BAB 38 Cerita Si Kakek Gaib

1433 Words
-Anak-anak kecil yang sendirian itu, Ada pendamping-pendamping yang tak terlihat, dan menjaganya ke mana-mana.-             Gadis kecil itu berdiri diam di sisi pintu kelas 1A.  Jam sekolah usai lebih awal lantaran guru kelas 1b ada rapat di luar. Jadi murid-murid dipulangkan dua jam sebelumnya. Gadis kecil itu tak suka ada acara dadakan, apalagi pulang lebih cepat. Sebab jarak antar rumah dan sekolahnya lumayan jauh untuk anak sekolah seumurannya-2,5 kilometer. Apalagi dia diantar pulang-pergi oleh si Babang beca. Pasti akan selalu tepat waktu, jemput ke rumah setengah jam sebelum jam masuk, dan jemput ke sekolah setengah jam sebelum jam pulang juga.     Nama gadis kecil itu, Liliana. Usianya baru saja menginjak 7 tahun. Dan kini dia tengah berdiri sendirian di sisi pintu kelas 1A. Bola matanya mulai berkaca-kaca, tangisnya dialihkan dengan memain-mainkan sepatu hitamnya yang mungil. Sesekali dia beranjak turun ke bawah untuk bermain ayunan, sendirian. Semua teman-temannya sudah pulang. Murid kelas 1B hanya tinggal dirinya seorang.         "Kok belum pulang, Nak?" celetuk guru kelas 1B yang baru saja keluar dari dalam kelas dan menepuk pundaknya.         "Nunggu jemputan, Bu."         "OK, jangan pulang kalau belum dijemput ya?!"           Satu jam pun terlewati, kaki Liliana sudah mulai kesemutan. Entah datang dari mana, dirinya seakan mendapatkan keyakinan untuk memilih pulang sendiri. Sambil menahan tangis, gadis itu menundukkan kepalanya terus. Agar tidak ada yang tahu kalau dia sedang menangis. Jalan depan sekolah itu termasuk jalan besar, dan Liliana agak takut untuk menyeberang jalan. Seperti ada tepukan di pundak kanan memberikan rasa yakin agar dia mau terus berjalan. Seorang gadis kecil, tubuhnya kecil dan penakut akhirnya melanjutkan perjalanannya. Dia mulai belajar menghafal jalan tiap kali si Babang beca mengantarnya pulang. Melewati jembatan yang dibawahnya sungai kecil, konon kabarnya ada buaya penjaga sungai di bawah jembatan itu yang suka memakan anak kecil.         Liliana takut dan akhirnya berjalan di pinggir-pinggir saja tidak ke tengah, apalagi ada yang berlubang. Takut terperosok. Imajinasi gadis itu terlalu tinggi. Cerita-cerita dari kakak dan teman-temannya membuat nyalinya ciut di tengah perjalan. Tapi sekali lagi dia mendengar suatu bisikan di telinganya.         Terus saja, jangan takut.            Sebentar lagi sudah sampai ke rumah.         Ya, seorang gadis kecil duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Tidak ada yang menjemputnya saat itu, dia benar-benar sendirian.         "Lili? Lilii pulang kok jalan kaki, Nak? Mana Babang beca?" Bu Lien, ibunda Liliana terkejut saat melihat anak perempuan paling kecilnya pulang ke rumah jalan kaki sambil menangis sesenggukan. Dipapahnya gadis kecil itu yang kelelahan berjalan kaki, dan tak henti-hentinya menangis.                                                                                             * "Lha iya, kok bisa anak sekecil ini bisa pulang sendiri jalan kaki. Ya ndak nyasar gitu lo, Jeng," kata Bu Lien  saat tengah berbelanja sayur bersama ibu-ibu tetangga lain. "Pinter, Jeng itu anaknya. Ada yang njaga biasanya," seloroh ibu tetangga sebelah, Bu Pranoto. "Yang njaga?" Bu Lien mengernyitkan alis. "Iya, penjaga gaib," sambung Bu Pranoto. "Ah, Jeng ini ngomong apa?" "Lha anak kecil di mana-mana masih dijaga sama Malaikat, Jeng."                                                                                         *   #Pendamping_gaib         Kakek berjubah putih itu mendengar salah seorang dari cicitnya membutuhkan pertolongannya. Sedetik itu pula dia sampai ke alamat tujuan. Kecepatannya datang dari tempat yang jauh, dan kini ada di samping si gadis kecil yang sedang menangis.         "Kamu sendirian lagi, Nak." si Kakek melihat ke sekelililing di mana tak ada yang memperhatikan gadis kecil bernama Liliana itu. Kasihan, gumam si Kakek. Melihat gadis kecil itu memain-mainkan sepatu hitamnya yang mungil.         "Aku akan membantumu, Nak." Ditepuknya pundak Liliana pelan, memberikan keyakinan pada gadis kecil agar mau melangkah pergi meninggalkan sekolah. Meski harus berjalan kaki, ditanya rumah pun tidak tahu harus menjawab apa. Yang dihafalnya cuma posisi jalan yang sering dilewatinya.         Kakek penjaga itu memutuskan untuk lebih memprioritaskan penjagaannya pada Liliana. Sebab dia bisa melihat ke depan bahwa gadis kecil itu akan tetap sering sendirian. Dia berjalan tepat di belakang si gadis kecil yang ketakutan berjalan di tengah jembatan. Jembatan yang berlubang itu tidak ada yang berani melewatinya, termasuk Liliana. Si Kakek penjaga terus membimbingnya sampai gadis itu benar-benar aman. Dunia ini menjadi teramat asing untuk gadis sekecil dirinya, berkumpul dengan banyak orang di jalanan. Si Kakek penjaga membuat pandangan orang-orang yang berniat jahat di sekitar Liliana itu tumpul. Kembali dia membelokkan Liliana ke kanan dan terus mengarahkan jalan mana yang harus dilalui. Terkadang kepolosan si gadis kecil membuat Kakek penjaga gemas. Lantaran dia sering ngoceh-ngoceh sendiri entah dengan siapa.         “Aku nggak mau sekolah di situ lagi.” Begitulah kata-kata yang selalu didengar oleh si Kakek penjaga. Tapi, Kakek penjaga hanya bertugas menjaga saja tidak ikut mencampuri urusan perjalanan hidup anak atau orang yang dijaganya karena itu bukan ranahnya.         “Sudah sampai, Nak.” Kata si Kakek penjaga berdiri di luar pagar rumah orang tua Liliana. Dan melihat sang ibunda terkejut saat tengah melihat anak perempuan kecilnya berdiri menangis sesenggukan. Kakek itu berdiri di sisi pohon dan melihat sekitar, dia merasa bahwa di Desa Wilangun itu banyak sekali dihuni makhluk gaib yang suatu hari akan berpengaruh di kehidupan si gadis kecil. Nak, aku akan terus menjagamu sampai kau dewasa nanti.                                                                                                 *          Tak ada dari seminggu, si gadis kecil mengalami hal yang sama lagi. Dan parahnya, siang hari itu...           “Hujan?” Liliana bersama dengan beberapa teman lainnya keluar dari dalam kelas. Tampak dari luar pintu semua orang yang menjemput anak-anak mereka sudah datang. Liliana menoleh kesana kemari mencari sosok ibundanya. Tak nampak sekalipun wajah sang ibunda, sementara hujan begitu deras mengguyur. Babang-babang beca sudah siap sedia mengantar mereka pulang. Ada yang sibuk memakaikan anaknya jas hujan, ada yang berlari cepat memakai payung. Satu per satu sudah pulang, kembali Liliana berdiri sendirian di sudut pintu. “Lagi-lagi…” keluhnya sambil menundukkan kepalanya. Hujan di siang hari itu sangat lebat, yang dinanti pun tak kunjung datang. Lapangan sekolah pun banjir. Bagaimana dia bisa turun ke bawah? Hatinya menangis, sudah saja. Si gadis kecil berdoa agar suatu hari dia tidak lagi datang ke sekolah ini. Tidak sanggup menahan rasa sendiri kala-kala mendapatkan hari buruk yang tak pernah diharapkannya.           Tiga puluh menit pun berlalu. Sepatu Liliana lepas satu dan hanyut saat dia mencoba untuk turun ke bawah. Beruntung saja Babang beca datang di waktu yang tepat. Babang beca melambai-lambaikan tangannya pada Liliana memberitahu kalau dia sudah datang meski masih ada di depan pintu gerbang. Lega hati gadis kecil itu meski dalam hati dia berharap besok jangan lagi ke sekolah untuk selama-lamanya.                                                                                     * #Pendamping gaib                              Kakek itu berdiri di belakang kursi yang diduduki Liliana, dia memperhatikan terus tingkah laku si gadis yang lucu. Teman sebangkunya si gadis berkulit cokelat itu nampak akrab dengan Liliana. Liliana adalah gadis yang periang dan suka berlarian, nilai-nilai ulangannya pun bagus. Tapi, rupanya awan mendung mulai mengitari langit sekolah. Sedikit ada rasa cemas si Kakek yang semenjak tadi mengamati awan-awan hitam yang berjalan berarak.           “Sebentar lagi hujan,” kata si Kakek. Kata-kata Kakek sempat membuat Liliana melihat ke belakang. “Gadis kecil, Kakek akan mengamati keadaan di luar dulu.” Kakek berjubah putih itu keluar dari dalam kelas menuju teras depan kelas 1b. Terlihat banyak orang tua murid sudah menjemput lebih awal. Si Kakek mencari ibunya Liliana, tapi tidak mungkin ibu Liliana menjemput. Sudah terlalu sibuk dengan anak-anaknya yang lain. Dicarinya si Babang beca juga tidak nampak di luar. Hujan pun mulai turun dengan derasnya, anak-anak pun berteriak sambil keluar dari dalam kelas mereka masing-masing. Kakek penjaga itu kembali mendampingi Liliana yang terlihat bergegas memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Nampak dari raut wajah si gadis terlihat cemas. Hujan pertama pada pertengahan Desember. Si Kakek berjubah putih melihat Liliana menundukkan kepala. Jika sudah begitu pastilah menangis. Dia pun menengadah ke arah langit dan seakan mendengar sesuatu hal bahwa tak akan lama lagi akan ada kejadian besar yang mengubah hidup si gadis kecil untuk selama-lamanya.           “Tenanglah, Nak. Tak akan lama lagi kau sekolah di sini. Langit tak bersahabat denganmu di sini, Tuhan akan mengubah semua ini.”           Dan si Kakek itu pun mengikuti Liliana selama dalam perjalanan pulang. Gadis kecil itu suka sekali mengintip ke luar ketika Beca ditutup dengan penutup plastik agar air hujan tidak sampai mengenai si penumpang. Tapi, namanya Liliana dia selalu merasa penasaran. Si Kakek melihat gadis kecil itu mengintip dan membuka plastik pembungkus, pandangannya mengarah pada sisi jembatan yang dibawahnya ada sungai kecil. Kebetulan beca itu sedang berhenti karena ban sepeda belakang gembos. Si Kakek pun berdiri di samping Liliana tanpa sepengetahuan gadis kecil itu sendiri. Terus saja menatap ke arah sungai dan bergumam.           “Apa nanti si buaya itu naik ke atas jalan sini? Dan memakan anak-anak? Hiiiy…!” Liliana secepat kilat menutup plastik pembungkus dan ketakutan seorang diri. Si Kakek penjaga pun tersenyum melihatnya. Imajinasinya sungguh luar biasa. Dan beca pun kembali berjalan menikmati guyuran air hujan. Siang hari itu, terasa dingin, cuaca mendung dan terasa riuh.                                                                                     *    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD