BAB 50 Kabur ke Padepokan

1055 Words
#Ayah, jangan cari akuAku pergi sementara waktutapi, aku pergi tuk kembali.Lili tidak suka dengan tekanan,pun tentang kehidupan ke depan,maafkan Lili. #Liliana                         “Apa? Liliana kabur?” Pak Ardhan beranjak dari kursi saat dirinya berhadapan dengan Pak Sarjo yang datang sampai menggebrak meja. Tak habis pikir Liliana akan bertindak nekat seperti itu.         “Kau harus bertanggung jawab, saya tidak mau tahu, Anda harus mencarinya sampai ketemu dan rencanakan hari pernikahan. Kau harus jadi suaminya!”         BRAK!         “Tapi saya tidak tahu dia ada di mana sekarang, bahkan sejak pagi tadi sudah menghubunginya juga tidak diangkat,”jelas Pak Ardhan menahan emosinya agar jangan sampai keluar. Sebab yang dihadapinya adalah ayah Liliana mau tak mau dia harus memberi hormat.         “Liliana kabur, kamu harus cari tau dia ke mana dan bawa pulang ke saya! Mengerti?!” kecam Pak Sarjo dengan suaranya yang meninggi.         “Ba… baik, Pak. Saya akan berusaha mencarinya.” Pak Sarjo memohon pada lelaki itu dengan amat sangat sampai meletakkan kedua telapak tangannya ke d**a Pak Ardhan.         “Saya mohon, bawa dia kembali dengan selamat. Atau saya akan menuntut Anda.”         “Iya, Pak. Saya akan berusaha semaksimal mungkin dan kemungkinan besar dia pergi ke sana.”         “Ke mana?”         “Padepokan.”                                                                                         *         Cleon.         Cleon selalu saja hadir di saat yang tepat. Lelaki itu mengantarkan Liliana menuju ke Padepokan bersama-sama naik bus menuju Padepokan. Saat itu, Liliana menelpon Cleon sambil menangis. Katanya saat itu;     “Cleon, bawa aku pergi dari sini,”     “Kenapa?”     “Aku mau dinikahkan sama dia,”     “Nikah? Dinikahkan sama siapa? Wait…! Pelan-pelan kalau ngomong itu!”   jawabnya resah.     “Sama dia, CEO-ku,”     “Hah? Sama siapa?”     “Ayahku maksa Pak Ardhan buat nikahin aku, huhuhu. Aku nggak mau!” terdengar suara isakan tangis dari panggilan itu.     “Ya sudah, sekarang kamu lagi ada di mana?”     “Di Terrminal Bungurasih,”     “Oke, tunggu aku ke sana. Tapi sebenarnya kamu mau pergi ke mana sih?”     “Padepokan.”         Begitulah jawaban terakhir sebelum akhirnya mereka berdua bertemu di Terminal Bungurasih dan Cleon mendapati Liliana yang sedang terduduk di bangku sebelah pos tiketing sambil menangis. Selama di perjalanan pun Liliana tak mengucap sepatah katapun. Paham akan rasa dan sesuatu yang mengharu biru tak bisa untuk diungkapkan dengan kata-kata.         Sampailah mereka ke Terminal Magetan dan keduanya turun dari dalam bus. Cleon membawa tas Liliana dan menggandeng tangannya.     “Langsung ke Padepokan?”     “Iya,” jawabnya dengan suara yang lemah.     “Kenapa kamu tiba-tiba kayak gini?”     “Tidak tau, kepalaku pusing,”     “Apa Pak Ardhan baru melukaimu?”     Liliana terdiam. Cleon mencoba untuk menarik perhatian Liliana tapi gagal.     “Jangan tanya lagi,”     “Apa kamu baru diapa-apain sama dia?”     Liliana terdiam dan melepaskan gandengan. Dia terus melengos tak mau menatap wajah Cleon. Merasa yakin kalau Liliana baru diapa-apain sama bosnya sendiri itu, Cleon naik pitam.     “Aku nggak mau bahas apapun!” sergahnya kesal.     “Aku yakin kamu baru di…” dibekapnya mulut Cleon agar suaranya tidak sampai terdengar orang lain.     “Kamu bisa diam enggakkk?”     “Gelang pagar dirimu itu ke mana?”     “Diambil sama dia!”     “Loh, katanya diambil gurumu?”     “Ups!" !” Liliana menutup mulutnya, keceplosan.     “Jadi itu gelang yang ambil bos kamu sendiri? Terus kalo pas kamu diperkosa sama dia, ga bisa ngelindungin diri, itu salah kamu sendiri! Kamu sudah bohong di depanku, Liliana! Padahal aku beri gelang perlindungan diri itu agar kamu tidak ada yang mencelakai!” serunya marah, dikembalikan lagi tas Liliana itu dan Cleon pun beranjak pergi meninggalkannya sendirian di luar terminal.     “Cleon, Cleon! Bu.. bukan gitu, ceritanya nggak kayak gitu!”     “Ah, sudahlah! Aku kecewa sama kamu! Kamu jalani hidupmu sendiri!” Cleon semakin menghindar tapi kini berbalik Liliana yang mengejarnya.     “Cleon! Cleon!”     “Sekarang baru kutahu kamu siapa sebenarnya, kamu nggak ada bedanya sama cewek-cewek murahan!”  ejeknya keras.     PLAK!     Tamparan pun mendarat di pipi kanannya.     “Jagaa ucapanmu. Kalau aku seperti yang kamu maksud, aku tidak ada di sini buat kabur!” Liliana berbalik badan dan memutuskan untuk pergi meninggalkan Cleon yang sudah menghinanya seperti itu. Itu adalah ejekan yang sangat tidak pantas untuknya.     “Lili, Lili! Lili maafin aku!” Cleon menarik tangan Liliana dan memeluknya. Tapi Liliana melepas pelukannya.     “Lupakan dan terima kasih!” Liliana berbalik badan dan bergegas pergi meninggalkan lelaki itu yang berdiri diam tanpa kata. Kata orang, cinta itu perlakukan cinta itu dengan semestinya. Tidak ada cinta yang tulus, hanya cintanya saja pada seorang lelaki pelaut itu yang sudah pergi meninggalkannya. Denting Denting yang berbunyi dari dinding kamarku Sadarkan diriku dari lamunan panjang Tak terasa malam kini semakin larut 'Ku masih terjaga Sayang, kau di mana aku ingin bersama? Aku butuh semua untuk tepiskan rindu Mungkinkah kau di sana merasa yang sama? Seperti dinginku di malam ini Rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini Kita menari dalam rindu yang indah Sepi kurasa hatiku saat ini, oh sayangku Jika kau di sini, aku tenang Sayang, kau di mana aku ingin bersama? Aku butuh semua untuk tepiskan rindu…                                                                                         *       Jadi Liliana memutuskan untuk keluar dari Padepokan setelah tiadanya kepedulian dari Kak Tirta yang diharapkannya mau menerima dirinya menjadi seorang murid Padepokan. Pun juga niatnya ingin tinggal di Padepokan juga, meninggalkan semua rutinitas yang menyebalkan juga tekanan dari Pak Ardhan dan orang tuanya sendiri. Percuma juga duduk di bawah pohon sampai hujan turun pun tetap tak ada tanggapan sama sekali. Air mata mengucur membasah di pipi, lutut pun terasa nyeri. Sudahlah apa, tidak ada yang menganggapnya sama sekali. Liliana keluar dengan kepala terus menunduk dan menunduk, apakah dia harus menulis cerita yang sama sekali tidak dikuasainya?         Atau harus rela membayar uang ganti rugi sebanyak 120 juta pada Pak Ardhan? Malam kian menjelang, hujan masih terus mengguyur. Terlihat Kakek Darmo menatapnya dengan cemas, berdiri di sisi pintu gerbang.         "Nak Liliana, sudah di sini saja." katanya.         "Tidak usah, Pak. Saya pulang saja."         "Tapi masih hujan sekarang,"         Liliana tidak menoleh ke belakang, dia terus berjalan tanpa arah dengan tatapan mata yang kosong. Kali ini, dia sendiri tidak tahu mau ke mana? Rambut dan pakaiannya basah kuyup. Pikirannya kacau, kabur tapi tak jelas arah. Hanya langit yang terus menatap dan ditatap olehnya. Semua masalah berawal dari dirinya. Iya, dirinya sendiri.                                                                                 *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD