BAB 43 Datangnya Tim Pemburu Hantu

2069 Words
Menggapai mimpi yang tak nyata, bersimpuh di pangkuan langit. Berteriak pada bintang yang diam,tak berkata. Ketika cinta terasa seperti itu, pergilah,pergilah yang jauh. Jangan mengharapkan kehadirannya kelak. Karena dia hanyalah sebuah bayangan cinta,bayangan impian yang semu.                                                                                     *             Kedatangan Ustadz Dayat membuat hati orang tua Liliana gembira, lantaran berharap dan yakin bahwa dia dapat menyembuhkan sakit Liliana. Liliana dibaringkan di atas sofa ruang tamu, di mana kondisinya masih tetap sama dengan pandangan kosongnya. Melihat Liliana, Ustadz Dayat sudah bisa menebak.             “Sawan, dia kena sawan saja,” Ustadz Dayat meminta Pak Sarjo menyiapkan air putih, “Ambilkan segelas air…” Ustadz Dayat menatap wajah Liliana yang tampak seperti orang linglung. “sukmamu lepas sepertinya,” lelaki berpeci hitam itu duduk di samping Liliana dan menyentuh kening Liliana.             Pak Sarjo datang membawakan segelas air putih, “Ini, Pak…,”             Diterimanya segelas air itu lalu dibacakan doa-doa yang yang kemudian air itu ditiupnya sebanyak tiga kali.             “Minumkan ini, saya akan membacakan doa doa pengembali nafs,”             “Doa pengembali nafs? Apa itu?” Pak Sarjo merasa kepo. Baru kali ini dia mendengarnya.             “Nafs adalah sukma atau jiwa-jiwa. Di dalam diri manusia terdapat beberapa sukma, jika kehilangan satu jiwa atau lebih entah itu ditahan oleh jin atau diambil dukun, bisa menyebabkan orang tersebut menjadi linglung dan pandangannya kosong,” jelas sang Ustadz bersiap memulai doanya.             “Apa Liliana jiwanya ditahan oleh jin? Dia tidak ada musuh yang berhubungan dengan dukun,”             “Bisa jadi seperti itu kalau saya lihat tadi, sepertinya ada jin yang menahan sukmanya. Dan saya akan membantu untuk mengembalikan sukma itu ke badannya,”             “Silakan, Pak Ustadz…”             “A’uudzubillaahi minasy syaithaanir rajiim, Inaa fatahnaalaka fat-ham mubiinaa.[1]…” yang kemudian disambung dengan bacaan lain pada Quran surat An-Nasr. Al-A’raf, surat Al-Isra’, Al-Baqoroh[2], yang kesemuanya harus didahului dengan ta’awudz terlebih dahulu. Setelah itu disentuhnya kening Liliana dengan tekanan yang kuat. Dan yang terjadi pada Liliana sesuatu yang mengejutkan. Terlihat nampak dadanya naik ke atas kemudian kembali seperti semua, seakan-akan ada sesuatu yang keluar lalu masuk lagi ke dalam.       Liliana pun sadar. Pandangannya tak lagi kosong, dia menoleh ke kanan dan menatap wajah Ustadz Dayat.       “Anda siapa?” lalu melihat ke samping Ustadz Dayat sosok ayahnya yang bermuka cemas.       “Lili, sudah sadar, Nak?”       “Liliana kenapa?”       “Alhamdulillah, atas izin Allah putri Anda sembuh,” Ustadz Dayat  meraupkan kedua telapak tangan ke wajahnya.       “Alhamdulillah, ucapkan syukur pada Allah, Nak!” Bu Lien berlari dan langsung memeluk anaknya.       “Lili, kamu tidak sadar sejak kemarin,” kata Pak Sarjo.       “Lili kemarin kan sedang di bioskop, sama Pak Ardhan. Pak Ardhan mana?” tolehnya ke kanan kiri, depan dan belakang.       “Sudah, jangan kau sebut lagi nama dia itu,” Pak Sarjo mewanti-wanti Liliana. “dan sudah, tugasnya jangan dikerjakan dulu. Kau harus bersih dulu baru bisa mengerjakan apapun,”           “Tapi,”           “Sudah, sekarang istirahat dulu, nanti kalau sudah baikan. Kamu sholat ya? Sambil berbaring tidak apa yang penting sholat.” Ustadz Dayat memberi nasehat sebelum dia berpamitan. Tampak ketiganya keluar dari ruang tamu dan berbincang-bincang di teras depan. Meninggalkan Liliana yang sendirian dengan pikiran yang entah ke mana-mana.          “Pak Ardhan.” Kadang, jika kita berpikir buruk tentang seseorang,maka kebalikannya adalah orang yang kita pikirkan buruk tak seburuk yang kita kira. Dan,kadang jika kita berpikir baik tentang seseorang,maka,kadang kebalikannya adalah orang itu tak sebaik yang kita kira dan  akan menjatuhkan kita.                                                                                                     *             Apartemen Supermall Mansion             Pak Ardhan absen di hari itu, tidak masuk kantor. Oleh sebab wajahnya masih penuh lebam karena terkena pukulan dari ayah Liliana. Beberapa kali dia olesi area yang memar itu dengan salep pendingin agar tidak terasa sakit dan panas. Pun dia tidak ingin diganggu siapapun, hanya ingin sendiri. Makan pun minta diantar oleh office boy, sebab tenaganya sedang loyo. Beberapa kali dia sempat berpikir tentang khodam macan yang ada di dalam cincin batu akiknya itu. Mengapa tidak berfungsi? Ataukah sudah memilih melawan orang yang pantas atau tidak pantas untuk dilawan. Mengingat orang yang melukainya itu adalah ayah Liliana. Namun, sempat terbesit juga untuk memikirkan ke arah yang lain.             Diambilnya gawai yang ada di atas meja, dia hendak mengirim chat pada teman Liliana yang bisa menggambar sketsa makhluk astral. Dicarinya nama kontak Mas Aden Sketsa. Kemudian dia pun mulai mengirim chat:                                                                               Mas Aden Sketsa                                                                                             | Selamat sore, ini dengan Mas Aden jasa sketsa? |Iya, benar. Dengan siapa ini?                                                                      |Saya bos Liliana, Pak Ardhan. Saya ada perlu sesuatu nih dengan Anda.   |Wah, bos Liliana J senang berkenalan? Ada perlu apa ya, Pak?                                                                         Mas Aden nih bisa terawang khodam ya? |Iya, insya Allah bisa                                                                         |Minta tolong terawangkan khodam saya di cincin batu akik. |OK. Ditunggu sebentar                                                                                       2 minute waiting |OK. Sudah selesai                                                                         |Jadi gimana? |Kosong, Pak. Ga ada isinya                                                                         |Hah? Kosong?  |Iya, yang tersisa hanya energinya saja                                                                            |Bisa dicek kenapa kok jadi kosong? Padahal kemarin itu masih                                                                             ada. Saya ngelawan begal dianya keluar. |Ya, tadi saya lihat sudah kosong. Sepertinya khodam itu dicabut sama dukun                                                                                   |Hah? Dicabut dukun? |Iya, ada yang minta itu biar dihilangkan                                                                                     |Pantas saja, tapi siapa yang ambil |Wah, Bapak ketemu saya aja nanti                                                                                    |Oh ya, oke-oke. Nanti saya atur jadwal ke sana ya? Kirim                                                                                 nomor rekening kamu, saya mau transfer uang buat jasa ini                                                                                    tadi. |Wah, makasih, Pak…               Pak Ardhan mengakhiri pembicaraan. Pun dirinya merasa aneh, siapa orang yang mengetahui tentang hal itu hanya segelintir orang. Dirinya sendiri, keluarga dan satu lagi si Vindy. Kalau keluarganya jelas tidak mungkin, karena mana mungkin mereka mau mencelakai anak atau bahkan saudaranya sendiri. Tapi jika itu si Vindy, masihlah mungkin. Karena sudah beberapa hari ini dia tidak lagi bertemu.              “Vindy, kau kah itu?”                                                                                               *  Rumah di desa Wilangun             Liliana, Pak Sarjo, dan tim pemburu hantu terlihat berdiri di depan rumah tak berpenghuni itu. Tim itu ada lima orang, semuanya dipanggil oleh Pak Sarjo untuk membersihkan rumah dari energi-energi negatif yang mengganggu. Mereka pun sudah membawa peralatan dan juga botol-botol kosong untuk menarik jin-jin belek dan dimasukkan ke dalam botol untuk ditanam.             “Sudah siap, Pak?” tanya Pak Sarjo pada personel Tim Pemburu Hantu yang kelihatannya sudah merasakan sesuatu yang aneh pada diri mereka masing-masing.             “Kau rasa apa, Jo?” si Amir menyenggol si Bejo yang sejak tadi memegang kepalanya.             Si Bejo yang punya perawakan tinggi kurus dan hitam itu menjawab, “Pusing kepalaku, mereka sudah bersiap-siap menyerang kita semua di sini,”             “Iya, aku juga gitu samaan nih, energinya gedeeee bangett!” seloroh si Unyil, namanya Unyil karena postur tubuhnya kecil dan pendek.             “Kamu siap-siap aja masuk, kita berdoa dulu semua,” tukas si Dito yang memimpin keempatnya dengan doa. Sedangkan anggota tim yang satu lagi hanya berdiri diam tanpa berkata-kata. Satu personel terakhir ini dikenal pendiam dan tidak banyak tingkah. Namanya Mahmud, panggilannya Mamud.             “Bismillahirahmanirrahiim…!”             Liliana diminta untuk masuk ke dalam mobil dan tidak ikut-ikutan masuk ke dalam, mereka berdua menunggu di dalam mobil sedang para pemburu hantu itu masuk ke dalam rumah. Dan benar baru saja pagar itu dibuka, kelima-limanya sudah mendapat serangan. Liliana duduk diam tidak mau melihat apapun, dia mengambil headset lalu menyetel lagu kesukaannya. Sementara Pak Sarjo merekam aksi tim pemburu hantu itu dengan video kameranya.             “Semoga kali ini berhasil, aamiin..!” *  Di dalam rumah.             Amir, Bejo, Unyil, Dito juga Mamud berpencar ke semua ruangan. Setelah berhasil menjinakkan si macan tarung penjaga teras depan dengan mengucapkan mantra-mantra penunduk khodam. Akhirnya kelimanya diperbolehkan untuk masuk ke dalam dan hanya akan menarik gaib-gaib negatif yang dirasa mengganggu. Anehnya, ketika itu mereka semua seakan masuk ke dalam dimensi lain serta melihat pemandangan yang tak biasa. Di mana semua terlihat berubah. . Seperti sebuah taman yang besar dan terdapat banyak gubuk-gubuk kecil di dalamnya. Di setiap gubuk itu ada sebuah tanda sebagai pembatas antar satu dengan yang lainnya. Dan semua penghuni astral keluar dari gubuk mereka untuk bersatu melawan Tim Pemburu Hantu.             “Mau apa kalian?” tanya si Kakek  berjubah putih itu menghadang kelima-limanya.             “Maaf, Kek. Permisi, kami diminta untuk membersihkan rumah ini dari astral-astral yang negatif atas permintaan sang pemilik rumah ini. Mereka berdua ada di luar,” jelas si Bejo meminta izin pada si penunggu rumah tersebut.             “Jika kalian mampu, lakukan saja. Tapi saya lebih menghendaki anak perempuan itu yang melakukannya,” tandas si Kakek berjubah putih memberi peringatan.            “Anaknya tidak bisa apa-apa, Kek. Sudah, biarkan kami yang melakukannya. Dan tolong jika Kakek termasuk positif, jangan halangi kami untuk menetralisir tempat ini. Saya akan memindahkan astral-astral yang negatif dan mengganggu saja, selebihnya itu tidak. Biar tetap ada di sini.” Kali ini si Dito yang membalas kata-kata si Kakek jubah putih.             “Silakan,” si Kakek jubah putih menghilang dari tempatnya. Meninggalkan mereka gaib-gaib yang bersiap-siap menyerang.             “Hehehe, bismillahiraahmanirrahiim,” si Amir mengambil sebuah botol plastik besar seukuran satu liter dan mulutnya berkomat-kamit mengucap mantra-mantra penarik jin-jin jahat. Kesemuanya semakin mendekat dan mendekat. Sosok-sosok yang ada di barisan terdepan berpencar ke segala arah dan menyulap taman gaib itu kembali seperti sedia kala.             “Lawanlah kami, kalau bisa!!!” seru si makhluk astral yang bentuknya seperti seekor kalajengking dengan tubuh berbentuk hewan tapi kepala berbentuk manusia.              bersiap-siap menyerang. Pun juga sesosok makhluk bertanduk yang matanya merah, berbulu lebat dan tinggi besar. Tiba-tiba tubuhnya meninggi sampai menembus atap rumah. Amir, Bejo, Unyil, Dito juga Mamud menengadah ke atas dan mereka pun menyiapkan ajian-ajian untuk menyedot sosok Gendruwo yang suka mengganggu.             “Bismillah! Masuk!” si Mamud yang memegang botol itu dan dengan tangkas ketika sosok hitam berbulu itu berhasil tersedot. Dia langsung menyegelnya dengan mantra-mantra pengunci agar tidak bisa keluar kecuali penutup botol itu dibuka.            “Alhamdulillah, yes!” ucap mereka serempak girang saat berhasil memasukkan sosok hitam itu ke dalam botol.             “Keluarkan aku! Keluarkan!” teriak si Gendruwo yang meronta-ronta.             Si Mamud memasukkan botol itu ke dalam tasnya dan bersiap untuk menyedot beberapa makhluk ke dalam satu botol sekaligus. Kali ini para kunti-kunti yang beterbangan ke sana ke mari, beberapa dari mereka lari dan mencoba untuk bersembunyi. Sesosok wanita bergaun putih panjang dengan tawa yang receh dan terkesan mengerikan bagi orang-orang awam. Yang memang tawa itu sengaja untuk menakut-nakuti orang-orang atau penghuni rumah. Botol yang dipegang Dito kini siap bereaksi.             “Khi-khi-khi-khi… khi-khi-khi-khi…”             “Kalian para kunti ayo masuk, bismillah…!” Dito mengeluarkan tenaganya saat menyedot para kunti-kunti yang ketakutan itu semua masuk ke dalam botol. Sekejap, tak sampai lima menit mereka semua berhasil masuk dan tersegel.            “Wah, itu di sana juga ada kurcaci sama anak-anak kecil berlarian. Ayo kita tangkap juga!” Unyil menyiapkan botol ketiga dan dengan memakai ajian yang sama menangkap dedemit-dedemit nakal. Semua pun berhasil dimasukkan ke dalam botol.             Botol yang ada di dalam tas mereka pun terasa panas, karena energi mereka benar-benar negatif.             “Yang sisanya, mereka tidak mengganggu. Kita biarkan saja, okelah. Sudah selesai semua. Mari kita taburi setiap sudut ruangan itu dengan garam kasar.” Mereka berlima berpamitan pada penduduk astral yang tetap tinggal dan keluar dari dalam rumah.             “Habis ini kita makan-makan,” seloroh Dito mengusap-usap perutnya yang sudah berbunyi. Kelima-limanya keluar dan duduk di kursi teras rumah.             Mahmud keluar rumah dan menemui Pak Sarjo yang baru saja keluar dari mobil dan berjalan menghampirinya.             “Bagaimana, sudah beres?” tanya Pak Sarjo penasaran.             Mamud memberikan kode bahwa aksi kelimanya telah sukses sambil menunjuk ke beberapa botol plastik yang ada di dalam tasnya.             “Beres, tinggal ditanam saja,” ujarnya.             Pak Sarjo mengeluarkan sebuah amplop tebal berisi uang dan diberikan pada si Mamud sebagai bayaran atas jasa mereka menetralisir rumahnya. Agar terbebas dari gangguan-gangguan makhluk astral.             “Terima kasih banyak ya?!” Pak Sarjo menepuk-nepuk bahu mereka berlima sebelum semuanya keluar dari rumah. Dan rencananya setelah ini, minggu depan rumah ini akan ditempati oleh Liliana. Mereka semua memutuskan untuk kembali menempati hunian lama setelah ditinggal selama beberapa tahun lamanya.             Di dalam mobil. Liliana terlihat resah nan gelisah, , apalagi saat sebelumnya dia melihat sosok kakek gaib itu muncul di hadapannya tiba-tiba. Dengan menampakkan raut muka sedihnya. Pertanda sebenarnya kakek gaib itu tidak menyukai tindakan yang dilakukan oleh tim pemburu hantu tersebut.             Maafkan aku, Kek. Aku tidak tahu harus bagaimana…             Esok, yang terjadi pun aku juga tidak tahu …             Kuserahkan semua pada Allah Ta’alla                                                                                                     *                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            [1] QS. Al Fath(48): 1 [2] QS. An-Nasr (110):1, QS. Al-A’raf (7): 89 dan QS. Al-Isra’ (17): 80-81                                                                                                                                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD