bc

40 Wedding Days

book_age18+
893
FOLLOW
7.0K
READ
contract marriage
CEO
drama
serious
brilliant
others
like
intro-logo
Blurb

40 hari pernikahan, adalah jangka waktu yang dibuat oleh Erwin Atala, selaku pimpinan dari PT. Atala Group untuk waktu pernikahannya dengan Maya Sadewi, gadis desa yang dipaksa menikah oleh paman dan bibinya.

Maya tidak pernah menduga, jika dirinya harus menjadi seorang istri siri yang statusnya sendiri saja, Maya tidak ketahui. Erwin yang sudah menikah dan mempunyai istri sah, menyembunyikan semua itu demi ambisi dan keserakahan dunia.

Hingga pada suatu hari, tepat di hari 40 pernikahan mereka. Erwin akhirnya benar-benar jatuh hati pada Maya. Dan, disaat yang sama, Maya mengetahui statusnya yang hanya sebagai madu, dari istri sah Erwin bernama Giska.

chap-preview
Free preview
Awal pertemuan
"Kamu harus mau menikah dengan Pak Erwin Atala, May! Kapan lagi coba, gadis desa seperti kamu bisa menikah dengan pria kota. Sudah tampan, mapan, kaya raya pula!" desak bibi Titin, yang merupakan bibi dari Maya. "Bibi kamu itu benar May. Gadis desa seperti kamu itu biasanya hanya ditaksir oleh pemuda desa yang masa depannya tidak tentu. Apa kamu mau menghabiskan sisa umur kamu hanya untuk memilih pria yang seperti itu? Ini kesempatan emas, tidak mungkin akan datang untuk ke dua kalinya," Tidak jauh berbeda dengan sang istri. Paman Arman-- Suami bibi Titin, juga ikut mendesak dan meyakinkan Maya. "Tapi Bi, Maya ini masih terlalu muda untuk menikah. Dan lagi, memangnya apa niat pria kota itu menikahi Maya? Sedangkan di ibu kota sana, banyak sekali wanita yang sepadan dengan dia. Kenapa harus jauh-jauh mencarinya di desa seperti ini?" tolak Maya. Kedua suami istri itu nampak berpikir. Alasan sebenarnya bukan karena Maya beruntung dipilih oleh pria kota nan kaya raya. Tetapi, lahan peninggalan mendiang orang tua Maya lah yang pria itu inginkan. "Ya, mana kami tau. Mungkin saja wanita kota tidak menarik di matanya. Ini kesempatan emas May. Pak Erwin juga mau membeli lahan peninggalan Mas Aji, ayah kamu dengan harga yang mahal. Dua keuntungan langsung kamu dapatkan. Kamu tidak perlu repot-repot menjual lahan itu ke juragan di desa ini, dan yang terpenting, hidup kamu pasti akan bergelimang harta dan kemudahan jika kamu menikah dengan pak Erwin," ujar paman Maya. "Oh, jadi semua ini karena lahan itu? Apa Paman dan Bibi dapat persenan dari pernikahan ini? Tapi maaf, aku tidak berminat," sahut Maya, beranjak pergi dari rumah paman dan bibinya. "Aduh, bagaimana ini Pak? Maya menolaknya, sedangkan kita berdua sudah menyetujuinya. Uang lima puluh juta kita bisa melayang kalau begini caranya Pak," rengek bibi Titin. "Ya, kamu kejar dong Maya nya! Kenapa malah merengek di sini? Seperti anak kecil saja. Bikin alasan apa kek, Maya itu kan orangnya tidak tegaan, kamu pura-pura buat drama saja," usul paman Arman, dengan liciknya. "Ah, kamu benar juga. Aku kejar Maya dulu kalau begitu," Mata bibi Titin langsung berbinar, saat merasa ada secercah harapan. Dengan cepat bibi Titin berlari mengejar Maya. Rumah mereka yang memang berdekatan, memudahkan wanita serakah itu sampai lebih cepat. "May, buka dulu pintunya! Dengarkan Bibi dulu!" Bibi Titin terus mengetuk pintu rumah Maya, sampai akhirnya sang keponakan membuka pintu juga. "Dengarkan apa lagi Bi? Maya tidak mau menikah, apalagi Maya tidak kenal sama yang namanya Pak Erwin itu," ucap Maya. "Kalau belum kenalan, bagaimana kamu mau tau May? Bagaimana mau dekat? Di usia kamu sekarang ini, gadis desa seperti kamu sudah layak untuk menikah. Kalau harus menunggu beberapa tahun lagi, orang-orang desa pasti akan menyebut kamu perawan tua," jelas Bibi Titin, menggenggam tangan Maya. "Maya tidak peduli dengan sebutan itu Bi. Tidak semua gadis desa seperti itu. Maya tidak mau," Maya terus saja menolaknya. "Kasihanilah Bibi May, kamu kan tau sendiri, bagaimana keuangan Bibi dan Paman. Sebenarnya Bibi punya hutang dengan Pak Erwin. Dan dia mau lahan itu sebagai bayarannya. Kalau Pak Erwin tidak bisa mendapatkan lahan itu, kami berdua akan dibawa ke kantor polisi. Nana masih kecil, bagaimana nanti dia hidup tanpa kami?" Bibi Titin memulai sandiwaranya dengan membawa-bawa anaknya yang masih berusia 3 tahun. Mendengar itu, hati Maya yang memang lembut jadi terenyuh. Maya tampak berpikir keras, bagaimana menyelesaikan masalah sang Bibi. Di desa itu, hanya bibi Titin dan paman Arman lah keluarganya satu-satunya. "Maya akan menyerahkan lahan itu untuk bayarannya. Tapi, Maya tidak mau menikah dengan pak Erwin," ucap Maya pada akhirnya membuat keputusan. "Kenapa tidak mau May? Hidup kamu akan terjamin. Apalagi kamu hanya hidup seorang diri. Pikirkan masa depan kamu May! Lihat dulu, bagaimana pak Erwin itu orangnya. Jangan langsung menolaknya. Ini kesempatan emas May. Pak Erwin sedang dalam perjalanan ke desa ini. Bibi mohon, semua ini demi kamu juga," ungkap bibi Titin, seolah-olah dirinya begitu memperhatikan masa depan Maya. Terus didesak seperti itu. Maya akhirnya mengangguk. Bukan tanda setuju, Maya mengangguk karena ingin melihat orang seperti apa yang akan menjadi calon suaminya sekarang. Sedang asyik membujuk Maya, paman Arman datang menyusul dengan membawa beberapa orang pria bertubuh tinggi tegap. Semuanya menggunakan jas, terlihat tampan dan berkelas. "Pak Erwin, perkenalkan. Ini keponakan kami, namanya Maya Sadewi," Paman Arman dengan cepat memperkenalkan Maya, dengan pria yang Maya duga adalah Erwin Atala. Maya sekilas meliriknya, kemudian menunduk malu. Kebiasaan gadis desa seperti dirinya memang seperti itu jika bertemu dengan pria, apalagi pria itu datang jauh dari ibu kota. "Perkenalkan nama saya Erwin Atala," ucap Erwin, mengulurkan tangganya lebih dulu. Kebiasaan yang tidak Erwin sukai, akhirnya harus dirinya lakukan. Ambisi dan keserakahan untuk mendapatkan apa yang dirinya mau. Membuat Erwin menurunkan harga dirinya di depan gadis desa, yang di dalam hatinya sendiri terus saja mencaci. Maya mendongakkan kepalanya. Memandang lama uluran tangan itu. Keraguan mulai muncul dalam hatinya. Wajah tampan nan rupawan Erwin, membuat Maya mulai sedikit tertarik. "May, ayo ulurkan tangan kamu! Itu Pak Erwin mengajak kamu berkenalan," ujar paman Arman, menyenggol lengan Maya. Dengan pipi yang sedikit merona, Maya akhirnya mengulurkan tangannya membalas jabatan tangan dari pria yang berniat memilihnya menjadi istri. "Saya Maya Sadewi," ucap Maya. "Apa kita bisa bicara di dalam? Em, maksud saya. Tidak etis saja, jika harus membicarakan masalah penting seperti ini di depan rumah. Apalagi para warga di sini, sepertinya begitu ingin tau apa yang kita bicarakan," ujar Erwin, merasa risih dengan tingkah kampungan warga desa yang kini sudah mulai berkerumun di depan rumah Maya. Maya melihat ke sekelilingnya. Benar saja yang diucapkan Erwin, warga desa sudah mulai banyak berkumpul karena melihat orang-orang berjas yang datang. "Mari silahkan masuk!" ucap Maya mempersilahkan. Rumah yang terbilang sangat sederhana dan sedikit lapuk. Membuat Erwin tidak mau berlama-lama berada di sana. Beberapa kali Erwin terlihat gelisah dalam duduknya. Ruangan yang pengap dan sedikit temaram, semakin membuat Erwin tidak betah. Andai saja aku tidak menginginkan lahan itu, aku tidak sudi berada di rumah yang seperti ini. Lingkungan yang kumuh dengan penerangan seadanya. Belum lagi tidak ada pendingin ruangan. Ini rumah atau gubuk derita? Menjijikan sekali, sepertinya aku harus menyelesaikan ini secepat mungkin, batin Erwin.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook