku makin lama makin drop dan tidak sebugar sebelumnya. Pikiranku terkuras untuk mengurus hal ini, cerita ini dan semuanya. Aku ingin pergi menyendiri, tidak ke Padepokan, tidak ke kantor. Aku ingin berlibur sendirian, menyepi. Duduk-duduk di tepian pantai dan berteriak lepas, melepas penatnya pikiran dan raga. Sungguh, tempat yang ingin kupijak adalah sebuah masjid yang lantainya dingin, hawanya sejuk dan nyaman untukku merenung. Iya, aku rindu pada masjid yang sudah lama tak kupijak. Masjid…masjid…masjid dan masjid. Diary, aku lelah. Mengapakah Tuhan ini menciptakanku dengan garis nasib seperti ini, begitu berkelok dan mengerikan. Apakah Tuhan tidak memikirkan bagaimana perasaanku saat IA goreska PenaNya dalam kitab Lauhul Mahfuz?             Apakah tidak ada air mata saat menuliskan bahwa aku akan mengalami hal seperti ini suatu hari?                                                                                             * Rumah sakit             “Liliana, Liliana, bangun…,” ditepuk-tepuknya pipi Liliana beberapa kali sambil membau-baukan aroma minyak kayu putih agar lekas sadar. Tapi, mata Liliana masih terus terpejam dan tubuhnya diam tak bergerak. Tubuhnya terlalu lemah, tekanan darahnya pun turun drastis. Di ruang Unit Gawat Darurat, Liliana terbaring. Suara Pak Ardhan sama sekali tak dapat membangunkannya. Pak Ardhan cemas dan meminta Demy menjemput orang tua Liliana ke rumah lanjut ke Rumah sakit. Agar tidak terlalu panik saat mengendarai mobil. Sedangkan Liliana masih belum sadar juga.             “Pasien ini, syok, apa yang baru saja terjadi padanya?” tanya Dokter Burhan seusai memeriksa detak jantung Liliana dengan stetoskop.            “Tadi, tadi dia sedang duduk di dalam bioskop dan kami berdua sedang nonton film,”             “Film apa?”             “Horor,”             “Oh, pantas,”             “Pantas kenapa, Dok?”             “Dia terlihat ketakutan, sebenarnya dia tidak apa-apa tapi jiwanya yang bermasalah. Ada baiknya sebelum Anda mengajaknya nonton film horor, tanyakan dulu apa dia kuat atau tidak. Karena dikhawatirkan, orang-orang yang memiliki lemah psikis seperti dia akan berdampak tidak baik suatu hari, oh ya… di mana orang tuanya?”            Dokter Burhan melihat ke sekeliling dan tak nampak sosok orang tua dari si pasien.             “Masih dalam perjalanan, Dok. Dokter, apa benar dia bisa sadar?”             Dokter Burhan manggut-manggut, “Iya, insya Allah. Tapi lihat nanti, jika perlahan kesadarannya membaik, dia bisa pulang hari ini.”             “Terima kasih, Dok…” Pak Ardhan mengucapkan terima kasih sebelum sosok dokter itu berlalu pergi meninggalkannya dan keluar dari ruangan Unit Gawat Darurat. Lalu kembali duduk di samping Liliana dan menggenggam tangan kirinya yang ditancap jarum infus. “Lili, maafkan saya ya? Kamu jadi seperti ini. Saya pending dulu order novel itu sampai kamu benar-benar kuat menjalaninya. 3, 6, 9, bahkan sampai setahun pun tak mengapa. Asal kau jadi kuat lebih dulu dan tidak sampai ringkih seperti ini.” Belum selesai dia berbicara, tiba-tiba kerah kemejanya ditarik dari belakang oleh Pak Sarjo yang baru saja datang dan masuk ke ruang Unit Gawat Darurat.             Dengan murka Pak Sarjo berkata, “Kamu ini biang keroknya. Bos kurang ajar kamu!” ditinjunya muka Pak Ardhan sampai dia jatuh membentur dinding. Petugas paramedis masuk ke dalam dan berusaha melerai mereka.             “Keluar dulu, Pak. Jangan di sini,”             Pak Sarjo terus menarik baju Pak Ardhan dan menggiringnya keluar area parkir mobil. Ditinjunya habis-habisan bos Liliana itu tanpa sempat membalas sedikit pun. Tak diberi waktu juga untuk menjelaskan duduk perkara yang terjadi. Pak Ardhan jatuh tersungkur, wajahnya memar-memar.             “Ma… afkan saya, Pak Sar…jo,” rintihnya kesakitan sampai memohon dengan kedua tangannya/             “Ini balasan yang setimpal untukmu karena telah menzolimi anak saya! Dasar bos diktator!” dilepasnya kerah kemeja Pak Ardhan saat itu. Pak Sarjo menarik napas panjang. Sedang dadanya masih naik turun.             “Saya janji tidak akan memaksanya lagi,” lanjutnya sekali lagi.             “Liliana ini bukan sapi perah, bukan anak ayam emasmu. Ini bukan impian Liliana, bukan! Dia sama sekali tidak ingin bergulat dengan dunia gaib. Kau tahu? Sejarah dari Kakek buyut Liliana itu, kakek buyutnya itu menyukai dunia gaib, dan suka bermain-main dengan hal supranatural. Sampai dia dijuluki sebagai ‘orang sakti’!”             “Orang sakti?”             “Ya, sebab itu saya tidak suka kesaktian dari Kakek buyutnya itu ada di dalam diri Liliana. Karena apa? Karena orang-orang yang memiliki ilmu kesaktian seperti itu, ilmunya akan terus menurun setelah dia meninggal pun. Ilmunya akan turun ke anak keturunannya, dan ini ada pada diri Liliana. Pun dengan khodam dari Kakek buyutnya itu sendiri yang belum diputuskan ikatan kontrak perjanjiannya, paham? Sebab itu, kau memintanya menulis novel yang tidak bisa dia lakukan dan dia demi nama baik perusahaanmu, Liliana mencoba untuk membuka portal gaibnya yang sudah lama tertutup!”  jelas Pak Sarjo panjang lebar dari A sampai ke Z.              Pak Ardhan hanya terdiam saja dengan posisi tangan kanan yang memegang cincin batu akiknya. Dia merasa aneh lantaran saat ada orang yang hendak menyakitinya kenapa tidak ada reaksi apapun. Sama sekali tidak ada perlawanan apapun dari si Khodam. Aneh. Batin Pak Ardhan dalam hati, apakah si Khodam memiliki rasa kasian pada orang lain atau bagaimana? Ataukah memang sudah tak berfungsi lagi? Banyak sekali pertanyaan di dalam hati Pak Ardhan yang masih belum terjawab. Sedang sosok Pak Sarjo sudah berlalu pergi darinya, hanya ada satu wanita yang setia semenjak tadi diam saja meski wajah cemasnya menunjukkan tidak diamnya.             “De..Demy,”             “Pak Ardhannn! Anda baik-baik saja?”                                                                                 *  Terkadang             Terkadang, aku merasa letih             Terkadang, letih ini tak sanggup kukata,             Apakah aku mampu             Menjalani semua ini tanpa kata?               Liliana duduk di kursi belakang mobil sendirian, dia berbaring lemah meski kesadarannya sudah pulih. Tapi pandangannya kosong. Pak Sarjo memutuskan untuk membawa pulang Liliana ke rumah agar diurus oleh ahlinya dalam bidang kebatinan. Opname di Rumah sakit bukan jalan keluar, malah akan memperburuk kondisi Liliana lantaran di Rumah sakit itu juga adalah gudangnya dedemit liar yang berkeliaran. Bu Lien tak pernah lepas memantau kondisi Liliana, dia selalu melihat ke belakang dan memastikan putrinya baik-baik saja sambil menggenggam erat tangan Liliana. “Kau pasti kuat, Liliana…, anak Bunda anak yang kuat.”             “Tolong Bunda calling Ustadz Dayat, beliau biasa merukyah orang-orang yang terkena gangguan seperti Liliana.”             “Ustadz Dayat kan rumahnya jauh dari kita?” Bu Lien mencari nomor kontak Ustadz Dayat dan mengirimnya pesan chat.             “Ya, ini sudah saya kirim chat, Pak. Oh ya, kok nggak panggil guru Padepokannya saja suruh datang ke sini?” Bu Lien memberikan usul yang tiba-tiba saja ide itu tercuat begitu saja di dalam pikirannya.             “Mana bisa? Guru Padepokannya ngajar murid-murid di sana, nanti kalau dipanggil di sini. Siapa yang mengajar mereka?”             “Apa Liliana diantar kembali ke sana?”             Pak Sarjo menggeleng, “Liliana masih lemah, kasian di sana dia di kamar sendirian tidak ada yang menjaga. Nanti saja kalau sudah baikan, baru dibawa ke sana lagi untuk dipulihkan semua. Portal gaib Liliana harus ditutup, itu sudah setengah terbuka. Bahaya kalau terbuka semua, dia bisa kerasukan, Bun!” tegas Pak Sarjo menolak.             “Bunda punya kenalan kelompok supranatural yang bisa membersihkan rumah, Pak?”             “Siapa?”             “Itu, dari forum supranatural yang ada di Surabaya. Kayak itu lo, Pak. Team Pemburu Hantu yang ada di tivi-tivi itu,” usulnya sekali lagi.            “Oh ya, yang itu, ya coba nanti Ayah hubungi mereka.”             Mobil pun melaju dengan kecepatan yang sedang menuju ke rumah. Kini, mereka harus lebih memikirkan Liliana daripada  yang lainnya. Tanpa mereka ketahui ada rahasia yang akan terkuak satu demi satu. Ketika terbukanya tabir kehidupan/.                                                                                                 * Padepokan Meditasi Tunggal             “Jadi sebelum memulai meditasi, kalian harus mengolah pernapasan dulu. Semua latihan ini ditujukan agar tubuh kalian jadi lebih sehat dari sebelumnya. Pada dasarnya, fungsi dari meditasi ini adalah untuk konsentrasi dan fokus pada kesadaran. Jangan ketika memulai pikiran kalian malah kosong, bahaya nanti. Bisa-bisa nanti dedemit yang masuk, kerasukan nanti. Jadi fokus dan fokus. Entah apa yang terlihat di dalam saat meditasi itu singkirkan lalu tetap kembali fokus. Apapun yang tampak, singkirkan. Paham?!” jelas Tirta sebagai sang Master mengajari murid-murid baru.             “Paham, Mbah!” serempak semuanya menjawab.             Di belakang Tirta duduk si Arvita yang semenjak tadi terlihat gelisah. Sedari tadi pikirannya tidak ada di Padepokan tapi ke tempat lainnya. Resah memikirkan apa yang baru terjadi pada dirinya di malam itu. Orang-orang Indigo memiliki kelebihan semacam rasa dan firasat memikirkan sesuatu yang tak berhubungan dengan dirinya melainkan dengan kehidupan orang lain. Melihat kegelisahan Arvita, Tirta pun menghampiri.             “Kenapa belakangan ini kamu kok kelihatan aneh?” Tirta duduk di sampingnya. Sambil melihat murid-murid yang sedang duduk bersila dan melakukan latihan meditasi.             “Ini tentang Liliana,”             “Kenapa dengan dia? Dia sedang ada urusan pekerjaan di sana,”             Arvita menundukkan wajah, lalu kembali diangkatnya lagi. “Kapan lalu sukmaku pergi ke sana, mendatangi Liliana,”             “Terus?”             “Aku merasa ada yang tidak beres,”             “Ya, aku pun merasa begitu. Di dalam tubuhnya itu ada leluhurnya, dia dijaga tapi masih belum bisa menetralisir. Jadi masih banyak energi-energi negatif yang mengikuti. Kau bisa lihat kan?” Tirta mulai menjelaskan secara rinci. Arvita memang termasuk anak Indigo tapi dia tidak lagi dapat melihat sesuatu itu, karena dia lebih peka kepada insting dan firasat yang hadir.             “Lebih dari itu,”             “Apa?”             “Aku merasa energi-energi negatif itu akan mulai bersarang di dalam. Dan dia akan menjadi Liliana yang lain. Secepatnya, jika dia sudah kembali lagi ke sini, uruslah dia sepenuhnya. Agar tak menjadi lebih rumit. Dan atau sebaiknya, minta dia tidak lagi menulis novel dunia gaib, kau buang lalu tutup saja portalnya. Yang kutakutkan adalah wadahnya tidak kuat.”   Beber Arvita sambil memberikan solusi terbaik untuk Liliana.             “Kakek penjaganya pun belum diselaraskan jadi belum bisa aktif menjaga. Dia hanya mengikuti saja dari belakang, tidak bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya ada beberapa jalan untuk menyelesaikan semua ini. Kalau kau tahu,”             “Apa itu?”             “Aku masih ingat saat Liliana berkata, apa fungsi khodam, tujuan dia mengikuti apa, seperti itu,” Tirta mengingat obrolan bersama Liliana saat duduk di gazebo pertama kalinya.             “Dia itu masih polos,”             “Ya, awam. Dan alam memintanya untuk membuka tabir itu, perlu kekuatan yang besar untuk menerimanya,”             “Menurutmu, apa dia bisa kuat?”             Tirta mengangguk, “Aku melihat seperti itu,”             “Jika tidak?”             “Jiwanya akan hilang beberapa,”             “Gila?”             “Bisa jadi,”             “Cepat kau beri tahu aku apa saja cara-caranya?”             “Diselaraskan, atau diputus mata rantainya. Itu saja.” *                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD