Maya memekik keras mengangkat isi paket kiriman Erwin dengan dua jarinya. Benda berbahan kain tipis, sangat menerawang, dengan desain yang aneh menurut Maya. "Apa-apaan ini? Kenapa dia mengirim pakaian belum jadi seperti itu?" Dengan cepat Maya melemparnya ke lantai. Lingerie berwarna merah darah, tergeletak begitu saja di lantai kamarnya. Jantung Maya berdegup kencang, pipinya langsung merona merah. "Dasar pria gila! Bisa-bisanya dia membeli pakaian itu. Memangnya dia pikir, aku mau memakainya? Lebih baik aku memakai daster bututku ini," gerutu Maya, pandangannya tak lepas dari lantai kamar. Sedangkan di ruangan Erwin. Telinga Iwan sampai panas karena omelan dan bentakan Erwin. "Bukannya pak Erwin yang meminta saya mengisi paket itu? Itu sudah paling benar Pak," bela Iwan, sambil me

