40 hari pernikahan

1050 Words
Perundingan akhirnya berlangsung juga. Erwin berlaku sebaik mungkin di depan Maya, guna menarik simpati wanita yang akan menjadi target utamanya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Maya tidak banyak bicara, hanya menyahut sesekali saja. Paman dan bibinya lebih mendominasi perundingan itu dan membuat keputusan sepihak. Setelah semuanya beres, Erwin bergegas pulang. Terlalu lama berdiam diri di rumah sederhana Maya, membuat pikiran Erwin berjalan tak semestinya. "Baiklah, lusa saya akan kembali lagi mempersiapkan pernikahan kita. Saya harap, kamu bersiap untuk itu. Karena, setelah pernikahan selesai, saya akan langsung memboyong kamu ke rumah saya yang ada di kota," ujar Erwin, setelah mengucapkan itu langsung pergi menuju mobil mewahnya. Selepas kepergian Erwin, para tetangga yang memang sedari tadi ingin tau apa yang sedang terjadi, langsung berkerumun di depan pintu rumah Maya. Dengan sombongnya bibi Titin memberitahu perihal pernikahan Maya dengan Erwin, pada orang desa. "Aduh, beruntung sekali Maya, sekali menikah langsung dapat orang kota. Mana kaya raya lagi," puji salah satu warga desa. "Alah, paling juga nanti dijadikan babu, atau istri simpanan. Secara pria kota itu tampan dan kaya raya. Mana mungkin dia mencari istri yang hanya gadis desa, sedangkan di kota ada banyak wanita cantik," cibir warga yang lainnya. "Hei, kalau bicara itu dipikir dulu! Kamu iri ya? Harusnya kamu itu bangga, gadis desa di desa ini bisa menikah dengan orang kaya raya dari kota. Bukan malah mencibir keponakanku seperti itu," Bibi Titin meradang, saat warga desa meremehkan keluarganya. "Sudahlah Bi, Maya mau istirahat dulu. Maya masuk duluan, permisi!" pamit Maya, kepalanya terasa pusing mendengar perdebatan para warga desa. "Ya, istirahat saja kamu May. Jangan pedulikan kata-kata mereka! Mereka semua ini hanya iri saja, karena diantara dari mereka atau anak mereka, tidak bisa mendapatkan pria kaya dari kota. Semuanya dari desa, mana miskin pula," sahut bibi Titin, balas mencibir. Erwin yang sudah mencapai satu persatu keinginannya, memilih langsung pulang ke rumah utamanya. Di mana seorang wanita cantik sudah menunggu kepulangannya. Giska-- istri sah Erwin, duduk menyilangkan kakinya sembari membaca sebuah majalah kesukaannya. Sesampainya Erwin di rumah, Giska langsung meletakan majalahnya dan berjalan mendekati sang suami. "Kamu dari mana saja, Sayang? Kata sekretaris kamu, kamu sedang pergi ke desa Suka Maju. Untuk apa?" tanya Giska, wajahnya terlihat kesal. "Aku memang ke desa itu. Kita bicarakan ini di kamar saja. Ada yang mau aku bicarakan, ini masalah yang sangat penting," ajak Erwin, menggandeng lembut lengan sang istri berjalan menuju kamar. Erwin langsung mengunci pintu kamar, saat keduanya sudah masuk ke dalamnya. Melihat tingkah suaminya yang aneh dari biasanya, Giska menautkan keningnya heran. "Kamu kenapa? Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Giska, penasaran. "Aku berniat menikah lagi dalam kurun waktu dua hari dari sekarang," ungkap Erwin dengan santainya. Giska membelalakkan matanya tidak percaya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut sang suami. Matanya langsung melotot marah, wajahnya yang putih, seketika saja memerah emosi. "Kamu gila Sayang! Kamu bilang mau menikah lagi? Kenapa? Aku tidak mau di madu," Giska menolak keras keinginan Erwin. "Dengarkan dulu, Sayang! Ini bukan pernikahan sungguhan. Ini hanya bisnis, aku berniat melebarkan sayap perusahaan agar keuntungan yang kita dapatkan semakin banyak," jelas Erwin, menggenggam tangan Giska. "Apa maksud kamu? Melebarkan perusahaan apa? Apa semua itu harus dengan menikah? Kamu gila Win!" sentak Giska, menarik tangannya. "Aku harus melakukan ini, Sayang. Sebuah lahan besar yang sangat strategis kini jadi incaranku. Lahan yang letaknya ada di desa suka maju. Aku harus mendapatkan lahan itu, sebelum sainganku mendapatkannya lebih dulu. Tapi, lahan itu ada pemiliknya. Dan pemiliknya seorang gadis desa lugu dan bodoh," jelas Erwin, wajahnya terlihat serius. "Maksud kamu, kamu menikahi seorang gadis desa? Wanita yang akan jadi maduku, hanya seorang gadis desa yang bodoh dan lugu? Hahaha... itu tidak lucu Win! Kalau kamu mau lahan itu, tinggal beli dan negosiasi dengan wanita itu. Bukan malah menikahinya," ucap Giska, tidak terima. "Aku tidak ada pilihan lain Sayang. Paman dan bibi gadis itu, menginginkan pernikahan ini. Kalau aku tidak menerimanya, lahan itu akan melayang. Dan aku, tidak akan punya kesempatan untuk mendapatkan semua ini. Lahan itu begitu strategis untuk sebuah resort wisata. Keuntungan yang kita dapatkan akan berlipat ganda. Apa kamu tidak menginginkan itu?" tanya Erwin, mengiming-imingi sang istri dengan uang. Erwin tau benar, bagaimana sang istri jika mendengar uang mengalir. Dirinya merasa sangat yakin, rencananya kali ini akan berhasil. Bukan hanya mendapatkan keuntungan yang besar dari hasil pembangunan yang akan dia lakukan. Tapi, perusahaannya juga akan bertambah besar. Ambisi dan keserakahan Erwin, terus memaksa dirinya, untuk terus bisa mendapatkan semuanya, walaupun dengan cara kotor dan mempermainkan pernikahan yang sakral. "Aku sih tentu mau punya uang banyak. Tapi, aku tidak mau di madu. Bagaimana kalau nanti kamu pilih kasih? Bagaimana, kalau nanti kamu benar-benar jatuh cinta dengan gadis desa itu? Belum lagi malam pertama kalian dan seterusnya. Aku tidak mau, membayangkannya saja aku tidak sanggup," Giska menumpahkan semua keluh kesahnya. Erwin mendekati sang istri. Dibelainya mesra pipi tirus Giska. "Kamu tenang saja Sayang, aku tidak ada niat untuk memadu kamu. Aku janji, ini hanya urusan bisnis saja. Aku tidak akan pilih kasih atau mengabaikan kamu. Kamu tetap yang nomor satu. Aku juga janji, aku tidak akan pernah jatuh cinta dengan gadis desa itu. Semua ketakutan kamu tentang malam pertama, atau apapun itu. Tidak akan pernah terjadi. Dia hanya gadis desa yang bodoh dan lugu, dia bukan tipeku sama sekali," ucap Erwin, mengecup kening Giska lembut. "Kamu janji?" tanya Giska, memajukan jari kelingkingnya. "Aku janji, dan pasti akan menepatinya," sahut Erwin, melilitkan jari kelingkingnya ke jari Giska. "Beri aku waktu 40 hari, dalam 40 hari ke depan. Aku akan mengakhiri sandiwara ini, setelah pembangunan dan urusan surat menyurat mengenai lahan itu berpindah nama atas namaku. Dalam waktu 40 hari itu, aku minta kamu bersabar. Aku akan lebih sering menemani kamu, dia hanya pion untukku, agar aku bisa mencapai semuanya. Dan, keuntungan dari itu semuanya. Kita berdua akan menikmatinya," lanjut Erwin, tersenyum licik. "Baiklah, aku setuju. Tapi, apa kalian akan menikah secara siri? Dalam negara, kartu nikah hanya bisa untuk satu istri dan satu pernikahan sah saja. Status kamu nanti bagaimana?" tanya Giska. "Kamu tenang saja, aku sudah memikirkan itu semua. Aku akan menikahinya dengan cara siri. Untuk statusku yang sebenarnya, kita tetap harus merahasiakan semuanya, sampai batas waktu berakhir dan sampai wanita itu kembali ke tempat asalnya. Pastikan Mama tidak tau rencana ini, kalau tidak bisa bahaya!" sahut Erwin, otak iblisnya benar-benar sudah merancang semuanya dengan rapi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD