BAB 41 Menonton Film Horor

1564 Words
Kantor penerbitan.             Liliana menyodorkan sketsa gambar kakek gaib yang diminta oleh Pak Ardhan. Liliana sengaja menggantinya dengan gambar yang lain agar sketsa yang asli tidak sampai ke tangan orang lain selain dirinya sendiri. Pun atas amanat dari kakeknya sendiri, sebab itu Liliana tak berani membagikan yang real pada orang lain.             “Jadi ini, kakek penjagamu itu?” Pak Ardhan tertegun saat melihat sosok lelaki tua yang tergambar di sana. “Keren sekali ada orang yang bisa menggambar penampakan dunia gaib. Siapa dia? Temanmu itu?”             “Trio pelukis gaib, Pak…”             “Ada nomor w******p-nya? Saya ada perlu juga untuk hal seperti ini,” Pak Ardhan menarik gawai yang ada di dalam saku kemejanya. “kalau ada, berapa nomornya? Bisa lewat jarak jauh kan?”             “Bisa, Pak…”             Wah, sebentar lagi trio kwek-kwek itu dapat order sket dari bos besar nih! Gumam Liliana.             “Mana?”             “Ini saya kirim nomor kontaknya ke Pak Ardhan langsung,” Liliana membagikan nomor kontak si Aden.             “Oh, namanya Aden?”             “Iya, Aden, Bayu sama Djani,”             “Mereka bisa raga sukmo ya?”             Liliana mengernyit, “Ya?”             “Raga sukma, kamu tau nggak?”             “Iya tau, tapi tentang bagaimana cara mereka bisa begitu saya tidak tau, Pak…”             “Saya mau berguru sama mereka itu, tertarik sih saya buat mendalami ilmu kebatinan, tapi waktu ini sangat susah untuk dibagi. Besok kalau kamu kembali ke Magetan, antarkan saya buat ketemu sama mereka ya? Belakangan ini badan saya kerasa nggak enak dari biasanya. Seperti ada yang hilang dari dalam diri tapi entah, saya bingung itu apa…” Pak Ardhan menyimpan nomor Aden ke dalam kontak w******p-nya. Yang rencananya nanti malam dia ingin mengajaknya berbincang-bincang.            “Oh ya, terserah Pak Ardhan kalau untuk urusan itu,”             “Ya sudah, ini sketsamu kukembalikan,”             “Terima kasih, Pak,”             “Oh ya, kamu sudah tau siapa namanya?”             “Namanya?” Liliana terhenyak. Kenapa si Bos ini sangat kepo sekali sampai ingin tahu nama segala. Batin Liliana bergolak.             “Kamu minta sketsa itu nggak dikasih tau namanya juga?”             Liliana diam. Dia tau ada setiap nama-nama di sana tapi melalui chat di w******p-nya. Tapi, apa perlu diberitahukan yang sebenarnya?             “Ada tapi…, oh ya… kenapa Pak Ardhan ingin tau sekali?”             “Oh, tidak berkenan ya? Ya sudah tidak apa,”             “Terima kasih, Pak. Kalau tidak ada lagi keperluan, saya pamit keluar,” Liliana sedikit membungkukkan punggungnya saat akan berbalik badan. Tapi tak lama kemudian, si Bos bangkit dari kursi dan menarik lengannya.             “Tunggu,” Pak Ardhan menahan laju Liliana.             “Ah ya, Pak? Maaf, apa masih ada sesuatu?”             “Siang ini sibuk?”             “Tidak sepertinya,”             “Ayo, ikut aku ke mall sekarang,”             “Ngapain, Pak?”             “Jalan-jalan sama kuajak nonton,”             “Nonton?”             “Iya, nonton film.” Dear diary,             Kau tahu tidak? Hari ini Pak Ardhan ngajak aku nonton film. Seneng banget nggak sih? Nanti, selepas pulang dari nonton, aku cerita semua ke kamu ya! Tunggu aku…!!! Dan jangan iri.                                                                                      *            Gedung bioskop 21             “Kita mau nonton film apa, Pak?” Liliana menoleh ke sekeliling dan melihat papan iklan film-film bioskop yang sedang ditayangkan di hari itu. Di antara iklan film yang dipajang, Liliana terfokus pada satu papan iklan yang menurutnya sedikit mengerikan. Ya, ‘DANUR’, judul film itu. Membaca judul dan foto gambarnya saja sudah membuat bulu kuduk Liliana merinding bukan main. Firasatnya pun sudah mulai tidak enak.             “Sudah, kamu duduk di sana dulu,” pinta Pak Ardhan pada Liliana, padahal Liliana ingin tahu film apa yang akan ditonton.             Liliana duduk di bangku panjang sambil menyandarkan punggung ke dinding. Sedang ditangannya membawa dua botol minuman pocari sweat dengan popcorn untuk camilan selama nonton film. Liliana suka popcorn rasa durian, sedang Pak Ardhan popcorn rasa pandan. Diliriknya jam tangan, waktu menunjukkan pukul 1 siang. Pandangan Liliana mengarah pada postur tubuh Pak Ardhan yang atletis dengan otot bisepnya membuat tubuhnya semakin terlihat kekar. Siapapun orang yang melihat pasti akan melihat bagian lengan tersebut, pun didukung dengan parasnya yang tampan. Siapa sih, yang tidak senang berdekatan dengannya. Termasuk Liliana. Sayangnya, tuntutan terlalu besar. Ambisi dan keinginannya kuat tidak boleh ditentang. Siapapun yang menentang akan terkena murkanya. Itulah yang tidak disukai Liliana. Tapi apa yang harus dikata dan diperbuat selain menuruti perintah Pak Ardhan. Tanpa disadari lamunan Liliana pun melayang jauh sampai ke atas langit, menembus langit ketujuh. Membayangkan suatu hari Pak Ardhan akan menjadi suaminya, dan memiliki anak-anak kecil yang lucu dan tampan. Kalau anak perempuan, cantik seperti Liliana. Betapa bahagianya, tapi… seketika lamunan buyar saat Liliana melihat sosok lelaki bertubuh tegap itu ternyata sudah berdiri di depannya.             “Lili, ayo kita masuk.”                                                                                         *            #Arvita Theeta             #Setiap alam memiliki vibrasi             Setiap vibrasi adalah tanda dari alam             Setiap manusia yang peka             Adalah manusia-manusia yang terpilih oleh alam#               Dalam kondisi tertidur, Arvita masuk ke dalam suatu masa di mana  dirinya mampu melakukan perjalanan menembus dimensi ruang dan waktu. Di mana saat itu sukmanya terlepas dari dalam tubuhnya dan memasuki dimensi yang berbeda dari dimensi manusia. Orang-orang supranatural menyebutnya astral projection dalam bahasa ilmiah Inggrisnya, sedangkan orang Indonesia menyebutnya Raga Sukma. Perjalanan astral yang bisa dilakukan saat tertidur ataupun dalam posisi meditasi. Jika dalam posisi tidur kebanyakan mereka mengalami perjalanan astral yang tanpa direncanakan sebelumnya. Jadi sukmanya keluar dari dalam tubuh dan berjalan ke mana-mana. Bisa arahnya sealur, atau bahkan bisa meloncat-loncat dari ruang waktu ke waktu yang lain secara bersamaan. Berbeda jika perjalanan astralnya dalam kondisi sadar dan direncanakan mau ke mana, jalurnya akan lebih terarah. Dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang mengerti ilmu tersebut. Sebab tidak sembarangan segala sesuatu yang menyangkut dengan sukma atau jiwa jika dibiarkan berkelana bebas dan liar, maka jiwa itu bisa tersesat ke alam gaib. Bahkan lebih parah tersesat ke alam jin dan jiwanya ditahan oleh bangsa jin.             Arvita yang cakra-cakra di dalam dirinya sudah mencapai cakra mahkota, mampu menembus dimensi manapun sesuai keinginannya. Dan tidak akan pernah takut untuk tersesat lantaran ilmunya sudah tinggi dan mencapai kewaskitaan. Melihat tubuhnya sendiri sementara jiwanya melayang-layang di atas dan tak berpijak ke bumi kemudian terbang melesat begitu saja menembus ruang dan waktu tanpa dapat dihitung sendiri oleh sang waktu. Melesat terbang secepat kilat dan sampailah dirinya ke sebuah tempat yang terasa asing. Tepatnya sebuah kamar tidur seseorang. Dan didapatinya sosok gadis yang tengah tertidur pulas.             “Kayak siapa ya dia itu?” batinnya dalam hati penasaran dan mencoba untuk mendekatinya.            Didekatinya gadis yang sedang tertidur itu dan terkejutlah Arvita saat melihat ternyata tak lain adalah Liliana. “Liliana? Kok bisa-bisa aku di sini nemuin dia?” gumamnya kembali. Arvita masih terus berdiri di samping Liliana, tak lama setelah itu tiba-tiba dari arah jendela terlihat sesuatu menembus ke dalam kaca dan langsung melesat masuk ke dalam raga Liliana. Meski sempat sedetik sebelumnya sesosok yang wajahnya mirip Liliana itu melirik ke arahnya dan seketika Liliana pun membuka matanya. Arvita yang masih dalam posisi terkejut itupun tertarik keluar menembus kaca jendela dan melesat terbang begitu cepat melintasi ruang dan waktu kembali ke dalam tubuhnya yang sedang tertidur.             SLAP!             Arvita sekejap membuka mata dan terenyak menatap langit-langit kamar dengan kipas gantung yang masih terus berputar-putar.                                                                                       *            Gedung bioskop 21             Lampu gedung dimatikan. Sehingga semuanya menjadi gelap gulita, sedangkan layar bioskop menyala dan dengan suara yang menggema. Tampak di layar tertulis tampilan judul film ‘Danur’. Sebuah film horor yang diadaptasi dari sebuah novel horor karya Risa Saraswati yang menceritakan tentang seorang penulis di mana dirinya sendiri mengalami kejadian aneh dapat melihat makhluk gaib sejak kecil. Dan novel tersebut laris manis bak kacang goreng, sebab itulah sampai diangkat menjadi film bioskop. Liliana yang tak suka membaca kisah horor pun seakan dipaksa masuk ke dalam suasana gedung yang terasa semakin menyeramkan.             Bukannya dia menonton film Danur, tapi melihat sesuatu yang aneh di dalam gedung bioskop itu yang membuatnya harus menutup wajahnya dengan jaket. Pak Ardhan melingkarkan lengannya ke leher Liliana dan berbisik,             “Cobalah kau meresapi jalan ceritanya, imajinasinya bagaimana. Seperti penulis itu yang mengisahkan kisah pribadinya sendiri dengan sangat apik,”             Bergetar tangan dan kaki Liliana, apalagi saat melihat beberapa sosok perempuan bergaun putih melayang-layang di atas atap gedung bioskop. Dalam kegelapan yang dilihatnya, bukanlah film yang dilihatnya itu hanyalah sebatas film yang pelakunya adalah manusia nyata. Tapi beberapa sosok makhluk tak kasat mata yang sedang beterbangan di atas langit-langit gedung. Dan beberapa sosok lainnya yang tengah memeluk penonton dari belakang, semuanya tampak mengerikan. Apalagi saat itu Liliana duduk di pojokan dan melihat sesuatu di hadapannya sendiri. Bangku depannya itu, sesosok makhluk tinggi hitam berbulu lebat tengah berdiri dan menatap Liliana. Wajahnya mengerikan, matanya merah giginya bertaring dan lidahnya panjang.             “Pa…Pak, Pak Ard…ardhan…, di… di dep…depan, a…da…se….setannnn! aargghhhh!!!” Liliana histeris ketakutan dan akhirnya jatuh tak sadarkan diri. Semua orang yang sedang fokus menonton pun akhirnya menoleh ke belakang dan mencari tahu suara teriakan itu datang dari mana.                   Pak Ardhan kaget dan memeluk erat Liliana, menepuk-nepuk pipinya sedang tubuh Liliana mengejang kaku dengan napas yang sesak.             “Liliana, Liliana, sadar! Liliana, kamu kenapa?!” I’m fly away like a bird, I’m fly away like a bird, I’m afraid with the ghost, I’m dying…                                                                                         *                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD