BAB 26 Pak Ardhan Menjadi Seperti Harimau

1035 Words
            Pak Ardhan mengantar Vindy pulang ke rumah setelah siuman dari ketidaksadarannya. Waktu itu Vindy pingsan lantaran ketakutan saat melihat pocong yang ada di belakangnya. Dan Pak Ardhan baru mengetahui hal tersebut ketika Vindy siuman dan membopongnya pulang. Tak lupa dia ambil juga sebotol minyak kepunyaan Vindy dan dimasukkan ke kantong celananya. Pak Ardhan ingin menginterogasi Vindy di dalam mobil.             Saat dalam perjalanan pulang dan Vindy tersadar selama beberapa saat. Pak Ardhan mulai menanyainya meski dalam kondisi raut muka Vindy yang masih memucat.             “Kenapa kamu datang malam-malam?” tanya  Pak Ardhan sambil mengemudikan mobil.             Vindy memegang kening dan berkali-kali hela napas. Dirinya masih merasa sawan dan tubuhnya terasa gemetaan sendiri.             “Saya mau ambil parfum yang ketinggalan di apartemen Pak Ardhan,” ungkapnya jujur.             Pak Ardhan mengambil botol minyak itu dari dalam sakunya. “Parfum ini?”             Vindy sumringah, “Iya, Pak. Ini parfum saya!” saat dia hendak meraih parfum tersebut, Pak Ardhan menahannya.             “Nanti dulu, saya mau tanya sesuatu,” cegah Pak Ardhan menahan tangan Vindy.             “Tanya tentang? Tapi itu parfum saya, Pak. Saya berhak mengambilnya,” Vindy kesal, beberapa kali hendak mengambil botolnya tapi dihalangi Pak Ardhan.             “Tenang, saya sedang menyetir nih! Nanti jadi nggak konsentrasi!”             “Tapi itu parfum saya, Pak!”             Merasa jengkel melihat kelakuan Vindy. Laju mobil pun dihentikan, Pak Ardhan mengerem mendadak.             CIETTT!             Mobil pun berhenti tepat di tengah-tengah perjalanan. Malam itu jalanan sepi, tidak terlihat begitu banyak mobil yang melintas.             “Keluar sekarang!” titahnya tegas.             “Tapi, Pak?”             “Keluar sekarang juga!” titahnya tegas.             “Tapi, Pak?”             “Keluar sekarang juga!” perintahnya sekali lagi.             Mau tidak mau Vindy pun harus bergegas keluar jika tidak ingin terkena amukan sang CEO bak seekor harimau yang hendak menerkamnya. Vindy membuka pintu mobil dan dan menatap wajah Pak Ardhan memelas.             “Sa… saya… takut sendirian, Pak…, saya minta maaf,”             Pak Ardhan masih terdiam di dalam mobil sambil menengok ke belakang untuk melihat apakah ada mobil lain yang sedang melaju.             “Kamu keras kepala,”             Vindy menundukkan mukanya, “Maaf, Pak,”             “Demi parfum ini, bisa besok kan datang ke kantor?”             Vindy diam. Mau berkata apa, bahwa parfum itu jangan sampai jatuh ke tangan orang lain. Bisa jadi agresif dan menarik lawan jenis.             “Itu parfum dari Ibu saya,”             “Yakin dari ibumu?”             Vindy mengangguk, “Iya, Pak…” “Bukannya kamu pernah cerita kalau ibumu sudah meninggal?” Vindy terperanjat kaget dan ketakutan, “Oh iya, Pak. Itu makanya, parfum peninggalan ibu saya yang sudah meninggal,” “Minyak pengasihan?” “Hah?” “Ini minyak pelet, kan?” “Bukan, Pak…,” “Jujurlah,”       Vindy yang ketakutan melihat ke belakang mobil Pak Ardhan dan terlihat sekumpulan preman bermotor dengan menyalakan lampu motor membuat pandangan Vindy terasa silau.       “Pak, boleh saya masuk? Ada begal!”       Pak Ardhan menoleh ke belakang dan melihat segerombolan preman itu mendekat dan berhenti tepat di belakangnya.       “Cepat masuk ke dalam, dan jangan keluar kalau saya belum membuka pintu mobil, telepon polisi kalau saya terlihat diserang mereka ramai-ramai. Mengerti?!” Pak Ardhan melepas dasi yang mengikat di kerah baju dan membuka dua kancing kemeja lalu menyingsingkan lengan kemejanya sampai ke sikut.       Vindy yang gemetaran hanya sanggup terdiam saja ketika pintu itu tertutup dan lekas menguncinya. Tapi pandangannya terus mengikuti ke mana arah Pak Ardhan melangkah.                                                                                                 *      “Kalian mau apa?” tantang Pak Ardhan berkecak pinggang. Melihat wajah-wajah preman bergaya punk dengan rambut yang berwarna-warni seperti ajang festival sempat membuatnya terkekeh-kekeh.             “Kami pengen ambil mobilmu dan wanita itu,” seloroh si ketua preman yang mengenakan jaket hitam tebal dan mulutnya dipenuhi giwang-giwang perak.             “Coba saja kalau bisa,”             Mereka pun beramai-ramai mengepung Pak Ardhan dan hendak mencelakai dengan memukulnya. Namun yang terjadi, sesuatu di luar dugaan. Gerombolan itu tiba-tiba jatuh terlempar satu per satu ke jalan. Terdengar suara erangan harimau di dalam diri Pak Ardhan dan jari-jemari yang mencengkeram bak cakar harimau.             “HOAARRRHHH!” Pak Ardhan mengeram kuat.             “Hih, dia kayak macan! Hiih, lariii semuaaa!” seru si ketua preman itu berbalik badan dan bergegas menaiki sepeda motor. Pun diikuti yang lainnya sedang Pak Ardhan yang menjelma menjadi sosok yang lain pun berkata-kata lagi dan berpesan untuk mereka semua.             “KAAALIANN, JANGANN COBA-COBA MENGGANGGUNYA, ATAUU KALIANNN AKAAN MATIIH!” kata-kata yang terlontar pun berubah nada suara bukan seperti suara Pak Ardhan sendiri.             Mendengar ancaman itu, semua pun berbondong-bondong kabur menaiki motor dan berbalik arah kabur sejauh-jauhnya sambil berteriak.             “Ada siluman harimau, kaburrr!!!” teriak si preman yang paling terakhir berdiri dan menaiki motor dibonceng temannya.             Vindy yang melihat itu pun memutuskan untuk keluar dari dalam mobil dan menghampiri Pak Ardhan yang masih belum sepenuhnya sadar dan kembali menjadi jati dirinya yang asli.             “Pak, Pak Ardhan baik-baik saja? Pak Ardhan hebat yah, bisa mengusir mereka semua sampai jadi auto kabur gitu,” Vindy terus nyerocos tanpa henti tanpa memperhatikan saat itu Pak Ardhan masih menjadi jejadian. Dengan tangan yang masih mencengkeram dan napas yang tersengal-sengal dengan muka garangnya.             Mendengar kata-kata Vindy, Pak Ardhan menoleh ke belakang dan mendekati Vindy.             “KAMUU, KUPERINGATI, JANGAN PERNAH MENCOBA UNTUK MENCELAKAINYA DENGAN MEDIA APAPUN. KAMUH, SUDAH MEMELET DIA, KALAU KAMU ULANGI LAGI, KAU AKAN MATI! HOARRHGHH!” Kecam Pak Ardhan yang masih menjelma menjadi manusia harimau.             Vindy yang terkaget melihat mimik wajah Pak Ardhan yang beringas dengan suara yang bukan seperti suara Pak Ardhan sendiri membuatnya ketakutan. Sampai kembali dia jatuh tak sadarkan diri untuk yang kedua kalinya.             BRUK!             Seketika si sosok harimau pun kembali tidur dan Pak Ardhan pun sadar sebagai dirinya lagi. Melihat Vindy jatuh ke jalan, Pak Ardhan terkejut dan bergegas membawanya masuk ke dalam mobil.            “Vindy, Vindy, sadarlah…, ini minyak kamu!” diambilnya botol minyak itu dan digenggamkannya ke tangan Vindy. Hanya Vindy-lah yang pertama kali tahu tentang dirinya yang berubah menjadi sosok lain.             “Khodam macan bangun lagi di saat terdesak, tidak ada yang boleh tahu tentang hal ini.” Pak Ardhan mengemudikan mobil dan melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Vindy. Tubuh Pak Ardhan berkeringat dan baju kemejanya sampai basah semua. Malam ini mau tidak mau dia harus bermalam di rumah Vindy. *                                                                                              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD