MAKAN MALAM TUAN KIN

1221 Words
Tok! Tok! Tok! Tuan Kin terhenyak dari lamunan begitu terdengar suara ketukan di pintu. Dia pun langsung melempar hijab di tangannya ke atas tempat tidur. "Siapa?" "Saya tuan, Cakra." "Masuklah!" Klak. Pintu kamar terbuka, Cakra masuk ke dalam kamar. "Waktunya makan malam, tuan." "Ya, aku akan memakai baju dulu." Tuan Kin bergerak mendekati lemari pakaian ketika Cakra lebih dulu mendekati lemari tersebut dan mengambil salah satunya. Di sini Tuan Kin sadar kalau baru saja dia melupakan kebiasaan yang selalu dilayani dalam hal apapun termasuk mengambil pakaian. Gara-gara memikirkan Raihana, dia sampai melupakan hal ini. “Apakah anda mau ke ruang makan sekarang?” tanya Cakra begitu Tuan Kin sudah berpakaian lengkap. “Ya, tentu saja. Aku sudah lapar,” jawab Tuan Kin semangat. Itu karena ada yang ingin dilihatnya di ruang makan. Sementara itu di kamar Ibu Asih, Raihana sudah membersihkan dirinya dan sekarang telah mengenakan seragam pelayan. “Pakaian ini sangat jelek dan … sangat pendek. Aku sampai harus memakai legging yang kupakai dari rumah untuk menutupi kakiku,” gumamnya sembari memperhatikan penampilannya di cermin. Ibu Asih yang melihat kelakuannya tersenyum. “Sepertinya pakai baju apapun kamu akan tetap terlihat cantik.” Raihana memutar tubuhnya. “Ibu bisa saja. Tapi bagaimana pun cantiknya ibu menilai penampilanku, bagiku baju ini tetap jelek.” Wajah Raihana berubah muram. “Aku tidak menyangka akan memakainya hanya karena hutang ayahku pada Tuan Monster itu.” Ibu Asih mengusap punggung Raihana. “Jangan sedih lagi. Mencobalah untuk selalu bahagia apa pun keadaannya. Bisa bekerja di sini untuk melunasi hutang-hutang ayahnya terdengar tidak begitu buruk.” Raihana mengangguk tanda mengerti. "Mungkin ya. Tapi bagaimana keinginanku untuk kuliah?" Ibu Asih kembali tersenyum. “Masa depan yang cerah tidak harus diawali dengan hal yang kita inginkan. Semua akan berjalan seperti kehendak Tuhan. Kita hanya bisa menerima dengan senyumnya. Apa yang terjadi padamu sekarang adalah takdirnya Tuhan." Raihana angguk-angguk mengerti. "Ayo kita ke ruang makan sekarang," ajak Ibu Asih kemudian. Wajah Raihana berseri. Kebetulan perutnya memang sudah lapar. "Kita mau makan ya, bu?" Ibu Asih menggeleng. "Bukan kita yang makan, tapi Tuan Kin." Kening Raihana mengerut. "Kalau Tuan Monster itu yang makan, kenapa ibu mengajakku ke ruang makan?" Ibu Asih tersenyum memaklumi Raihana yang belum faham tentang peraturan di rumah ini. "Sudah jadi tradisi di sini kalau Tuan Kin makan, maka seluruh pelayan dapur berbaris rapi di depannya." "Untuk melihat dia makan?" sahut Raihana. “Lebih tepatnya menunggui Tuan Kin makan. Jadi kalau ada apa-apa dan butuh sesuatu, dia hanya melambaikan tangan tanpa harus lelah memanggil.” Bola mata Raihana berputar malas. "Peraturan yang menyebalkan. Aku tidak mau kesana." "Eh, tidak boleh seperti itu. Nanti Tuan Kin marah dan pasti akan bertanya tentang dirimu." "Kalau begitu sampaikan ke dia, aku mau ke ruang makan, kalau dia mengembalikan hijabku." "Tapi nak...." "Sudah, ibu pergi saja." Raihana mendorong pelan Ibu Asih ke pintu kamar. "Jangan lupa ya bu kalau dia bertanya tentang aku, bilang padanya aku akan ke ruang makan seperti pelayan lain jika dia mengembalikan hi-jab-ku." "Nak, kita tidak bisa...." "Sudahlah, bu. Pergilah!" Klak. Raihana menutup pintu kamar dengan senyum penuh arti. Dia merasa menang. *** Tuan Kin menatap satu persatu para pelayan yang berjajar di depannya. Tapi, mata tajamnya menyipit seketika ketika tidak melihat Raihana di antara mereka. "Mana pelayan baru itu?" tanya Tuan Kin dengan suara lantang. "Mengapa dia tidak ikut berdiri bersama kalian?" Sontak, seperti dikomando, semua mata tertuju pada Ibu Asih yang berdiri paling kiri barisan. Tentu saja, Tuan Kin langsung melayangkan pandang pada Ibu Asih. "Ibu Asih, katakan kepadaku kenapa Raihana tidak ada bersama kalian?" Ibu Asih menundukkan wajah. "Maaf tuan, Raihana tadi bilang kepada saya bahwa dia tidak akan keluar kamar sebelum tuan mengembalikan … hijabnya.” Mendengar itu, semua orang yang ada di ruangan itu langsung membelalakkan mata. Mereka tak menyangka kalau Raihana berani melawan Tuan Kin, karena seumur-umur mereka bekerja di rumah ini, tak pernah ada seorang pun yang berani menentang titah pria tersebut. Cakra menggeram. Menurutnya, sikap Raihana sudah keterlaluan. "Dimana dia sekarang?! Akan saya seret dia dan akan saya beri pelajaran!" Ibu Asih yang entah mengapa sudah menyayangi Raihana seperti cucu sendiri, langsung mengangkat wajahnya yang menyiratkan ketakutan. Lalu dengan gemetar, dia menjawab, "Di...dia ada di kamar, tuan." "Baik, saya sendiri yang akan menjemputnya." Cakra hendak melangkah ketika Tuan Kin memanggil. "Cakra!" Cakra menoleh. “Ya Tuan.” "Kemarilah!" "Baik tuan." Cakra mendekat pada Tuan Cakra. Tuan Kin lalu membisikkan sesuatu pada assisten pribadinya itu. *** Brak! Brak! Brak! Raihana terhenyak mendengar suara gebrakan di pintu kamarnya. Dengan penuh tanda tanya dia langsung bangkit dan melangkah menuju pintu. Setelah pintu terbuka dia melihat tante Rose, salah satu pelayan dapur yang berusia 40 tahunan berdiri dengan wajah marah. "Tante Rose …." "Ayo cepat keluar! Ikuti aku!" “Kemana?” “Sudah ikut saja. Gara-gara kamu tidak mau ke ruang makan, seluruh pelayan dapur dimarahi oleh Tuan Kin dan Ibu Asih terancam kehilangan pekerjaan ini. Kamu tau bahwa pekerjaan ini sangat berarti untuknya buat pengobatan suaminya yang sakit.” Raihana terhenyak mendengar itu. “Sampai begitu?” “Ya. Makanya sekarang ikutlah denganku.” Raihana terdiam beberapa jeda sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah.” Raihana lalu mengikuti langkah Rose. Yaitu menuju dapur. "Bawalah nampan berisi makanan makan malam Tuan Kin itu," tunjuk Rose pada nampan yang tergeletak di atas meja dapur. Kening Raihana mengerut karena bingung. "Bawa makan malam Tuan?" "Iya, bawa makan malam Tuan!" Tegas Tante Rose. "Gara-gara kamu tidak hadir di meja makan, Tuan belum makan malam tadi." Kerutan di kening Raihana kian banyak. Sungguh dia bingung dengan situasi ini. Tuan Kin tidak memakan makan malamnya, seluruh pelayan dapur dimarahi, dan Ibu Asih terancam dipecat hanya karena dirinya tidak hadir di ruang makan. Ini sungguh aneh. Tapi Raihana tidak mau mempertanyakan itu pada Rose karena wanita itu tampak sangat marah saat ini. Dia pun mengambil nampan berisi makan malam, sebelum akhirnya mengikuti langkah Rose menuju kamar Tuan Kin. "Tuan, saya Rose. Saya bersama Raihana membawakan makan malam anda,” seru Rose ketika mereka sudah sampai di depan pintu yang besar dan tinggi. "Masuklah!" Terdengar sahutan dari dalam. Rose mendorong pintu perlahan dan kemudian menoleh pada Raihana. “Masuklah!” Mata Raihana melebar. “Aku? sendiri?” “Ya. Kamu sendiri. Ini kan kesalahanmu. Jadi kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu itu.” “Tapi apa hubungannya mengantarkan makanan dengan mempertanggungjawabkan kesalahanku?” Rose tidak menjawab. Dia langsung mendorong pelan punggung Raihana ke dalam kamar. Setelahnya dia langsung menutup pintu kamar itu. Wanita itu menghela nafas lega begitu berhasil memasukkan Raihana ke dalam kamar itu. Sementara itu di dalam kamar, Raihana langsung membalikkan tubuh ketika pintu tertutup. Dia tidak setuju dengan yang dilakukan Rose, yaitu menutup pintu. Tapi karena kedua tangannya memegang nampan, dia tetap tidak bisa membukanya. Dia belum menyadari sepasang mata tajam, tengah menatapnya lekat. "Apa yang kau tunggu di sana! Cepat bawa makan malamnya kemari!" Raihana tersentak mendengar suara itu. Dia cukup ingat kalau itu suaranya Tuan Kin. “I-iya,” jawab Raihana. Perlahan tubuhnya berbalik. Jantungnya seketika berdegup kencang begitu matanya menangkap sosok Tuan Kin yang duduk di sofa besar dan empuk dengan kaki menyilang. Bukannya langsung mendekat, Raihana justru tetap mematung di tempatnya. Di situasi sekarang ini yang hanya ada mereka berdua di dalam ruangan tertutup, membuat Raihana merasakan takut yang luar biasa. Bisa dibayangkan jika Tuan Kin menyerangnya. Tentu tak banyak yang dapat dia lakukan. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD