BAB 12 Lirikan Maut si Vindy

1718 Words
Kantor CEE Publishing             Suara desahan yang membangkitkan gairah Pak Ardhan. Ciuman maut yang terasa hangat dan menjalar sampai ke jantung. Makin lama makin berdegup kencang tak tertahankan. Desahan yang nakal dan semakin nakal, tangan pun meraba gundukan bulat yang kenyal. Dagu wanita itu dilumatnya sampai habis, diciuminya pipi kenyal bak marshmallow itu sampai air liurnya membekas di pipinya. Gelora, nafsu yang memuncak lupa bahwa mereka sedang ada di mana ketika rintihan-rintihan kecil akibat gigitan Pak Ardhan mengenai leher Vindy dan meninggalkan cupang.             “Vindyku oh, kau sangat menggairahkan…” ucap Pak Ardhan yang akhirnya tersadar sebelum kepunyaannya bangun dari tidur. “tapi kita sudahi dulu, nanti malam datang ke apartemenku ya.”             “Ah, baiklah, Pak,” Vindy berlepas diri dari pangkuan Pak Ardhan sambil merapikan dreess hitam mini rajutnya dan mengambil outer lengan panjangnya untuk menutup mini singletnya itu.             “Jadi, ini sinopsismu pengajuanmu yang baru?” Pak Ardhan membaca sekilas judul dari novel Vindy dan seketika langsung di-approve. “ACC, ini. Bawa ke mejanya Demy. Lalu kerjakan sesuai deadline-nya.” Ucapnya mempersilakan Vindy keluar dari ruangan sambil membetulkan dasinya. Belumlah sampai Vindy membuka pintu, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar.             “Permisi, Pak. Liliana sudah datang,”             Mendengar suara Demy, Vindy pun memasang mata sinis saat membuka pintunya. Tak habis di situ juga, Vindy pun melirik ke arah Liliana yang saat itu mengenakan dress pink sepaha dipadankan dengan outer pendek. Lirikan maut Vindy yang langsung menusuk Liliana. Lirikan yang tajam bak mata elang yang menyambar mangsanya.             “Ada perlu apa?” tanya Vindy ketus sambil memasang scarf Amerika-nya itu ke batang lehernya. yang berwarna kuning langsat. Ya, si Vindy memang kuning langsat kulitnya.             “Menurutmu?” balas Liliana ikut berbalik ketus,’             Vindy tersenyum receh lalu memamerkan map berisi sinopsisnya yang baru saja di approve CEO.             “Nih, punyaku udah. Kayaknya punyamu bakal ditolak, hihihi. Semoga berhasil.” Ejeknya tertawa kecil lalu ngeloyor keluar setelah memberikan map yang sudah ditanda tangani itu pada Demy sambil memeluk Demy kegirangan. “Demyyy, udah ACC nih! Ayo diproses~~~”             Liliana merengut dan menundukkan kepalanya, harap-harap cemas pastilah ada. Melangkahkan kaki masuk ke ruangan CEO sering membuat lutut dan kakinya gemetaran, bahkan terbata-bata. Beda kalau bertemu di luar, rasa kikuk tiba-tiba lenyap.             “Gimana? Sudah selesai sinopsisnya?” Pak Ardhan memainkan bolpennya yang diketuk-ketukkan di atas meja.             Liliana tergugup, “Iya, su..sudah, Pak. Ini…” Liliana menyodorkan lembaran kertas yang sudah dimasukkan ke dalam map biru dan telah disusun rapi pada Pak Ardhan.             “Tetap duduk di situ dan tunggu saya selesai membacanya,” lirik Pak Ardhan tajam.             “Ya, baik,” Liliana menghela napas panjang, detak  jantungnya berdegup kencang. Kaki yang menapak ke lantai pun masih terus gemetaran.             Hening. Tidak ada suara, main gawai pun juga tidak diperbolehkan. Jadi mata Liliana terus menatap ke depan melihat wajah Pak Ardhan yang tertutup dengan kertas sinopsis dan cerita itu.             “Hemm,”             “Ya,”             Gemas. Deheman seorang CEO menyiratkan banyak seribu tanya, , setelah berdehem sekali tak ada lanjutan lagi setelah itu. Lelaki yang mengernyitkan alisnya yang tebal bak samurai, mencermati tiap kata dari kata yang tertulis. Salah sedikit saja dia akan tahu dan akan menyemburkan berbagai macam kata-kata umpatan yang tak berarti.             “Heemm,”             “Ya, Pak. Siap…,”             “Kamu tahu tentang dunia gaib?”             “Tau, Pak!”             “Apa itu, tolong jelaskan?"            Liliana terperanjat tapi berusaha untuk tetap tenang. “Dunia gaib adalah, dunia yang penuh misteri dan hal-hal yang tak kasat mata, tak bisa dikira dengan logika.”             “Seperti apa?”             “Hantu, macam sejenisnya,”             “Itu saja?”             “Ya, yang saya kenal semacam itu,”             “Saya memintamu menulis novel apa?”             “Novel tentang dunia gaib, Pak…” jawabnya semakin menyudutkan Liliana. Detak jantungnya semakin bertambah kencang dan cepat. Kepalanya mulai terasa pusing dan pandangannya berkunang-kunang.             “Lalu yang kau tulis ini tentang apa?” baliknya bertanya lagi.             “Tentang peramal Tarot, Pak,”             “Tarot itu apa termasuk dunia gaib dan mistis?”             Hening.             Tiba-tiba map berisi kertas itu digebrakkan di atas meja. BRAK!             Liliana terperanjat hebat sampai matanya mendelik.             “Ini sinopsis dan cerita apa?”             Liliana bangkit dari kursi dan mengambil map kertasnya. “Novel tentang peramal Tarot, Pak,”             “Mana sisi mistisnya?”             “Me…menurut saya Tarot itu juga masih juga termasuk ranah gaib, Pak,”             “Ranah gaib?”             “Anak eSDe saja bisa mainan Tarot!”              Merasa tersudutkan, Liliana pun menangis dan jatuh tak sadarkan diri. Tubuh dan pikirannya terlalu lelah, iya… lelah karena semalaman sudah berusaha menulis cerita tentang itu tapi ternyata ditolak mentah-mentah. Pengajuannya pun gagal dan Liliana sudah merasa spechless lantaran dianggap tidak bisa mengerjakan tugas. Tubuhnya jatuh tergeletak di atas lantai.             Melihat Liliana terjatuh, Pak Ardhan gugup dan mengangkat tubuh Liliana di atas sofa dan memanggil Demy.             “Liliana! Liliana!” Pak Ardhan menepuk-nepuk pipi Liliana dan mencoba untuk menyadarkannya.             Demy bergegas masuk ke dalam dan ikut terkejut saat melihat Liliana dalam kondisi terbaring dan pingsan.             “Loh, pingsan kenapa nih, Pak?”             “Sudah, jangan banyak tanya. Ambilkan minyak angin, gih!”             Demy membuka kotak P3K yang ada di laci ruangan Pak Ardhan dan lekas membau-baukannya ke hidung Liliana.             “Lil, Ulil, sadar Lil!” Demy terus menepuk pipi Liliana. Dan akhirnya diapun tersadar juga setelah mencium aroma minyak wangi di hidungnya.             “Kenapa kok tiba-tiba ada di sini?” Liliana mencoba untuk beranjak dari sofa tapi ditahan Pak Ardhan.             “Kamu, kamu jangan bangun dulu, minumlah air ini,” Pak Ardhan mengambilkan Liliana segelas air putih.             “Thanks, Pak. Tapi saya kenapa?”             “Kamu pingsan,”             “Pingsan? Oh…,”             “Ya sudah, kamu pulang saja dulu. Biar saya yang antar kamu pulang ke rumah,” ujar Pak Ardhan membopong Liliana tiba-tiba. Merasa tidak enak, Liliana meminta diturunkan.             “Pak, sudah, saya bisa sendiri,”             Tapi Pak Ardhan tetap ngotot membopong Liliana. “Sudahlah, saya yang bertanggung jawab karena ini,”             Liliana terdiam. Bibir keduanya agak berdekatan, teringat akan saat ciuman pertama di dalam tenda itu. Tapi buru-buru Liliana menghapus pikiran aneh-anehnya. Lagipula dia mencium aroma wanita lain di kemeja Pak Ardhan.             “Turunkan saya, Pak!”                                                                  Akhirnya Liliana diturunkan dan dibiarkan sesuai maunya. Gawai Liliana yang teronggok di atas meja tiba-tiba berbunyi. Dengan sigap Pak Ardhan meraih gawai itu dan melihat dari layar seraut wajah tampan seorang laki-laki berkaos biru bernama Cleon yang sedang memanggil secara video call.             Dijawabnya panggilan video itu dan terlihatlah paras tampan Cleon yang sebelumnya sudah memasang wajah senyum mendadak terkejut saat yang ada di hadapan layar itu adalah wajah orang lain.             “Hai, kamu siapa? Cleon?” tanya Pak Ardhan mengamati.             “Ah, maaf.. Anda sendiri siapa?”             “Saya CEO-nya Liliana, kamu siapa?”             Liliana yang tahu aksi Pak Ardhan pun lantas meraih gawainya dan mematikan panggilan.             “Sudah, Pak. Saya pamit pulang,”             “Saya antar,”             “Tidak, saya bisa sendiri,” Liliana berbalik punggung dan ngeloyor pegi meninggalkan Pak Ardhan juga Demy yang masih terdiam menatapnya. Dan pintu ruangan itu pun ditutup dengan keras.             BRAK!             Tak ada semenit, Liliana balik lagi dan mengambil map berisi sinopsis juga cerita yang tertinggal di meja Pak Ardhan. Lalu kembali…             BRAK!             Dan keduanya pun saling berpandangan diam seribu bahasa sebelum akhirnya Demy kembali mendekati CEO-nya tersebut dan mengecup bibirnya sebentar sebelum keluar dari dalam ruangan. *            - Lili, saya jemput ya? [Cleon]             Begitulah pesan dari Cleon yang baru saja dibacanya. Liliana berdiri tepat di halte dan menunggu datangnya taksi atau bemo sambil tangannya memeluk map di dadanya. Air matanya menitik setetes demi tetes, tak sangka cerita pembuka sepanjang itu yang semalaman dikerjakannya dengan sungguh-sungguh rupanya ditolak. Teringat akan pembacaan hasil dari kartu Tarot yang dibacanya tadi malam.             Sembilan pedang. Yang mengartikan jiwanya sedang tertekan dan terhujam pedang sampai membuat dirinya mengalami mimpi buruk. Liliana menghela napas perlahan, tarik napas dan buang napas agar jiwanya tak terguncang. Membaca pesan dari Cleon, Liliana yang kakinya sudah lelah berdiri dan memilih duduk pun akhirnya membalas pesan itu. -       Ok. Makasih banyak. Aku di halte depan         Dalam rasa yang tak dapat dilukiskan, Liliana memandang ke depan dengan pandangan kosong. Apakah dia harus menyerah dan memilih tawaran ayahnya untuk menyudahi saja dan membayar biaya kerugian cetak itu pada Pak Ardhan lalu memutuskan untuk resign dari dunia literasi selama-lamanya. Pamornya yang mendadak turun tak bisa diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya. Dan Liliana sama sekali tak pernah membayangkan bahwa karirnya akan berada di ujung tanduk yang sewaktu-waktu bisa terjun ke jurang. Susah payah dirinya merangkak dari bawah menaiki tangga kesuksesan, tak ada angin tak ada hujan. Sejak kedatangan penulis pendatang baru yang mencuri hati Pak Ardhan mengikis keyakinan dan kepercayaan pada dirinya.         Disekanya air mata itu dengan selembar tissue agar jangan sampai terlihat Cleon. Tapi, baru saja Liliana menyeka, motor sport Cleon berhenti tepat di depannya. Cleon menatap ke arahnya dan membuka kaca helm.         “Kenapa menangis?”                                                                             *          Wanita itu duduk di depan seorang pria yang ditemuinya di rumah pria tersebut. Pria berkumis yang mengenakan baju adat Jawa dengan blankon hitamnya tengah sibuk merapal mantera. Di sekitarnya sudah tersedia bunga tujuh rupa, kemenyan dan juga minyak.             “Gimana, Mbah? Apa minyak pelet bulu perindunya sudah siap?” Vindy merogoh dompetnya dan mengeluarkan uang tiga ratus ribu dan diberikan pada Mbah Soip, si dukun sakti yang ahli dalam bidang pengasihan.             “Sudah siap, dalam hitungan menit saja dia akan segera bertekuk lutut padamu. Cinta mati, dan tergila-gila, Mbak Vindy,”             “Makasih, Mbah. Nanti kalau sudah mau habis saya datang ke sini lagi.” Vindy mengangkat badannya dan berpamitan pada Mbah Soip. Sejak bulan lalu dia datang untuk meminta amalan-amalan pelet yang kemudian dia minta jadinya saja agar tidak menghabiskan banyak waktu. Tugas barunya menunggu sedang dia menghadapi pesaing kelas berat seperti Liliana de Frank. Mau tak mau mencuri hati CEO pun dilakoninya sendiri, yang penting keinginan dan tujuannya terkabul.             “Jangan lupa baca manteranya.”             “Baik, Mbah. Dan dia pun berlalu dari hadapan si Dukun sakti yang dianggapnya mampu mengubah nasib dan keberuntungannya. Sedang Mbah Soip memanggil pasien berikutnya. Asap kemenyan pun semakin mengebul-ngebul. Hawa mistis di ruangan Mbah Soip sangat terasa, kadang-kadang terdengar suara goib entah dari mana arahnya seakan membisik ke sekitar. Vindy bergegas keluar dari area pekarangan rumah Mbah Soip dan naik motor maticnya. Pulang ke rumah.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD