BAB 27 Cleon si Pengagum Sejati

916 Words
               Minggu pagi. Suara burung-burung Perkutut di dalam sangkar saling bersahutan, ‘te..ku..kurrr’. Kebiasaan tiap pagi Pak Sarjo adalah membersihkan sangkar burung yang berjumlah delapan sangkar. Dan semuanya sama, burung Perkutut. Pak Sarjo menyukai burung Perkutut semenjak masih remaja, dia selalu ikut ayahnya dulu saat di mana sang ayah mendagangkan aneka macam burung di pasar burung. Tiap pukul lima pagi, sudah terdengar suara-suara sangkar burung yang dibersihkan. Bau-bau kotoran Perkutut yang khas pun selalu tercium. Terkadang, dia mengurus Perkutut-perkututnya sambil bersiul. Meniru-nirukan suara Perkutut. Burung Perkututnya ada banyak macam, paling banyak yang dimilikinya adalah Perkutut putih. Yang paling istimewa adalah Perkutut Songgo Ratu, diyakininya bahwa perkutut jenis itu memiliki aura kewibawaan yang sangat besar. Sehingga, jika ada Perkutut lain  yang ada di dekatnya, maka tidak akan berani bersuara. Pak Sarjo memberikan sangkar yang berbeda dan lebih mahal dari sangkar Perkutut lainnya, benar-benar diistimewakan. Sebab Perkutut Songgo Ratu ini memiliki ciri khas pada jambul dikepala yang bentuknya seperti mahkota berwarna putih. Meski Pak Sarjo tidak ingin terlalu mempercayai hal-hal mistis, tapi dia percaya bahwa Perkutut jenis ini memiliki kekuatan untuk menolak santet atau ilmu hitam, melancarkan rejeki juga memberikan kewibawaan untuk dirinya.            Tepat pukul enam pagi dan matahari rupanya sudah mulai terlihat naik, Pak Sarjo menyudahi kegiatan bersih-bersihnya dan tinggal menggantung tiap sangkar Perkutut itu di atas gantungan tiang yang berjejer agar burung-burung Perkututnya terkena sinar matahari pagi. Kemudian dia pun masuk ke dalam rumah dan melihat sebentar si putrinya yang sedang tertidur pulas di kamarnya. Pak Sarjo duduk di meja ruang tengah dan menyalakan TV, mendengar siaran berita tentang kasus politik yang semakin runyam. Bu Lien sedang pergi ke pasar berbelanja sayur. Selalu on time tiap jam setengah enam pagi tak pernah terlambat pergi ke pasar pagi.             Sesaat setelah dia menyeduh secangkir teh hangat, gawainya pun berbunyi. Ada panggilan masuk, di tampilan layar tertulis nama Raden Sukmajati.             “Wah, ada apa ini? Tumben pagi-pagi sudah manggil,” Pak Sarjo lekas mengangkatnya. “Ya, assalamualaikum, Mas Raden…” sapanya ramah.             “Waalaikumsalam, salam rahayu,”             “Iya, sama-sama. Ada apa Mas kok kayaknya ada yang penting ya? Ini mau nyeruput teh,”             “Cuma mau kasih pesan, jaga putrimu hari ini,”             “Loh kenapa? Dia masih tidur itu,”             “Ya nggak apa-apa, pokoknya jangan biarin dia keluar,”             “Waduh, kalau hari Minggu siang biasanya dia main keluar. Apa mau ya?” Pak Sarjo menepuk keningnya.             “Ya, diusahakan,”             “Memang gini kalau ngomong sama paranormal, yang main firasat terus,”             “Ya, kalau memang dipercaya ya monggo, tidak ya monggo. Saya cuma ngelihat dia dari jauh itu ada yang nanti mau coba gangguin dia,”              “Makhluk halus?”             “Bukan itu saja,”             “Ya sudah, nanti biar dia berdoa dulu biar dilindungi sama Allah, sudah Mas…, kalau untuk masalah itu, saya nggak bisa ngekang Liliana. Kalau memang keluar malam, ya saya jagain. Tapi kalau siang sampai sore itu hak dia sebagai anak untuk bermain atau hang out sama teman-temannya, tawakkal saja sama Allah. Jangan melulu mikir firasat ini itu, yang penting anak saya itu main sama teman-temannya saja sudah cukup. Titik.” Tekan Pak Sarjo dengan suaranya yang tegas.             “Loh, la saya ini cuma kasih pesan. Mau percaya ya silakan, tidak ya silakan. Yang penting saya sudah sampaikan, alangkah baiknya Liliana dipagerin badannya dulu biar aman gitu….”             “MATUR SUWUN, MAS RADENNN…”             Tuut… tuut…tuttt…            Tuut… tuut…tuttt…             Pak Sarjo mengakhiri pembicaraan dan mematikan gawainya. Khusus di hari Minggu dia tidak ingin diganggu siapa-siapa. Apapun urusannya, hari Minggu adalah hari libur. Diseruputnya lagi secangkir teh hangat itu dan mulai menyantap sarapan pagi dengan sepotong roti bakar kesukaannya. Tak menghiraukan kata-kata Raden Sukmajati yang malah semakin membuatnya cemas. Sedikit-sedikit main firasat, membuat tak percaya dengan diri sendiri. Apalagi kemarin Liliana sudah diberi air penetralisir untuk membantunya agar tidak terlalu terganggu dengan energi-energi negatif. Apalagi melihat Liliana sedang tidur di kamar sudah membuatnya lega, biasanya di hari Minggu memang anak itu jadi lebih malas untuk bangun pagi. Pak Sarjo mengambil koran dan dari luar terdengar suara orang yang memanggil dirinya. Bergegas dia beranjak dari sofa dan keluar rumah, rupanya Pak RT dan tetanggga lainnya mengajak bincang-bincang pagi menikmati merdunya suara Perkutut-perkutut yang saling beradu.                                                                                         *             I believe I can fly I belive I can touch the sky I think about it every night and day Spread my wings and fly away I believe I can...             Lirik lagu dari R. Kelly membangunkan tidur Liliana yang nyenyak. Panggilan itu khusus untuk Cleon. Jadi, dia tahu siapa-siapa yang menghubunginya dari perbedaan ringtone saja. Liliana melek dan mengucek-ucek mata, kemudian menarik tirai  jendela. Pancaran sinar matahari yang menembus kaca jendela pun membuatnya terpicing.             “Waduh, kesiangan,” Liliana beranjak dari tempat tidur dan meraih gawainya yang teronggok di atas meja. “Cleon, ada apa, pagi-pagi nelpon,” ditekannya tombol answer atas panggilan video itu. Pikirnya ini terlalu pagi untuk menelpon by video call. Mukanya masih kucel dan kusut. “Ya, hallo…”             Layar pun berubah menjadi seraut wajah si Cleon yang tampan yang baru saja mengenakan helm di kepalanya.             “Aku mau ke sana, kau siap-siap ya sekarang. Jangan pake lama,” ucapnya mendadak.             Liliana masih terbengong, “Hah, mau ke mana?”             “Ke rumahmu yang lama,”             Semakin bertambah melongo, “Hah?”             “Cepat mandi, kita mau eksperimen,”             “Kita aja?”             “Ya, kita, berdua saja.”             Dan panggilan itu pun diputus. *                                                                                                                                                                                               
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD