BAB 25 Air yang Menetralisir Tubuh

824 Words
  Dear diary,             Ini baru pertama kalinya aku keluar malam ditunggu Ayah. Padahal sebelumnya tidak, tapi setelah aku kembali dari Padepokan. Tampaknya rasa khawatir Ayah padaku semakin besar saja. Padahal aku sudah bersama Cleon, jadi tidak ada yang perlu ditakutkan. Sepulang dari Café malam itu, Bernard memberiku sebotol air mineral. Katanya air mineral itu untuk menetralisir gangguan jin yang ada di dalam tubuh.              Macam-macam tulisan tentang kegunaannya, aku salin di sini ya diaryku… GANGGUAN JIN / KENA KIRIMAN GOIB - KENA PENGARUH PELET / GUNA-GUNA - NETRALISIR TEMPAT USAHA / TIRAI GOIB - PAGAR GAIB -GANGGUAN JIN NEGATIF - MENYELARASKAN KHODAM              Sumpah, aku seumur-umur baru tahu fungsi air untuk hal-hal goib itu berbagai macam manfaat. Hahaha, air apaan sih ini? Kata Ayah, diminum saja. Kalau dibantu sama orang jangan menolak, hargai saja meski mungkin dirasa tidak enak untuk diri sendiri. Begitu agar orang yang membantu merasa senang dengan kita.             Bernard berkata kalau setelah minum air itu nanti akan terasa khasiatnya setelah diminum selama tiga hari. Jadi, sekarang aku duduk di depan meja sambil merenungi tentang botol air doa ini. Apakah aku harus meminumnya atau tidak? Ada sedikit rasa was-was yang datng entah dari mana. Sepertinya bulu kudukku agak merinding dan aku putuskan untuk membiarkan saja botol itu penuh. Aku mengantuk.                                                                                               *             Liliana berjalan dalam kegelapan yang tidak tahu ke mana arah dituju. Dia terus melangkah ke depan mencari-cari cahaya yang tidak terlihat. Seperti orang buta yang tidak bisa melihat apapun sama sekali. Di mana? Di mana aku? Tanya Liliana dalam hati ketakutan. Ini dimana? Tanyanya lagi. Menoleh ke kiri, kanan, depan dan belakang. Sepi. Liliana berhenti berlari, kini dia pejamkan matanya dan berusaha untuk tenang. Apa yang sedang dialaminya kini bukanlah pertama kali, dulu saat dirinya masih kecil juga pernah mengalami. Meski setelahnya tak pernah lagi. Sesaat dia terdiam dan memejamkan mata, Liliana mulai mendengar suara-suara lirih yang masuk ke dalam telinganya.             “Liliana,”             Liliana langsung membuka mata dan terkesiap saat melihat sosok kakek berbaju putih dengan tongkat di tangannya tengah berdiri menyapa sambil tersenyum. Siapa yang tidak senang dan merindukan kehadiran sosok kakek ini setelah sekian lama, lalu sosok tersebut muncul lagi dan kini tepat ada di hadapannya.                 “Ka… kakek?”             “Ya?”             “Kembalilah ke rumah yang dulu,”             Belum sempat dia bertanya mengapa harus kembali, sosok kakek goib itu lalu menghilang begitu saja. “Kek! Kakek!” Liliana mencari-cari sosok yang sudah menghilang itu dan seketika pula dirinya juga menghilang dan mendadak terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa sangat pusing, cenut-cenut. Matanya juga berat untuk dibuka. Liliana duduk dan bersandar ke dipan mencoba untuk menenangkan diri. Perlahan-lahan matanya terbuka, meski masih sedikit pusing. Liliana melirik ke arah jam weker di atas meja yang masih menunjukkan pukul sebelas malam. Liliana beranjak dari kasur dan menyalakan lampu kamar. Kemudian dia menuangkan segelas air dari dalam botol saking hausnya. Lupa kalau air di dalam botol itu adalah air doa yang dibawanya tadi.            Dan seketika…             “BLUEEH…!” Dimuntahkan kembali air yang baru diminumnya itu dan belum semuanya masuk ke dalam tenggorokan. Liliana memuntahkannya lantaran rasa airnya aneh. Bukan seperti air biasa pada umumnya. Tangannya gemetar saat memegang sebotol air doa itu, meski dia sudah memuntahkannya tapi sebagian sudah terminum. Yang tentu saja meski sedikit ada efeknya, perut Liliana terasa mual-mual. “Hoek, hoek!” bergegas dia masuk ke kamar mandi dan muntah-muntah. Tidak ada makanan yang keluar, anehnya. Hanya air liur dan sedikit cairan asam lambung saja tapi reaksinya sangat berlebihan. Tidak ada yang mendengar Liliana, sepertinya orang tuanya masih tidur nyenyak. Apalagi ayahnya kecapekan habis mengantar dan menunggu Liliana saat pergi ke Café malam tadi. Perut Liliana seperti sedang diremas-remas, rasa ingin muntah tak pernah bisa berhenti sampai tubuhnya lemas. Ngeri setelah meminum air doa, Liliana memutuskan untuk tidak meneruskannya lagi. Dia keluar sambil terbungkuk-bungkuk dengan tangan memegangi perutnya yang sakit.             Diambilnya botol air itu dan dibuka tutupnya, lalu sesaat hendak membuang isinya. Tiba-tiba ada yang seakan menahan dirinya agar tidak sampai membuangnya.             Jangan… tetep minumlah             Sekali lagi Liliana hendak membuang air itu, tangannya mendadak tidak bisa digerakkan. Bulu kuduknya merinding, pun semakin bertambah merinding saat akhirnya terdengar saja suara-suara dari dalam batinnya sendiri.             Minumlah, tidak apa, kau akan baik-baik saja…            Akhirnya, Liliana urungkan niat itu dan kembali duduk di kursi dan memandangi sebotol air doa yang dia taruh lagi di atas meja.             “Sebenarnya, apa yang terjadi dengan diriku ini?” dipandanginya air yang baru diminumnya seteguk itu. Teringat akan pesan si Bernard sebelum pergi meninggalkannya.             “Dia akan menjadi kekuatanmu kelak saat kau sudah mengetahui jati dirimu yang asli.”             Liliana mengalihkan botol itu ke sudut dan membuka laptopnya. Dia mendapatkan sebuah ide yang cemerlang, sesuai permintaan dari Pak Ardhan bahwa dia harus menulis cerita tentang dirinya sendiri.             “Pecahkan misteri tentang dirimu, Liliana. Lalu, tulislah…, tulislah dengan jiwamu.”             “Ya, aku akan menulisnya.”             Dan jemarinya pun mulai menari-nari bagai tarian angsa di sungai yang sedang jatuh cinta. *                                                                                                       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD