BAB 9 Bos yang Mabuk

2000 Words
Sesosok lelaki berkemeja putih yang sudah kisut itu tampak berjalan terhuyung-huyung sambil menggenggam sebotol wine di tangannya. Dia mabuk, sampai harus dipapah oleh satpam apartmen dan dibantu masuk sampai ke lobi apartmen. Pada setiap langkahnya, lelaki itu tak habis-habisnya meracau. Tidak jelas apa yang dikatakannya semua amburadul. Terkadang malah tertawa-tertawa sendiri dan berteriak.             “Saya bantu masuk ke dalam, Pak,” pinta si Satpam, tapi alih-alih permintaan itu diterima. Pak Ardhan malah mendorong si Satpam sampai terjatuh.             “Jangannn … pegang-pegang saya! Jangan! Kemeja ini harganya mahal, nanti kotor! Tahu tidak? Hahaha…, semua orang di dunia ini bodoh, tidak membawa keuntungan! Semuuuaaaaa … orangggg… pergi dari sini!” Pak Ardhan mengusir semua orang yang mengelilinginya. Dan memaksakan diri untuk masuk ke dalam lift sendirian dalam kondisi mabuk. Tapi, salah satu pegawai penunggu lift membantunya naik ke lantai atas sampai berhenti di depan pintu apartemen, lalu pergi meninggalkannya sendirian. Tubuhnya masih sempoyongan, kepalanya menempel di pintu apartemen sedang tangannya sibuk menekan tombol password masuk ke dalam kamar apartemennya. Beberapa kali salah memasukkan password sampai dua kali, Pak Ardhan pun jatuh ke lantai tertawa-tawa sendirian. Meracau tak jelas. “Liliana de Frank!”                                                                                     *             Liliana membuka akun twitter penerbitan dan juga akun twitter CEO-nya. Terlihat foto-foto penulis pendatang baru yang baru saja dikenalkan ke publik lewat akun twitter pribadi Pak Ardhan. Padahal selama ini, hanya dirinyalah seorang penulis kesayangan Pak Ardhan karena telah membawa harum nama penerbitannya selama ini. Melihat sesosok penulis wanita tersebut. Entah, mendadak panas hati Liliana, membara. Dadanya naik turun, nafasnya tersengal-sengal. Liliana tidak rela jika posisinya direbut oleh orang lain. Bagaimanapun juga, dia harus tetap bertahan pada tempatnya.             Tapi, menulis novel mistis itu berat. Lagi-lagi Liliana merasa putus harapan, apa yang harus dia tulis tentang itu? Dunia setan? Pocong, kuntilanak, dan sebangsa lainnya? Dengan menggambarkan raut-raut wajah seram dan jeleknya?             “Tidak!!!” pekiknya sendiri. Liliana beranjak dari kursi dan memutuskan untuk keluar rumah, pergi menuju ke suatu tempat. Dia ingin memohon kalau bisa, jika boleh. Satu-satunya jalan baginya adalah memohon pada Pak Ardhan untuk membatalkan niat itu dan menggantinya dengan jenis tema novel yang lain. Atau jika bisa, dia rela menjadi asisten Pak Ardhan seumur hidup untuk membayar kerugian penerbitan daripada menyanggupi untuk menulis novel mistis itu.             SREK…SREK…SREK… Dengan langkah agak gontai, Liliana yang berdiri menunggu kedatangan taksi dan menundukkan kepalanya semenjak keluar dari dalam kamar. Tasnya pun dijuntaikan ke bawah. Malam itu jam sudah menunjukkan pukul 22.00.  Melewati jam seharusnya seorang perempuan keluar dari rumahnya untuk suatu kepentingan. Panggilan dari ibundanya pun tak digubrisnya saat masuk ke dalam mobil taksi. Kendaraan itu pun melaju meninggalkan keheningan malam yang terasa sunyi dan sepi. “Ke mana nih, Mbak?” tanya si Driver itu menoleh ke belakang. “Apartemen Supermall Mansion,” “Baik.”                                                                             *  Pintu lift terbuka. Dengan langkah agak gontai Liliana keluar dari dalam lift menuju ke apartemen CEO-nya. Sebenarnya lututnya melemas, hampir-hampir dia tak kuasa untuk meneruskan langkahnya. Sesak di d**a, lidahnya kelu. Karirnya di ujung tanduk, sementara dirinya tidak tahu harus melakukan apa. Tiba dirinya mematung saat melihat sosok lelaki itu tengah duduk bersandar di depan pintu apartemennya.             “Pak Ardhan?” Liliana bergegas mengangkat tubuh Pak Ardhan untuk berdiri. “Kenapa tidak masuk?”             “Oh, Lili?” Pak Ardhan mengeryipkan matanya, memastikan apa benar wanita yang disampingnya itu memang Liliana.             “Ya,”             “Lili, bantu aku masuk. Aku lupa passwordnyaaaa, ehm, kamu cantik…” katanya dengan suara mabuk dan meracau.             “Ta…tapi, saya tidak tahu passwordnya, Pak…,” Liliana menoleh ke sekeliling barangkali melihat seorang petugas hotel yang melintas. Tapi tak terlihat siapapun, dan tentu saja malam ini sudah agak larut.             “Tanya Demy,”             “Tapi ini sudah malam, pasti dia sudah tidur,”             “Kau telpon saja,”             “Baik, Pak…” Liliana mengambil gawainya dan menekan nomor Demy, sekretaris Pak Ardhan. “Jadi, Demy tahu passwordnya berarti Demy pernah ke sini juga?” gumam Liliana menahan rasa kesal. Tapi namanya CEO pasti tak jauh-jauh dari hal itu. Terlibat affair dengan bosnya sendiri.             TUTT…TUTT…TUTT..  Tidak ada sahutan, tapi panggilannya terus berdering. Liliana menutup panggilan dan meletakkan kembali Pak Ardhan bersadar di depan pintu kamar apartemennya.             “Kamu mau ke mana?”             “Tunggu, Pak…, saya turun ke lobi dulu untuk minta bantuan Resepsionis dulu, tunggu di sini…” Liliana bergegas menekan tombol lift turun dan masuk ke dalam. Meninggalkan sosok lelaki itu yang kembali asyik menenggak sebotol wine-nya.      “You tell me that you need me Then you go and cut me down But wait,you tell me that you’re sorry Didn’t think i’d turn around and say It’s too late to apologize…, Lilianaa!”                                                                                              *  Pukul 23.30 wib- Rumah Pak Sarjo             Ekspresi wajah Pak Sarjo terlihat cemas bukan kepalang. Bersama dengan istrinya mereka berdua menunggu kepulangan Liliana dengan berdiri di tengah jalan depan rumahnya. Malam sudah semakin larut tapi tak nampak tanda-tanda mobil taksi yang berjalan mengarah ke alamat rumah Pak Sarjo.             “Ke mana dan kenapa anak itu?”             “Dia stres, Pak?”             “Kalau stres ya sudah tinggalin saja dunia tulisan-tulisan itu. Cari pekerjaan lainnya, masih banyak kan?”             “Tapi anak kita yang satu ini suka bercerita,”             “Lha bosnya saja mata duitan gitu, nggak laku kok marah-marah. Kurang sedekah itu bos Liliana, memangnya anak kita ini pembawa rejeki terus buat dia?”             “Sudah, Pak. Kita tunggu di sini saja…”             “Anak cewek kok keluar malam-malam,”             “Dia nemuin bosnya, siapa tahu bisa dibatalin rencana itu. Liliana tidak mau mengingat lagi masa kecilnya dulu. Kalau itu dibuka lagi, akan terbuka semuanya.” Ujar Bu Lien resah juga.             “Biar Bapak saja yang jaga di sini, masuk saja Bu. Nanti masuk angin.”                                                                                 *             Dipapahnya tubuh lelaki itu setelah petugas apartemen membantu membukakan pintu kamar. Liliana merebahkan tubuh Pak Ardhan di atas kasur  dan meletakkan sebotol wine yang diminum bosnya di atas meja. Sungguhpun, kondisi CEO yang terlihat mengenaskan, benar-benar teler.             “Pak, kalau gitu saya tinggal pulang saja. Sebenarnya, sebenarnya saya mau bicara sama Pak Ardhan,” Liliana melirik jam tangannya dan terkejut saat melihat waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Kepikiran juga yang lagi ada di rumah, pasti sedang resah menantinya pulang.             “Liliii…!” Pak Ardhan mengigau memanggil-manggil namanya.             “Saya di sini, Pak,”             “Kerjakan novel itu, kalau tidak aku akan mengganti posisimu dengan si Vindy,”             “I See,”             “Kalau gitu cepat kerjakan~~~…”             “Tidak,”             “Kenapa~~~? Kau sudah hampir buat saya bangkrut, Lili…!”             Liliana terkesiap diam, kepalanya tertunduk. Dia pun memutuskan untuk beralih dari bosnya tapi rupanya, tiba-tiba Pak Ardhan menarik tangan Liliana dan menjatuhkannya tepat di atas tubuh Pak Ardhan. Seketika karena posisi jatuh yang tiba-tiba akhirnya bibir Liliana pun mendarat di bibirnya Pak Ardhan. Liliana hendak melepaskan diri tapi Pak Ardhan menahan tubuhnya dan malah memeluknya erat. Dalam hitungan detik pun bibir mereka yang saling bersentuhan itu malah dilumat-lumat oleh Pak Ardhan.             “Eh, Pak… ehm, jangan!” berontak Liliana berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan CEO-nya yang sedang mabuk.             “Aku ingin mencumbumu lagi untuk yang kedua kalinya Liliana. Tolong jangan kau lepaskan ciumanku ini. Aku mencintaimu…” ciuman Pak Ardhan semakin menjadi-jadi, Liliana ketakutan setengah mati. Sedang Pak Ardhan mulai menggerayangi tubuh Liliana, menarik resleting baju Liliana hingga terlihat gunung kembarnya yang terbungkus oleh bra berwarna hijau muda.             “Pak, Anda gila!”             PLAK!             Tamparan keras pun mendarat di pipi lelaki itu sampai membekas telapak tangan merah Liliana.             “Lili kau! Beraninya kau!”             “Anda mabuk! Kedatangan saya di sini adalah untuk bernego dengan Anda, Pak. Saya…saya tidak bisa menulis novel gaib!” tukas Liliana kesal sambil menarik kembali resleting bajunya yang terbuka.             Pak Ardhan beranjak dari kasur dan berdiri di hadapan Liliana, dia memojokkan Liliana sampai bersandar ke dinding.             “Anda mau apa, Pak?”             “Menciummu sampai habis,”             “Apa?”             Tak ada hitungan detik bibir Pak Ardhan kembali melumat bibir Liliana, tapi Liliana tetap bersikeras menolaknya. Kali ini Pak Ardhan pun mendaratkan kecupannya di leher Liliana.             Liliana berusaha memberontak dan berteriak tapi lagi-lagi Pak Ardhan menghabisi bibirnya agar tak sampai bisa berteriak.             “Diamlah! Kau bisa membayarnya dengan tubuhmu kalau begitu,”             PLAK!             Wajah murka Liliana semakin menjadi-jadi. Tatapannya bak seekor singa yang hendak menerkam dan membunuh lawannya. Bibir Liliana bergetar hebat, begitu pula dengan dadanya yang naik turun karena emosi.             “Dengar Pak, Anda tidak bisa membeli atau menukar harga diriku dengan apapun! Jika memang tidak ada pilihan lain, baik! Saya akan mengerjakan tugas dari Anda. Tapi ingat, Pak. Segala resiko yang terjadi pada diri saya, Anda-lah yang harus bertanggung jawab. Titik!” Liliana mendorong tubuh Pak Ardhan sampai terjatuh ke lantai. Kemudian dia pun bergegas keluar dari dalam ruang apartemen bosnya dan membanting pintu dengan keras             BRAK!             Sedang lelaki itu kembali meracau, “Liliku sayang, kenapa kau pergi…, oh bunga…!”                                                                                     *          Malam purnama kelima belas. Cahaya bulan purnama menerangi gelapnya bumi, meski di jalanan masih terlihat banyak orang berlalu-lalang pada kehidupan malamnya. Pekerja-pekerja malam yang bergegap gempita dengan lampu-lampu malam. Sederet kupu-kupu malam bergaun hitam dan menarik perhatian lelaki jalang pun menghiasi kota. Sedang dia, yang terdiam dengan pandangan kosong melihat ke sisi jendela sambil terisak-isak. Beberapa kali sempat mengusap bibirnya yang masih membekas kecupan dari bosnya. Sungguh muak, meski Liliana menyukai Pak Ardhan. Tapi sekali lagi, Liliana tidak suka dengan kebiasaan yang satu itu. Dia tidak suka dengan paksaan atau dalam keadaan mabuk. Meski saat di kamping dulu Pak Ardhan menciumnya untuk pertama kali. Tapi situasinya lain, dia tak bisa bergerak sama sekali. Disandarkannya kepala ke kaca jendela dan Liliana mengambil gawainya. Baru saja dinyalakan sudah berbunyi tanda notifikasi pesan di w******p-nya.             Ayah:             Lili, kamu ke mana? Kenapa belum pulang?             Lili, Ayah menunggumu di depan rumah.               Taksi pun kini berbelok masuk menuju komplek rumah Liliana, dan tak jauh di sana terlihat sesosok lelaki bertubuh tegap tengah berdiri di tengah jalan tepat di depan rumahnya. Liliana tak kuat menahan tangisnya. Berderai. Liliana keluar dari dalam taksi dan memandangi seraut wajah ayahnya yang diam terkaku. Sedang bibir Liliana bergetar, air mata tak henti-hentinya menetes.             “Lili, kamu baik-baik saja, Nak?” Pak Sarjo menghampiri Liliana yang masih berdiri diam terpaku menatapnya. Melihat baju Liliana sudah tak rapi lagi, Pak Sarjo memeluknya erat. “Sungguh, engkau sangat berharga di mata Ayah. Keluar saja dari penerbitan itu, dan Ayah akan berusaha membayar kerugian atas bukumu itu, Nak. Daripada kamu diperlakukan seperti ini olehnya.” Ujar Pak Sarjo tak kuat melihat tangisan anak perempuannya.             “Tidak, Yah. Lili bisa, Lili bisa meski harus membuka kembali tabir kisah masa lalu.”                                                                                             *  Dear diary, Kau tahu, aku tahu ini berat. Tapi, bagaimanapun juga aku harus menyelamatkan posisiku dan terus bertahan. Sekian lama aku belajar dan terjun di dunia ini, apakah harus terus menghindari kegaiban jika memang suatu hari itu semua menjadi takdirku. Mau tak mau aku harus bisa mengerjakan tugas ini, meski aku harus mengalami mimpi-mimpi buruk. Sejenak akan kupersiapkan diriku sekuat-kuatnya.   Kau tahu, Allah tidak pernah tidur. Dia-lah yang menyusun semua ini dengan kitabNya. Bahwa diriku dan kisahku semua sudah tertutlis di Lauhul Mahfuz hingga sampai daun terakhir lepas dari ranting dan jatuh ke tanah merah. Aku percaya bahwa takdir sudah ditentukan sejak dulu. Apapun ini aku tidak bisa menghindarinya, dan sepertinya aku mendapatkan kekuatan untuk bisa meraih semua ini. Gaib, tidak semua orang mendapatkan pengalaman ini. Jika mengalami pun pasti sebelumnya ada kisah-kisah yang mendahului di masa lampau. Oleh leluhur-leluhur yang juga menekuni dunia gaib. Dan pasti Allah lebih tahu semuanya, segala rahasia di masa lalu yang mungkin akan terkuak satu per satu..   Termakhtub, termakhtub dan termakhtub Allah telah menentukan takdir bagi semua makhluk 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Sedangkan Arasy Allah ketika itu di atas benda cair.[1]    [1] Hadits Shahih-Muslim. Kitab Qadar-1841                                                                      [1] Hadits Shahih-Muslim. Kitab Qadar-1841                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD