Chapter 3 (Tertabrak Seorang Pria)

1473 Words
Kening Nabila menabrak punggung bidang milik seseorang dan sudah di pastikan punggung itu milik laki-laki yang hendak sholat Jum'at, di iringi suara benda yang terjatuh ke aspal, ya benda pipih itu adalah smartphone milik Nabila yang terjatuh dari genggamannya. "Ahk-". Sentak Nabila membuatnya mundur beberapa langkah dan tak mampu mengontrol tubuhnya hingga akhirnya ikut terjatuh. Seorang pria dengan perawakan tinggi berbadan atletis menyadari, bahwa punggungnya terasa sakit akibat benturan keras dari seseorang. Laki-laki itu segera menoleh ke arah seseorang yang sudah terjatuh di bawah kakinya. "Pak ustadz, anda tak apa?". Terdengar seseorang di sebelahnya mengajukan pertanyaan kepada laki-laki yang ditabrak Nabila. "Na'am, saya baik-baik saja". Jawabnya melempar senyum simpul kepada sang penanya dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah Nabila. "Permisi ukhti!, apakah kamu baik-baik saja?". Tanyanya agak merunduk kan kepalanya mencari mata sang gadis yang menabraknya tadi. "Bagaimana bisa ada seorang wanita di jalan ini, padahal sebentar lagi kan masuk waktu sholat Jum'at!?". "Sepertinya dia bukan warga sini!". "Iya benar, gadis ini bukan warga sini!". "Ini kan hari Jum'at!, kok berani sekali wanita ini lewat area masjid". Banyak sekali suara keriuhan para jemaat sholat Jum'at yang tengah berkerumunan mengelilingi Nabila. Dalam kondisinya yang masih terduduk di aspal dan wajah yang tertunduk malu, Nabila tak berani menengok ke arah suara yang membicarakannya maupun kepada sosok laki-laki yang menanyakan keadaanya. Tangannya yang bebas terus mencari telfon genggam miliknya yang ikut terjatuh, setelah ia dapati smartphone miliknya Nabila segera beranjak dari jatuhnya dan meminta maaf atas ketidaknyamanan akan kehadirannya. "Saya mohon, maafkan saya! Sekali lagi maafkan saya". Pungkasnya menundukkan kepala dan badannya ke kanan dan ke kiri bak orang Korea yang sedang meminta maaf dengan sopan. Tanpa menengok kanan kiri lagi Nabila langsung mengambil langkah seribu dan segera pergi dari kerumunan para jemaat sholat Jum'at. "Hey!". Panggil sang ustadz yang ditabrak Nabila tadi Nabila segera melangkah cepat tanpa menunggu jawaban dan mengabaikan panggilan sang ustadz. "Aah, ya Allah malunya!!!". Gumamnya menutupi wajah cantiknya dengan kedua tangannya. Sakit dari jatuhnya sih gak seberapa tapi malunya itu loh!. Sudah ketabrak cowok, jatuh pula, eh malah jadi pusat perhatian. Bagaikan sebuah peribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga, bukan sakit tapi rasanya ah malu. "Bagaimana pak ustadz, apa kita pasang lagi saja plang khusus di hari Jum'at?". Tanya seseorang kepada ustadz yang ditabrak Nabila tadi. "Sepertinya gadis tadi bukan warga sini. Mungkin dia tidak tahu, atau mungkin juga ia lupa, sehingga tidak tahu mau lewat mana. Karena, bisa jadi ini satu-satunya jalan utama menuju rumahnya. Banyak kemungkinan yang kita tidak tahu". Imbuhnya melempar senyum kepada lawan bicaranya dengan netra yang masih menatap Nabila sejak terjatuh hingga langkah Nabila yang mulai tak terlihat lagi. "Dan, mengenai plang nanti kita akan diskusikan lagi oleh pihak dkm". Tambahnya, mengalihkan pandangannya yang semula ke arah Nabila lalu menoleh ke arah lawan bicaranya, dan kembali memastikan sosok Nabila yang sudah tak lagi terlihat. Sesampainya Nabila di rumah.. "Assalamu'alaikum, Bun kakak pulang". Ujarnya mengucap salam dengan tiap kalimat yang di ucap panjang bernada lemas dan terdengar hembusan nafas kasar di kalimat akhirnya. Rahma sang bunda yang mendengar suara lemah putrinya langsung menoleh dari sebalik tirai pembatas antar ruang dapur ke ruang televisi. "Wa'alaikumussalam. Are you okay?". Tanya Rahma khawatir sambil mengaduk-aduk sayur sop yang sedang dibuatnya. "Yas, i'm good and i'm fine, thanks Bun". Jawab Nabila yang langsung masuk ke kamar tanpa menghampiri dan menyalami ibunya dulu. Krek! Bruk! Terdengar suara gagang pintu di kayuh dan diiringi suara pintu yang ditutup kembali. "Kok Nabila langsung masuk kamar? Tumben. Gak peluk, cium, salim bunda dulu gitu?! Apa jangan-jangan kakak sakit?" Gerutu Rahma sembari mengakhiri aktivitas masaknya. Langkahnya beranjak meninggalkan dapur menuju kamar Nabila. Nabila ini anak pertama dari dua bersaudara, ia memilik satu adik perempuan bernama Asma Nadia yang masih duduk di bangku SMA, tepatnya di kelas satu IPA. Itu sebabnya Nabila kerap dipanggil kakak di rumah. Asma adik Nabila memiliki sifat jahil dan manja, ia sangat menyayangi kakaknya, Nabila, begitu pula dengan Nabila. Keduanya tidak pernah bertengkar seperti kebanyakan kakak adik di luar sana. Nabila memang sejak kecil sudah memiliki sifat dewasa dan bijaksana, ia selalu mengalah terhadap adiknya. Itu sebabnya mengapa Asma sangat menyayangi Nabila. "Bruk". Nabila menjatuhkan tubuhnya di atas kasur berukuran agak besar yang kiranya muat lah jika di tiduri dua orang, berbalut sprei purple tanpa motif, berhiaskan dua bantal kepala dan satu bantal guling berbalut sarung putih bermotif bunga bercorak ungu, juga terdapat boneka teddy super besar berwarna coklat yang bertengger di sisi kanan ranjang miliknya. Nabila memejamkan matanya sejenak mencoba mengatur nafasnya yang masih terengah-engah dan juga perasaannya yang bergejolak sebab menahan malu. Terlihat dari wajahnya yang masih memerah, entah karena terbakar terik matahari atau karena malu tertabrak seorang laki-laki. "Ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya, semoga gak akan pernah terulang lagi kejadian memalukan tadi!!Argh, seandainya waktu bisa di ulang lagi. Huh, malu-malu in!!". Gumamnya mengeluh sambil kedua tangannya mengacak-acak kepalanya yang masih terbalut hijab dan menghentak hentakan kakinya yang masih menjuntai ke lantai. "Kalau di ingat ingat suara laki-laki tadi nampak tidak asing, tapi pernah dengar dimana ya". Gumamnya lagi lirih. Tok! Tok!! Tok!! Terdengar suara pintu yang diketuk dari luar kamar. "Kak, bunda masuk ya?!". Seru Rahma meminta izin masuk ke kamar Nabila. "Masuk aja Bun, gak Bila kunci kok". Tanpa basa basi lagi Rahma langsung masuk menemui putrinya, dan di dapati sang putri tengah meringkuk di atas ranjangnya yang masih mengenakan pakaian yang sama dengan balutan hijab yang sudah berantakan. "Masya Allah kak, kakak sakit ya? Tanya Rahma khawatir sambil mengecek suhu badan Nabila dengan telapak tangannya. "E-engga kok Bun Nabila gak sakit". Balas Nabila singkat. Tiba-tiba Nabila tersentak mengingatnya belum mencium punggung tangan Rahma. "Astaghfirullah, maaf bunda aku sampai lupa!". Pungkasnya langsung terbangun dari baringnya seraya merapihkan hijabnya yang sudah tak beraturan. Langsung di raihnya tangan sang bunda, dan diciumi-nya bolak balik. "Maafin Bila ya bun". Imbuhnya seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Mmh, bunda kira kamu sakit. Bila, Bila!". Balas Rahma gemas seraya mencubit kedua pipi chubby Nabila. "Aduh, duh sakit sakit, bun!". Tangan Nabila mencoba menahan cubitan Rahma, kemudian mengelus pipinya yang sudah memerah. "Ya sudah mending kakak bangun, mandi, sholat dzuhur lalu makan agar pikiran kakak fresh lagi oke! Go Nabila go!!". Ujar Rahma dengan nada menyemangati dan pergi meninggalkan Nabila yang masih terduduk menatapnya. "Baik bunda". Saat Nabila hendak beranjak dari duduknya, smartphone miliknya berdering. Ring! Ring!! "Nah ini dia nih pelakunya!". Setelah nada suara tersambung, terdengar suara seorang wanita bernada marah. "Hallo! Assalamu'alaikum, Nabil! Kok gak balas telepon aku!? Aku menghubungi kamu berkali-kali loh!" "Tahu gak sih kalau ada orang yang menghubungi mu berkali-kali tandanya orang itu tuh khawatir sama kamu. Mestinya tuh kamu... bla, bla, bla" Belum sempat Nabila menjawab salam, sang penelepon sudah langsung terobos dengan jurus seribu tanya tanpa henti. Bak seorang pacar posesif yang tengah khawatir kepada kekasihnya. Sementara Nisa mengomel Nabila malah asik memutar bola matanya dan segera menjauhkan telinganya dari celotehan sahabatnya yang terus menggema di balik smartphone miliknya. "Hallo! Nabil, Bill, NABILA RADYA ZALKA!!!". Pekik Nisa menyadari sahabatnya tak merespon celotehanya. "Udah selesai ceramahnya?? kalau udah aku tutup nih". Balas Nabila mengejek sahabatnya. "Ih, kamu kok nyebelin banget sih kubil. Aku tuh beneran khawatir tau!". "Iya deh maaf!! dan makasih loh ya udah di khawatirkan. Ceritanya panjang Nisa, nanti kalau ketemu aku ceritain deh". "Loh kamu beneran ada masalah toh Bila?". "Hmm,. Ngomong ngomong ada apa nih telepon aku?" Jawab Nabila mengalihkan. "Pertama aku telepon mau tanya kamu udah sampai atau belum??! Dan-". "Kalau sudah ada kata dan pasti ada maunya" Nabila memutus ucapan Nisa. "Yupz, yang ke dua aku mau ngajak kamu". "Jawaban pertama, aku udah sampe, belum sholat, belum makan dan akan segera mandi. Dan jawaban ke dua, aku gak mau. Aku lagi malas keluar". "Ya Allah Bila, gak tanya dulu kek mau kemana gitu. Udah langsung nolak aja. Gak asik lo kalau lagi bad mood". "Iya, iyaa mau kemana Nisa 'CANTIK' ". Dengan sedikit penekanan di kata cantik. "Nah, gitu dong. Aku mau ngajak kamu ke ta'lim. Soalnya malam ini yang ngisi kajian ustadz Ibra". Ujar Nisa bernada centil kegirangan. "Mau ikut kajiannya atau cuma mau lihat ustadz nya, ha?" Jawab Nabila seraya memutar bola matanya. "Yaelah Bill, gak apa-apa kali, ini namanya sambil nyelam minum air. Ya kan, siapa tau aja jodoh". "Jadah jodoh, jadah jodoh. Pikirin tuh IPK mu semester 3 kemarin anjlok!". "Ya Allah Bila tega banget sih, ayo dong Bila, please mau ya mau..." "Udah ah aku mau sholat, belum sholat nih". "Iihhh jawab dulu kubil!". "Ya nanti aku pikirin lagi oke. Bye Nisa assalamu'alaikum". Putus Nabila sepihak. Tut! "Ck, Nisa, Nisa kalau gak diputus masih Ngbeo aja tuh anak. Tuh kan baru aja telepon tadi masih juga kirim pesan". Imbuhnya seraya melihat notifikasi Why App yang sudah dipenuhi chat dari Nisa. Ting! Ting! Ting! Ting! Ting.!! "Sudahlah nanti saja balasnya!". Pungkasnya dan meninggalkan smartphone miliknya di atas kasur segera ia beranjak menunaikan ibadah sholat Dzuhur. Bersambung..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD