BAB 65 Bulan Datang di Malam Hari

434 Words
Bulan datang di malam hari, Gelap gempita tak ada cahaya, Mentari terbenam di kaki senja, Redup tak menggema …       Sesuatu sulit diterka,       Apakah itu?       Cinta?       Benarkah cinta?         Liliana memandangi foto yang dikirim oleh tunangannya, Pak Ardhan selepas keduanya telah sampai ke rumah masing-masing. Mengingat  mahar perhiasan itu dibawa kembali oleh Pak Ardhan dan akan diserahkan sebagai seserahan saat ijab kabul pernikahannya nanti. Selama dalam perjalanan pulang, Liliana hanya diam melamun saja. Mengingat detik-detik saat Roki hendak berlalu pergi meninggalkannya dengan meninggalkan senyum penuh arti. Senyum  yang menyiratkan banyak makna. Tapi bagi Liliana, senyuman terakhir pertemuan itu seperti senyuman tidak suka atas kehadiran Pak Ardhan yang berdiri memeluknya di belakang. Déjà vu pun dimulai, selama di dalam mobil Liliana pura-pura tidur padahal dia sedang mengingat cerita pertemuan pertamanya dengan Roki yang membuat hatinya berbunga-bunga. Si pemuda bertopi putih dengan logo nike yang selalu dipakainya saat ada di kampus. Pun juga ketika dia sempat mencuri-curi pandang saat keduanya tengah berpapasan atau menunggu jam kuliah masuk. Hal-hal kecil semacam itulah yang membuat Liliana sebelum memutuskan untuk keluar meninggalkan kampus selama-lamanya, lantaran mendengar kabar kalau Roki akan segera masuk ke jenjang skripsi, itu artinya dia tidak akan pernah bertemu lagi di kampus. Pikir Liliana buat apa datang ke kampus jika tidak ada seseorang yang menjadikannya semangat.       Sampai suatu malam sebelum Liliana benar-benar memutuskan untuk keluar dari kampus, dia menyatakan perasaannya lebih dulu pada Roki. Dan ternyata perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan saja. Tidak lebih dari pertemanan biasa, atau sebagai teman curhat saja. Pun ternyata, juga banyak perempuan-perempuan lain yang menyukai si Roki. Dirinya apalah, hanya seperti gumpalan kapas kecil saja. Kapas kecil dekil dan tidak laik untuk si Lelaki Pelaut itu. Koma tanpa titik. Dunia tanpa koma, terus berjalan tak pernah menemukan tanda titik. Berputar-putar terus seperti perasaannya yang kacau di malam ini.     “Gimana, besok Mamaku mau ajak kamu buat fitting baju pengantin, besok saya jemput kamu bareng ke kantor, Mama datang ke kantor sama Tante Linda. Oke!" ucapnya sebelum panggilan itu berakhir. Entah, tiba-tiba air matanya menitik pelan membasahi pipinya, ya … dia ingin mandi saat ini, guyuran air shower pasti mampu untuk mendinginkan suasana. Sementara semenjak tadi pintu kamar diketuk tapi tak ada jawaban dari dalam. Ya, Liliana akan menangis, menangis di dalam kamar mandi. Itu seperti saat dirinya menangis setelah perasaannya ditolak mentah-mentah oleh lelaki yang sama. Menangis sehabis-habisnya, sedih, sesedih-sedihnya. Sampai hatinya hancur berkeping-keping tak bersisa. Fitting baju pengantin? Pernikahan ini, bukan atas kehendaknya. Liliana menyingkap tirai jendela dan menyaksikan bulan purnama penuh seakan sedang menatapnya sedih. Menangislah, jika itu yang kau ingin, Menangislah, jika itu yang bisa menenangkan hatimu,             Liliana…                                                                                 *                                                            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD