BAB 17 Di Depan Pintu Gerbang Aku Menanti

1439 Words
Padepokan             Tepat di depan pintu gerbang Padepokan Meditasi Tunggal, Liliana berdiri mematung sambil memandangi tulisan nama itu. Sebuah Padepokan yang sederhana, tidak seperti bayangannya sebelum dia datang dan sampai. Liliana melihat ke sekeliling dan mencari-cari orang yang terlihat di sekitar Padepokan, barangkali si Penjaga gerbang yang terlihat sedang asyik bermain dengan telapak tangannya sendirian. Liliana melambai-lambaikan tangan ke arah Penjaga gerbang itu agar menghampirinya dan dizinkan masuk ke dalam.             “Kek, Kakek!” panggil Liliana menatap ke arah lelaki itu yang masih saja sibuk bermain dengan telapak tangannya bersama dengan angin.             Tapi sayangnya, suara Liliana seakan tidak terdengar. Penjaga gerbang itu baru melihat saat telapak tangan kanannya mengarah tepat ke Liliana. Lirikan matanya tajam melihat kedatangan Liliana. Dia pun beranjak dari kursi dan menghampiri Liliana.             “Ya, cari siapa?”             Liliana memperhatikan dengan seksama garis demi garis wajah lelaki tua itu dengan udeng khas Jawa berwarna hitam melingkar di sekitar kepalanya. Liliana melemparkan senyumnya yang manis.             “Maaf, saya cari Kakak Tirta,”             “Kakak Tirta, maksudmu Mbah Tirto atau siapa?”             “Iya, Kakak Tirta. Saya manggilnya Kakak kok, bukan Mbah, gitu hihihi…”             “Oh ya, apa sudah ada janji?”             “Sudah,”             “Ada buktinya?”             Dengan memasang wajah polos, Liliana menyodorkan bukti chating bahwa dia sudah ada janji sebelumnya.             “Ini, kalau nggak percaya,”             Gawai itu diberikan pada si Penjaga gerbang agar percaya. Tapi lelaki itu malah mengembalikannya.             “Sudah, tidak perlu. Masuk saja, tapi Master sedang keluar. Tunggu saja di dalam ya!” pinta si Penjaga gerbang.             “Oh ya, siapa nama Kakek?”             “Saya, panggil saja saya Kakek Darmo. Saya cantrik di Padepokan ini.” *   #TIRTA             Namanya Tirta Adiwijaya. Orang-orang Padepokan memanggilnya Mbah Tirto. Usianya baru melewati tiga puluh tahun tapi sudah waskita dalam hal keilmuan suprantural. Menjadi seorang guru di Padepokan menjadi prioritasnya saat ini. Pun selain mengajari murid-murid Tirta juga membantu dalam bidang pengobatan non medis. Seperti belajar tentang bagaimana menangani orang yang terkena santet, teluh dan kasus black magic lainnya. Lusa kemarin, dia diminta oleh salah seorang rekannya dari Surabaya, Cleon untuk dikenalkan pada Liliana yang sedang membutuhkan bantuan perihal dunia gaib. Jadi, Tirta memintanya untuk lekas datang sesuai jadwal yang telah ditentukan.             Sepulang dari rumah seorang kerabat dalam membantu menangani masalah non medis, Tirta kembali mengaktifkan gawainya dan ternyata menerima banyak sekali notifikasi pesan yang masuk di w******p. Gawainya tak pernah berhenti berbunyi, selalu saja ada yang chating dan bertanya-tanya seputar dunia supranatural. Setelah gawainya aktif, mulai berderinglah panggilan dari luar.             “Kakek Darmo? Ada apa?”             “Mbah, ada yang cari di Padepokan. Katanya sudah janjian. Ceweknya manis sekali, siapa itu Mbah? Calon murid baru?” suara tawa Kakek Darmo dari jarak jauh masih bisa terdengar dari dalam panggilan.             “Hush, OK. Ini baru selesai, minta dia istirahat di gazebo dulu.” Pinta Tirta memberikan arahan agar memperlakukan Liliana dengan baik.             “Siap, Mbah. Dia sudah ada di Gazebo, ada beberapa murid-murid Padepokan di sana, biar dia berkenalan dengan mereka.” Kakek Darmo mengakhiri panggilan.             Lelaki itu, Tirta menaiki mobil Honda Jazz merah dan melaju keluar meninggalkan rumah kerabatnya yang terkena guna-guna. Menyembuhkan penyakit non medis bukanlah perkara yang gampang. Perlu keahlian khusus untuk itu. Dan tidak sembarang orang pula bisa menangani kasus santet, teluh, tenun dan sebangsanya. Angin sepoi di siang hari tepat di musim hujan ini kadang terasa dingin. Pun tak lama lagi gerombolan awan mendung akan segera runtuh dan air laut yang tersimpan di dalam awan pun mulai berjatuhan membasahi bumi pertiwi. Disempatkannya membalas pesan w******p dari Liliana dan memintanya untuk sabar menunggu karena masih dalam perjalanan pulang.             Tunggu saya, sebentar lagi sudah sampai. * Tahun 1997               Kompleks perumahan baru Desa Wilangun baru saja selesai dibangun dan dibeli beberapa orang termasuk orang tua gadis itu. Keduanya memilih letak rumah di tengah bernomor angka 11. Yang menurutnya tak terlalu panas terkena sinar matahari kalau sedang terik tepat di siang hari. Nama orang tua gadis itu adalah, Pak Sarjo dan isterinya Bu Lien. Bu Lien kala menempati rumah barunya itu tengah hamil tua sembilan bulan dan menanti detik-detik kelahiran anak pertamanya. Impiannya untuk memiliki rumah pun terwujud sudah, yang ceritanya mereka sempat tertipu seorang developer saat hendak membeli rumah  di mana uang muka pembayaran rupanya diambil oleh developer gadungan tersebut dan tak jelas di mana kabarnya. Jadi, Pak Sarjo dan Bu Lien merasa sangat bahagia ketika mendapatkan rumah yang diimpi-impikan selama ini. Sudah sempurna dan tiap bulan tinggal membayar cicilan. Mereka bahagia, ya bahagia apalagi setelah beberapa hari kemudian bayi keempat itu lahir dan berjenis perempuan. Bayi perempuan yang lahir tepat di waktu shubuh dan ketika adzan berkumandang.           “Kita namai siapa bayi perempuan cantik ini, Yah?” tanya Bu Lien pada Pak Sarjo yang tengah senang menggendong bayinya.           Sempat terdiam sejenak untuk berpikir nama apa yang akan diberikan, semua tidak dipikirkan sejak awal karena inginnya mendapat surprise. Tak ada semenit Pak Sarjo mondar-mandir, akhirnya Pak Sarjo tercetus sebuah nama,         “Liliana.”                                                                                             *            Gazebo Padepokan             Berkumpul dengan orang-orang baru di dunia yang baru. Dunia yang belum pernah sama sekali dipijaknya, dunia para spiritual menjadi satu hal keasyikan tersendiri bagi Liliana. Karena dia betul-betul awam mengenai bidang tersebut. Di gazebo padepokan ada sekitar sepuluh orang berkumpul dan sedang asyik ngobrol satu sama lainnya. Hingga pada akhirnya kesemuanya terdiam saat melihat kedatangan Liliana. Semua orang di gazebo mengenakan seragam warna hitam dengan yang laki-laki memakai udeng Jawa, sedang yang perempuan hanya ada satu saja diantara kesepuluh laki-laki di sana.             “Hei, hei, hei, lihat! Kita kedatangan siapa kali ini?” celetuk seorang lelaki yang di nama dadanya tertulis nama ‘Rangga’. Dia berdiri dan menghampiri Liliana, mempersilakan masuk ke dalam gazebo.             Liliana yang masih kikuk pun jadi salting, “Ah ya, maaf mengganggu,”             “Calon murid baru ya?” tanya Rangga menyentuh pundak Liliana. Liliana sedikit risih dan melepaskan sentuhan tangannya itu dari atas pundak.             “Bukan, saya hanya mampir saja sejenak. Ada janji dengan Kakak Tirta,” jawab Liliana polos.             “Oh, Kakak Tirta. Mbah Tirto,”             “Eh iya gitu,”             Lelaki yang lainnya menyodorkan tangan pada Liliana, “Kenalin, saya Bintang. Namamu siapa?”             Liliana menyunggikan senyum, “Liliana, panggil saja Lili,”             Kesemuanya pun saling memperkenalkan diri, dan salah satu dari mereka berkata pada Liliana.             “Kau tidak sendirian berangkat ke sini,” kata Satrio yang memiliki tatapan mata yang tajam.             “Ah ya,”             “Ada dia dekatmu,” sambungnya lagi.             “Oh, iya, Kak,”             “Kau hebat,” Satrio berkata lagi.            Liliana semakin dibuat tidak enak ketika Satrio menarik tangannya lama untuk berjabat tangan. Dia kurang suka dengan perlakuan semacam itu, menurutnya dalam hal perkenalan juga harus ada etikanya.             “Satrio, jangan kegenitan. Hilangkan sifat playboymu itu, dia tamunya Master kita, kau harus menghormati,” seloroh wanita yang berjalan menghampiri Liliana dan memintanya untuk duduk disampingnya. “Kenalkan, namaku Arvita Theeta, panggil aku Arvit atau Vita,”             “Salam kenal Kak Arvit,”             “Kamu di sini sendirian?” Arvita bertanya.             “Sudah dibilang dia tidak sendirian, sama kakeknya dia itu,”             “Hush, diem! Maksudnya manusia bukan khodam, kalian itu sukanya khodam-khodaman mulu,” ejek Arvita menoleh ke arah sembilan lelaki itu.  Yang kesemuanya tengah mengajak seseorang bicara namun tidak tampak wujudnya.             “Kenapa mereka, Kak?”             “Oh, biasa. Mereka sedang menyapa Kakekmu,”             Liliana melengos ke arah mereka yang memang terlihat sedang bercakap-cakap. Liliana hendak beranjak dari tempat duduk dan menghampiri mereka. Tapi lengannya keburu ditarik Arvita.             “Kenapa?”             “Sudah, biar saja. Mereka cuma pengen kenalan, kamu datang dari mana?” Arvita mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. “Ini snack, makanlah. Master mungkin agak lama datangnya, kalau sudah ada urusan di luar, tidak tahu kapan tepatnya pulang,” Arvita menggigit biskuit UBM kesukaannya.             “Makasih, Kak. Saya dari Surabaya,”             “Tujuan ke sini ketemu Master apa?” bawaan karakter yang dibawa Arvita Theeta sangat membuat Liliana terasa nyaman.             “Buat belajar tentang goib,”             “Apa?”             “Iya, saya perlu banyak data dan narasumber atau apapun agar saya bisa menulis cerita tentang dunia goib, Kak,”             “Kamu penulis?” Arvita Theeta menyibakkan rambut panjangnya yang diwarnai dengan warna blonde.             Liliana mengangguk, “Iya, Kak,”             “Wah, keren! Memangnya mau nulis tentang hal goib apa?”             Liliana menggeleng, “Tidak tau, Kak. Makanya Liliana ke sini, hehehe…”             “Loh, kok bisa gitu? Hihihi…”             Terdengar suara langkah seseorang menuju ke arah mereka berdua yang tengah asyik ngobrol.             “Dia mau menulis tentang dirinya sendiri.” Celetuk suara lelaki itu mengejutkan mereka berdua.             “Master? Sudah datang?” Arvita Theeta beranjak dari kursi. Sedang Liliana masih duduk sambil melongo.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD