BAB 55 Dipingit dan Lamaran CEO
316 Words
Tidak enak menjadi perempuan yang sedang dipingit. Di dalam rumah pun terpenjara, hanya boleh keluar sebatas di teras rumah saja. Tidak bisa ke toko atau ke manapun, merekalah yang berbondong-bondong datang. Dan hari ini adalah hari di mana Liliana akan dipingit dan menjadi tunangan seorang CEO penerbitannya sendiri. Penulis yang menikah dengan bosnya sendiri dan sepertinya hal ini baru saja terjadi.
“Cantik sekali dress yang kamu pakai, Lili,” puji sang ibunda setelah merapikan rambut Liliana dengan gaya ikal dan keriting gantung. Paras Liliana yang aslinya sudah bagus menjadi semakin cantik menawan. “Pantas saja bosmu jatuh cinta,”
“Ah, Bunda ini. Dia itu bos paling galak,” Liliana melengos. Gawai pun berbunyi, diraihnya gawai yang teronggok di atas meja rias. “Hallo,” sapa Liliana.
“Lili, kau sudah siap?” Pak Ardhan menelpon Liliana by video call. Terpana melihat wajah Liliana yang manglingi. “Luar biasa,”
“Kenapa, Pak?”
“Stop, tolong jangan panggil saya, Pak,” pintanya menolak.
“Terus apa?”
“Sayang,”
Liliana pun terkejut seperempat mati, menahan mulutnya untuk tidak sampai menyemprot wajah Pak Ardhan meski melalui video call. Liliana menundukkan wajahnya, “Maaf Pak, saya tidak bisa, karena menurut saya itu tidak sopan,”
“Tidak sopan bagaimana? Kamu itu calon istriku, jadi saya ingin kamu memanggil demikian, paham?” paksanya.
Liliana melengos ke kiri tak ingin menatap ke layar gawainya. Dia ingat sesuatu hal bahwa panggilan sayang itu tidak boleh dipaksakan pada siapapun. Panggilan sayang adalah panggilan paling sakral melebihi apapun.
“Liliana, tatap mata saya,”
Entah bagaimana bisa terjadi, spontan Liliana pun langsung mengakhiri panggilan itu dan menonaktifkannya.
“Maaf, Pak. Sayang itu hanyalah untuk seorang yang masih jauh di sana, sayang itu bukan atas permintaan sepihak tapi kedua belah pihak yang saling mencintai.” Pandangan Liliana pun jauh menerawang ke satu tempat yang membawanya ke dalam cerita masa lalunya.
*
- Writer
