BAB 30 Welcome Back, Liliana!

1178 Words
Dear diary, Aku pernah membaca buku yang pernah kubeli dulu, ya… buku yang dibaca dari judul saja sudah bikin ngeri dan mimpi buruk. Apalagi kalau yang k****a itu tentang Hari Kiamat. Sumpah, setelah membacanya sempat aku menggigil selama 7 hari 7 malam. Ini tentang cerita si Dajjal. Bahwa Dajjal itu adalah si Picak bermata satu. Yang katanya jika ia telah datang, maka dia akan membawa sesuatu yang nampak sebagai surga dan neraka. Di mana dia katakan surga, padahal itu sebenarnya adalah neraka. Dan yang dia katakan neraka, maka sebenarnya itu adalah surga. Dan apa kau tahu diary? Aku pernah mendapatkan mimpi bertemu dengan sosok itu, si sosok bermata satu yang mengetuk pintu rumah. Di mana saat aku membuka pintu, yang tampak adalah wujudnya si mata satu. Aku merasa seperti mengalami déjà vu, kau tahu berapa umurku saat aku memimpikan itu? Ya… 12 tahun. Dan aku sama sekali belum mengetahui apa-apa tentang segala hal.                                                                                                *     Padepokan Meditasi Tunggal             Mobil Honda jazz hitam itu berhenti tepat di depan pintu gerbang Padepokan. Kalau waktu kemarin Liliana naik bus umum, sekarang diantar ayahnya sendiri. Sebenarnya ibunda Liliana ingin ikut tapi tidak diperbolehkan Liliana. Karena nanti di sana Liliana dikira anak mama yang belum dewasa dan bisa ditinggal sendirian. Malu karena usianya sudah 22 tahun tapi masih diperlakukan seperti anak kecil saja. Pun juga Liliana tidak mau ada adegan tangis-menangis bak sinetron saat melihat dirinya masuk ke Padepokan dan meninggalkan mereka berdua. Itulah yang amat dihindarinya, sampai ibunya menangis memeluknya di kamar malam itu. Biasa, rasa sayang yang terlalu dalam dan perasaan cemas menjadi satu. Ibu mana yang tidak cemas melihat putrinya harus berjuang sendiri melawan kegaiban yang ada di dalam tubuh. Pun jika bisa dipindah, seorang ibu lebih baik meminta sakit anaknya dipindah ke tubuhnya saja agar anaknya kembali sehat dan normal.             “Ini masakan bundamu, makan sampai habis. Karena setelah ini kamu tidak bisa lagi makan masakannya sebelum kau sembuh dan tugasmu selesai. Ingat, tulislah apapun yang terjadi padamu di catatan. Agar kau bisa menyelesaikan novel tentang kisahmu sendiri. Apa yang kau rasa dan alami, tulis. Bukankah itu justru lebih mudah daripada hanya mengarang-ngarang cerita fiksi biasa?” tutur Pak Sarjo menasehati.             Liliana mengangguk. “Ya Yah. Liliana harus bisa,”             “Jangan begitu, tapi katakan, Liliana Insya Allah kuat,” disentuhnya ubun-ubun Liliana. Orang zaman dulu berkata, sering berkata biar anak jadi penurut sering-sering menyentuh ubun-ubunnya. Karena letak pengaturan perilaku manusia itu ada di ubun-ubun.             “Insya Allah, Yah,” Liliana merangkul tas sebelum dia membuka pintu mobil. Begitupun Pak Sarjo yang membuka bagasi mobil dan mengeluarkan tas Liliana berisi pakaian dan lainnya.             “Kenapa ya, Bunda itu kayak nganggap Lili itu kemah besar gitu. Masa dibawain sebanyak gini,” Liliana meringis.             “Sudah, namanya juga ibumu.” Pak Sarjo menutup bagasi mobil dan melangkah masuk ke dalam menemui si Penjaga gerbang yang sudah siap menyambut semenjak mobil mereka berhenti di depan gerbang Padepokan.             “Salam rahayu, assalamualaikum,” sapa Kakek Darmo menyapa pertama kali pada Pak Sarjo dan Liliana.             “Waalaikumsalam,” Pak Sarjo membalas senyum si Cantrik tersebut.             “Sudah ditunggu kedatangannya nih, Nak Liliana, ditunggu sama Mbah Tirto di dalam,”             “Kaka sudah nunggu saya ya, Kek?”             Kakek Darmo mengangguk, “Iya, sudah. Langsung saja masuk ke dalam, sini tasnya saya bawakan,” Kakek Darmo hendak mengambil tas Liliana tapi ditolak Pak Sarjo.             “Jangan, saya saja. Berat ini, Kek,”             “Sudah biasa,” dibawanya barang bawaan Liliana sedang keduanya ada di belakang si Cantrik. Cantrik adalah panggilan sebutan untuk penjaga gerbang Padepokan.             Pak Sarjo melihat pemandangan di sekeliling Padepokan yang lahannya luas meski tempat padepokannya tidaklah begitu besar. Tapi melihat banyaknya murid-murid yang berguru di Padepokan itu pun terlihat sangat berbeda. Jadi ingat saat dirinya masih kecil dulu di mana dia pernah ikut latihan pencak silat bersama teman dan guru pembimbingnya. Pak Sarjo kembali mengingat masa kecilnya dulu, saat mendapatkan sabuk berwarna oranye saja senangnya minta ampun. Diperhatikannya mereka yang sedang berlatih silat, sampai lupa Liliana sejak tadi memanggil-manggil ayahnya.             “Yah, Ayah, itu Kaka Tirta berdiri di luar,”               Liliana menarik-narik lengen kemeja ayahnya.             Pak Sarjo terbangun dari lamunan, “Oh iya, ayo ke sana,”             Langkah mereka berdua memasuki teras Padepokan dan kedatangan keduanya pun disambut baik guru Padepokan itu.             “Assalamualaikum Ka, ini ayahku…,” Liliana memberi salam dengan menempelkan punggung tangan Tirta di keningnya.             “Waalaikumsalam," Tirta memberi salam hormat pada ayah Liliana.             “Saya titip putri saya di sini, dan tolong bimbing dia dan ajarkan ilmu padanya agar dia bisa menjaga dirinya sendiri,” pesannya penuh harap. Tampak dari bola mata Pak Sarjo yang sudah menggenang air mata namun ditahannya agar jangan sampai tertumpah.            “Serahkan pada saya, semua murid di sini juga begitu. Mereka sudah mandiri semua, tenang saja.” Jawab Tirta penuh wibawa. Menjaga nama baik dirinya juga nama Padepokan adalah prioritas utamanya.             “Saya percaya padamu, sebagai gurunya. Jika dia salah, mohon benarkanlah, jika dia malas belajar, hukumlah sesuai dengan caramu mengajar.”            Pak Sarjo menepuk lengan Tirta dan mempercayakan sepenuhnya pada guru Liliana kini.             “Baik, siap. Pak. Liliana…!” serunya pada Liliana yang lebih memperhatikan murid-murid Padepokan yang sedang berlatih silat.             Merasa tidak digubris, Pak Sarjo mentowel tangan putrinya. “Lili! Gurumu memanggil,”             “Oh, apa? Oh iya, Ka…. Siap!” Liliana memberi hormat dengan meletakkan tangan kanannya di atas kepala.             “Sudahlah, kau masuk dulu ke dalam.” Perintah Tirta padanya.             “Saya.. pamit dulu. Ibunya sendirian lagi nangis, biasa… tidak bisa pisah lama-lama sama anaknya.”             “Oh ya, baik. Pak…, salam hormat untuk bundanya Liliana.”             “Saya sampaikan. Terima kasih sebelumnya, wassalamualaikum.” Pak Sarjo berbalik badan dan meninggalkan teras Padepokan. Sesekali dia melirik ke arah para murid Padepokan yang kesemuanya memberikan salam hormat padanya. Benar-benar seperti kembali ke masa kecil saat itu. Suasana dan segala hal yang akhirnya membuka lagi kenangan lama, saat kemudian dulu hanya gegara perkara sabuk yang berbeda saja sudah terjadi pergesekan antar murid satu dengan murid lainnya. Karena merasa sakit hati disudutkan oleh sebab hinaan dari seorang pembina yang pernah memarahinya dulu, Sarjo kecil pun tak lagi mau datang ke perguruan untuk selama-lamanya.             Seraut asa, masa lalu yang kembali terkenang…             Mengulang kembali di masa kini, namun bukan diri yang berjalan             Seutas harapan masa depan melangkah ke depan…             Tak ingin terulang kejadian yang sudah berjalan dan hilang               Kakek Darmo mengawasi saja semenjak tadi tingkah laku Pak Sarjo sampai lelaki itu berhenti di depan pintu gerbang dan berpamitan padanya. Pak Sarjo menitipkan pesan dan beberapa lembar uang tip ke dalam saku si Cantrik itu.             “Jaga anakku baik-baik, jangan sampai dia keluyuran ke mana-mana.” Pesannya terakhir kali sebelum keluar dari pintu gerbang dan masuk ke dalam mobilnya.             Kakek Darmo mengikuti sampai ke luar gerbang dan mengucapkan terima kasih atas pemberian darinya. Meski sebenarnya dia tidak pernah meminta dan berharap pemberian dari orang lain.             “Tenang saja, saya akan menjaga putri Anda dengan baik.”             Dan mobil honda jazz hitam itu pun berlalu pergi menjauh dari Padepokan lalu menghilang.                                                                                     *                              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD