BAB 14 Intimidasi Sang CEO

1139 Words
Kata Bunda, semakin bertambah usia Wanita. Kadangkala dia kan sering Pergi dan pulang larut malam. - Klub malam- pukul 10 malam             Suasana lampu diskotik menjadi satu hal yang tidak biasa dijalani Liliana. Ya, Cleon mengajaknya datang ke salah satu klub malam di Surabaya—“Cat’s Pajamas” yang ada di dalam komplek Hotel Garden Palace. Dengan mengenakan dress maroon kesukaannya, Liliana tampak anggun dan membuat Cleon semakin bertambah kagum saja serta tak ingin jauh-jauh dari Liliana.             “Teman saya sudah datang, Lili. Itu di sana, dia sedang ngobrol dengan temannya. Yang pakai kaos hijau daun di dadanya tertulis angka 5. Kamu lihat nggak?” Cleon mengarahkan telunjuknya pada si Bernard kawannya itu.             “Oh ya, saya sudah lihat,”             “Bisakah kita lebih akrab dengan kata sebutan aku daripada saya saja? Kesannya terlalu formal, Lili,” tutur Cleon mengeluarkan uneg-unegnya.             “Terserah kamu, Cleon,”             “Baiklah, ayo kuantar ke sana,”             “Yang penting jangan lama-lama, jam 11 aku sudah harus pulang…,” jawabnya cemas.             “Tenang saja, aku akan antar sesuai waktunya,” akhirnya Cleon berhasil mempertemukan temannya dengan Liliana. “Nard, Nard…, ini dia si penulis itu,” Cleon meminta Liliana duduk di sofa.             “Oh, ya…,” Bernard berdiri menyambut kedatangan Liliana dan menawakan tangannya untuk bersalaman.             Tapi keinginan itu tampaknya ditolak mentah-mentah oleh Liliana. Dia hanya menyunggingkan senyumnya saja.             “Liliana,”             “Bernard,”             Dan keduanya pun duduk berhadapan di tengah hingar-bingar suasana lampu dan musik diskotik yang tidak biasa bagi Liliana. Ada rasa ingin pulang saja saat itu, tapi Cleon terus menahan tangannya.             “Tenang, tenang, nanti juga biasa,”             Bernard mengamati wajah Liliana dan memejamkan matanya sambil merapal mantera. Dia ingin melihat sesuatu yang tak kasat mata dengan mata batinnya. Sambil manggut-manggut dia seakan berbicara dengan sesosok yang tak terlihat.             “Ya, ya, ya. Ya Kek, mengerti,” ujarnya bicara sendiri.             Liliana hanya diam terbengong-bengong mengamati gerak-gerik Bernard yang berkesan aneh.             “Dia ngomong apa sih, Cleon?” Liliana menatap ke arah Cleon.             “Diam dulu, tunggu dia selesai, nanti kau akan tau jawabannya,”             “OK.”             Bernard pun menyudahi acaranya berbincang-bincang dengan makhluk gaib lalu membuka matanya kembali. Sejenak dia perbaiki posisi duduknya dan menatap ke arah Liliana dengan seksama.             “Sebelumnya, maaf ya, kalau tadi itu saya sedang berkomunikasi dengan khodam leluhur Mbak Lili. Dan…,”             Terhenti.             “Dan apa?” Liliana jadi bertambah penasaran.             “Dan bercerita sedikit banyak, ehm…,”             “Kenapa sih kok putus-putus?”             “Ya, maaf. Ini baru merangkai kalimat agar Mbak bisa paham apa yang saya katakan ke Mbaknya, gitu…”             Liliana manggut-manggut. “Oh ya, ya oke kalau gitu, Mas,”             “Jadi, intinya itu, Mbak Lili diminta untuk berusaha mengasah hal baru yang baru digeluti dan Kakek ini…,”             “Kakek di sini?”             “Gimana sih, Mbak ini. Tadi saya itu ya berkomunikasi dengan Kakeknya Mbak itu, yang njagain sejak kecil, ikut ke mana saja Mbak pergi,”             Liliana mulai merasa bulu kuduknya merinding. Hawa mulai terasa aneh. Liliana menatap Cleon.             “Kamu ngrasa sesuatu nggak?”             “Enggak,”             “Oh,”             “Tenang saja Mbak, Kakek itu nggak mengganggu. Mbak malah dijaga sama beliaunya ini. Jadi tenang saja, beliau berpesan untuk Mbaknya,”             “Pesan?”             “Cobalah mencari jati diri Mbak yang sejati,”             “Jati diri bagaimana maksudnya?”             “Ada rahasia di dalam dirimu, misteri kehidupanmu di masa lalu yang harus kau temukan sendiri. Itu saja pesanku,” Bernard menyudahi wejangannya dan kembali meneguk secangkir cofeelate.             Terdengar suara-suara sumbang tepat di belakang sofa yang diduduki Liliana dan Cleon. Suara yang terdengar familiar sekali. Tapi suara itu bercampur dengan suara wanita lain bernada genit dan nakal. Pun yang membuat jijik suara ciuman yang membuat Liliana langsung menoleh ke belakang dan ternyata…             “Pak Ardhan? Vindy?” Liliana mendelik dan terkejut setengah mati saat melihat keduanya tengah berciuman penuh nafsu apalagi Pak Ardhan terlihat setengah mabuk juga. Di atas meja itu terdapat dua botol minuman wine.             Seketika Pak Ardhan dan Vindy terperanjat. Tatapan Pak Ardhan tajam menatap diri Liliana.             “Jadi, ini kerjaanmu sekarang ya? Disuruh nulis novel malah keluyuran malam-malam ke klub malam,”             Sindiran itu tentu saja membuat Liliana naik pitam, kedua tangannya mengepal menahan emosi yang membuncah di d**a.             “Jangan salah, aku yang mengajaknya,” Cleon menarik lengan Liliana dan menciumnya dengan lembut. Dipeluknya tubuh Liliana erat sedang dua bibir itu saling bersentuhan. Tatapan mata Liliana mengisyaratkan keterkejutan yang mendalam. Buru-buru dilepasnya pelukan Cleon darinya.             “Cleon,”             “Ini pacarku, jangan coba-coba mengaturnya,” Cleon menggenggam tangan Liliana dan meremasnya.             Liliana hanya diam saja sambil menunjukkan wajah penuh isyarat pada Cleon. Tentang apa yang baru saja dilakukannya di hadapan CEO dan penulis pendatang baru itu.             “Apa, jadi ini pacarmu, Lili?” Pak Ardhan mengepalkan tangannya dan spontan menonjok pipi Cleon dengan keras. Cleon terjatuh dan pipinya pun memar, tak mau diserang begitu saja. Cleon pun bangkit dan membalas tonjokan itu ke pipi Pak Ardhan kiri dan kanan. Dijambaknya rambut Pak Ardhan dan dilempar ke luar sofa jatuh ke lantai.             “f**k!” umpat Cleon kesal.             “Cleon, Cleon sudah! Dia bosku, Cleon! Jangan!” Liliana mencoba untuk menghentikan keduanya tapi rupanya Pak Ardhan bangun dan kembali memukul Cleon untuk kedua kalinya. Kali ini perut Cleon ditinju oleh Pak Ardhan sampai membuat Cleon jatuh ke lantai dan merintih kesakitan.             “Kau masih ingusan, berani kau mencium Liliana di depanku. Kau, kau akan tau akibatnya!” Pak Ardhan menarik tangan Liliana dan memaksanya keluar dari dalam ruang klub malam sedang Liliana ketakutan setengah mati. Kalau-kalau Pak Ardhan mencelakainya juga. Dibawanya Liliana ke tempat parkir mobil dan Pak Ardhan melepaskan cengkeraman tangannya.             “Ingat, jauhi dia. Saya tidak suka dia menciummu!” Pak Ardhan menarik lengan Liliana dan kini mencium bibirnya dengan paksa. Liliana mencoba untuk berontak tapi tak sanggup. Tubuh Liliana disandarkan di sisi mobil tanpa dirinya bisa melepas diri.             Vindy berlari menyusul mereka berdua di tempat parkiran dan terkejut saat melihat CEO kesayangannya itu berciuman dengan Liliana. Tangannya menggenggam erat sambil di dalam genggaman itu ada sebotol minyak pelet yang baru tadi sore dibelinya.             “Dukun itu minyaknya kurang sakti. Aku benci melihat pemandangan ini!” Vindy pun memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka berdua dan naik taksi. Berangkat bersama bosnya tapi pulang malah naik taksi.             Cleon keluar dari klub malam sambil memegangi perutnya yang kesakitan, pun dia menuju tempat parkiran juga dan melihat lelaki itu mencium Liliana sedang Liliana tidak menolaknya. Malah akhirnya keduanya pun masuk ke dalam mobil dan mobil tersebut melaju keluar dan berlalu pergi dari dirinya. Cleon merasa bodoh ya bodoh. Ditepuknya pundak Cleon oleh kawannya yang ada di belakang.             “Kau harus bisa kuat dan memperjuangkannya, sobat.” Tutur Bernard lalu mengajak Cleon keluar dari tempat hiburan itu. *                           
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD