BAB 62 Tak Perlu Dijelaskan Lagi

642 Words
Sejak dulu, aku mencintainya, Tak ada yang lain, Tapi aku terikat dengannya, Apakah ini selingkuh hati?             Liliana keluar dari kantor CEE Publishing tanpa menggubris panggilan Pak Ardhan yang berusaha mengejarnya. Langkahnya yang cepat seakan tak terkejar, emosi Liliana yang membuncah setelah melihat pemandangan mengejutkan itu belum reda. Tepat di depan pintu lift akhirnya dia pun berhenti melangkah, memencet tombol lift dan berharap pintu segera terbuka agar sosok lelaki itu tak berhasil menjemputnya.             “Ayo, cepat …, buka, ayo!”              “Liliana!” suara Pak Ardhan semakin mendekat, Liliana berharap berlari saja turun naik tangga. Dia pun beralih ke samping dan membuka pintu lewat tangga menuju lantai dasar. Tapi, Pak Ardhan terus mengejarnya pula. Hentakan kakinya yang terdengar berdebum membuat detak jantung Liliana semakin kencang saja, seolah-olah meloncat dari rongga dadanya dan berlari. Sekali lagi, Liliana adalah wanita yang punya kelemahan dan saat itu payahnya dia mengenakan sepatu high heels. Tentu saja sepatu tersebut menghambat laju perjalanannya menuruni anak tangga.             “Saya tidak mau dengar! It’s over!” jawab Liliana tegas. Pada saat melewati belokan, kaki kiri Liliana tanpa diduga mengikat kaki kanannya. Saking paniknya diri Liliana sampai tak memperhatikan bahwa sedetik itu pula dia hampir terjatuh dan terjungkal ke bawah, beruntung saja tangan Pak Ardhan sigap menarik lengan Liliana dan dipeluknya tubuh ringan Liliana erat-erat disandarkan ke dinding.             “Liliana!!! Awas!”             Liliana terkesiap dan berusaha melepas pelukan Pak Ardhan yang mengikatnya kuat. “Saya tidak mau sama Anda, lepaskan saya!”             “Liliana dengar! Kau hampir saja celaka!” Pak Ardhan melekatkan wajahnya ke pipi Liliana.             “Ehm, menjauh!”             “Liliana!!! Dengar! Dengarkan saya kali ini saja!”             “Tidak mau!”             “Liliana!!!”             “Tidak mau!”             Ditahannya Liliana sampai dia tak bisa berkutik, sampai napas Pak Ardhan terdengar di telinga Liliana.             “Dengar, jika kau tak percaya apa kata saya, bolehlah kamu pergi. Tapi tolong, percayalah apa yang akan saya katakan padamu,” tegasnya.             Liliana menundukkan wajahnya, terdiam dalam kemarahan.             “Dengar, yang kau lihat tidaklah seperti yang ada di dalam pikiranmu. Dia menjebak saya, dan saya hendak mengambil gawai itu darinya. Kau tahu, dia akan menyebarkan video …,” tiba-tiba Pak Ardhan berhenti berbicara. Hendak meneruskan tapi masih merasa takut akan reaksi dari Liliana.             “Kau tahu si Vindy, dulu saya pernah cerita kalau dia memakai ilmu guna-guna untuk memikat hati saya?”             “Ya,”             “Dia memanfaatkan video itu untuk memisahkan kita berdua,”             “Video?”             “Ya, video saya dan dia sedang …,”             “Sudah tak perlu diteruskan,”             “Jadi kau sudah tau?”             Liliana mengangguk, “Sudah, saya saksinya.”             “Jadi, dia ingin kita berpisah dan hendak menyebarkan video m***m itu untuk mempermalukan saya. Agar kau tidak lagi mau dengan saya, agar nama baik saya tercoreng. Dia tidak ingin kita bersama. Paham?”             “Paham,”             “Baguslah kalau kau mengerti,”             “Iya,”             “Bolehkah saya menciummu?”             Liliana terdiam, wajahnya tertunduk malu. Pipinya bersemu merah, kata-kata itu sebenarnya tak ingin didengarnya. Namun, kali ini dirinya tak bisa berkutik tersandar di dinding dan pelukan yang erat itu menahannya.             Tak ada jawaban dari Liliana, hanya terus saja menundukkan wajah sampai akhirnya Pak Ardhan mengangkat dagu Liliana dan mengecupnya dengan lembut. Sementara itu, sosok Vindy di luar sejak tadi sibuk mencari-cari keberadaan sejoli itu ke mana-mana dan tidak terlihat batang hidungnya. Padahal mereka berdua ada di dalam pintu darurat dan sedang terlena dalam kecupan demi kecupan. Meski di dalam hati Liliana terdapat cinta yang lain, tapi melihat kesungguhan dan cinta Pak Ardhan sedikit … ya … sedikit melunakkan hati yang keras itu. Meski, yang ada di bayangannya itu adalah wajah lelaki lain. Bukan, bukannya aku lebih jahat, Hatiku yang jahat, melebihi hati setan, Dia menciumku, Sedang aku membayangkan wajah lain, Bukan, bukan dia yang jahat, Tapi aku … Yang tidak pantas menerimanya. *              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD