RED - 3 : Afternoon Tea

1836 Words
Kerusakan 3 Sepulang dari kuil, Neuri berhenti sejenak di depan sebuah cermin yang menempel anggun di koridor. Bukan cermin itu yang menarik perhatiannya, melainkan anggrek bulan di dalam vas kecil yang terpajang di atas meja rias. Seingatnya, di luar hutan tidak tumbuh bunga berwarna putih itu. Seseorang harus benar-benar masuk ke dalam hutan untuk mendapatkannya. Namun, siapa yang bersedia masuk hutan hanya untuk beberapa tangkai anggrek bulan? Para pelayan tentu terlalu sibuk. Mungkinkah tamu barunya? Mungkin saja, meskipun sulit dipercaya. . oOo . Loqestilla tengah berbaring menyamping tanpa memikirkan apa pun, ketika seorang pelayan datang membawa baskom berisi air hangat dan lap bersih dari kain lembut. Pelayan yang sedari kemarin jarang bicara itu, kali ini melakukan pekerjaannya seperti biasa. Ia menepuk pundak Loqestilla supaya beranjak dan membuka pakaian. Setelah itu ia akan membuka perban yang membungkus tubuh Loqestilla, menyeka badan yang tidak tergores luka, dan membubuhkan salep pada borok yang mulai mengering. “Miss Loqestilla?” Loqestilla yang duduk membelakangi si pelayan pun menoleh, memberi senyum kecil. Sebenarnya agak penasaran karena tumben sekali pelayan tanpa ekspresi ini memanggilnya. “Ya? Ada apa?” “Punggung Anda ... banyak sekali bekas luka.” “Ooh.” Loqestilla kembali menghadap ke depan, ke arah jendela yang ditutup rapat dengan gorden ditali rapi pada sisi kanan-kiri. “Saya memang sering terluka. Sebenarnya bisa cepat sembuh dalam tiga sampai empat hari, tetapi luka yang terlalu berat kadang masih saja membekas. Lagi pula, bagian punggung sangat sukar diolesi obat.” Lalu ia terkekeh sendiri. Si pelayan mengangguk-angguk. “Saya akan minta resep dokter untuk menghilangkan bekas lukanya.” “Terima kasih.” Tanpa Loqestilla melihat, pelayan itu tersenyum simpul. Ada perasaan hangat merambati hatinya. Perasaan sebagai pelayan yang utuh. Mau bagaimana lagi, sudah sangat lama sejak terakhir kali dia merawat majikan perempuannya. Setelah majikannya tiada, ia hanya menjalankan tugas sebagai pelayan pada umumnya. Bersyukur juga karena Lord Neuri tidak memecatnya, padahal Earl of Lunadhia itu tidak membutuhkan bantuan seorang mantan dayang seperti dirinya. “Permisi, Miss Loqestilla.” Seseorang mengetuk pintu kamar, dari suaranya yang berat tetapi bernada datar itu, Loqestilla yakin bahwa valet Neuri yang datang. “Tolong buka pintunya, aku akan memakai baju,” pinta Loqestilla pada pelayan yang sedari tadi bersamanya. Selagi mengenakan gaun tidur terusan yang praktis, mata merah Loqestilla mengawasi pergerakan si pelayan ketika membuka pintu lalu mempersilahkan seorang pria berjas masuk. Pria paruh baya pun datang membawa nampan berisi surat tanpa stempel. Ia segera menyerahkan surat tersebut langsung ke hadapan Loqestilla yang duduk di tepian ranjang. Hanya membaca sekilas, segera timbul kernyitan di dahi Loqestilla. “Undangan minum teh?” Sang valet mengangguk. “Anda tidak perlu menulis surat balasan. Cukup katakan pada saya jawaban Anda. Akan saya sampaikan langsung pada Lord Lycaon.” Seraya tersenyum, Loqestilla menjawab, “baiklah. Bilang pada Lord Neuri bahwa saya bersedia datang.” Valet itu mengangguk lagi. “Kalau begitu, saya permisi.” Dia pun berlalu dengan cepat sambil membawa nampan peraknya. Setelahnya, Loqestilla khusyuk memandangi surat yang masih berada di tangan. Ia lalu mendongak, menatap pelayan wanita yang tengah berdiri menungguinya. “Siapa namamu?” tanyanya kemudian. Tersentak, dengan cepat pelayan itu menjawab, “Opal.” “Opal, menurutmu pakaian apa yang sekiranya pantas kukenakan pada acara minum teh? Aku ... tidak memiliki pakaian. Terakhir kali, pakaianku dirusak oleh majikanmu.” “Saya yang akan mengurusnya, Miss Loqestilla. Jika diperkenankan.” “Mohon bantuanmu.” “Dengan senang hati, Miss Loqestilla.” Keduanya saling melempar senyum. Cukup tahu jika ada kedekatan yang mulai terjalin. Sebenarnya agak membuat Loqestilla tidak enak hati. Sebab, jika seseorang sudah berhasil memihak padanya, ia khawatir akan meru-sak kepercayaan mereka terhadapanya. Seperti yang selama ini ia lakukan. Seperti yang selama ini. . oOo . Sore itu, seharusnya Neuri mengajak Loqestilla menikmati secangkir teh di taman terbuka. Akan tetapi, hujan datang seperti hari-hari sebelumnya. Menelan kecewa, Neuri pun membujuk Loqestilla agar bersedia minum teh di balkon yang menghadap taman secara langsung. Ditemani rintikan hujan beraroma kabut, seorang pelayan menghidangkan beberapa cemilan yang diletakkan pada piring bersusun. Tidak lupa hidangan utama, yaitu teh kualitas terbaik beserta su-su, gula, madu, dan lemon segar. Neuri mencampur tehnya dengan madu dan lemon, sedangkan Loqestilla mencampurnya dengan banyak sekali su-su. Alasannya, ia tidak begitu suka teh, minuman dari tetumbuhan bukanlah favoritnya. Namun, cukup berbeda jika menambahkan s**u dalam jumlah melimpah. Rasa su-su yang kuat, sebenarnya mirip dengan rasa darah yang ringan, cukup memuaskan. Usai tiga sampai lima seruputan terdengar, keduanya tak kunjung juga memulai pembicaraan. Asik sendiri dengan suasana sejuk dan suara gemuyur yang menenangkan. “Ini pertama kalinya saya diundang ke acara minum teh,” ucap Loqestilla mengawali percakapan. “Dan saya sudah mengecewakan Anda, karena hujan telah mengacaukan segalanya,” timpal Neuri. Loqestilla menggeleng. “Saya tidak keberatan, My Lord.” Neuri mengangguk, lalu sekali lagi meneguk teh dalam cangkir porselain. Mencoba membunuh waktu, ia memandangi keadaan sekitar yang mulai keruh. Hujan deras mendatangkan kabut, sehingga warna-warni taman memudar dalam penglihatan. Udara pun mulai terasa dingin, walau tidak menimbulkan gigil. Meskipun begitu, menurut Neuri, suasana kali ini sangat cocok untuk menikmati secangkir teh panas. Dalam hati, diam-diam ia bersyukur hari ini hujan. “Bukankah udara yang begini dingin memang cocok dinikmati sambil minum teh, Miss Loqestilla?” tanyanya. Ia menghadap ke depan, di mana ada Loqestilla yang duduk dengan anggunnya. “Anda benar, My Lord.” Neuri mengangguk-angguk. Setelahnya memperhatikan sosok di depannya lebih jeli. “Gaun siapa yang Anda pakai, Miss Loqestilla?” Loqestilla menunduk, memperhatikan gaun biru muda dengan kerah sabrina berenda yang dia kenakan. Benar, dia lupa bertanya pada Opal, gaun milik siapa ini sebenarnya. “Saya kurang tahu, My Lord. Opal yang mendandani saya. Meskipun rasanya pakaian ini kurang sesuai dengan kondisi tubuh saya sekarang,” jawab Loqestilla lancar. Kemudian ia menambahkan seraya terkekeh, “Anda jadi bisa melihat perban di leher saya. Sangat memalukan.” Neuri mengangguk-angguk lagi. “Itu gaun saudari perempuan saya, mantan majikan pelayan itu,” ucapnya memberi informasi. Oh, tadi itu pertanyaan retorik versinya. Loqestilla membatin sinis, meskipun wajahnya tersenyum manis. Tidak menyadari keluh kesah tamunya, Neuri terus saja bicara. “Seharusnya dia mencarikan gaun dengan kancing sampai leher. Namun, saya juga tidak masalah dengan perban di leher Anda.” Loqestilla kembali terkekeh. “Dan lagi, saya tidak memakai korset. Jadi pasti bentuk tubuh saya tidak sesuai dengan yang diinginkan pembuat gaun ini,” ucapnya terdengar kurang percaya diri. Meskipun di dasar hati, dia sama sekali tidak peduli. “Korset hanya akan membuat luka Anda terbuka. Saya tidak menyarankan Anda memakainya sebelum benar-benar sembuh.” Kemudian hening lagi. Untuk menikmati waktu hening tersebut, Loqestilla mengambil satu potong roti sandwich yang belum diisi. Ia mengisinya sendiri dengan saus udang tanpa menambahkan sayuran. Sesekali menjilati ujung pisau yang digunakan menyendok saus. Tidak memedulikan perilaku sembrono Loqestilla, Neuri asik sendiri melahap muffin penuh cream. “Lord Neuri?” “Ya?” Neuri mengelap sudut bibirnya, dan beralih pada teh hangat yang ingin dicicip kembali. “Sebenarnya, saya butuh pekerjaan. Bisakah Anda memberi satu untuk saya?” Cangkir diletakkan. Terdiam cukup lama, hingga akhirnya Neuri mau menatap Loqestilla dengan ketenangannya yang seperti biasa. Dalam hati sebenarnya sedang menimbang banyak sekali perihal. Sekaligus mencemooh bahwa wanita di depannya ini sangat tidak tahu malu. Bagaimana bisa meminta pekerjaan pada penyelamatnya seolah meminta camilan pada pelayan. Meskipun banyak mengeluh, tetapi pada akhirnya Neuri tetap menanggapi ramah. “Pekerjaan apa yang Anda inginkan? Dan bagaimana saya tahu Anda berkualifikasi untuk itu?” Loqestilla tampak berpikir. Ujung jari diketuk-ketukkan pada lengan kursi. Tanpa sadar, sikapnya itu sejak tadi diperhatikan oleh Neuri. “Saya memiliki banyak keahlian sebenarnya. Namun, saya tidak tahu apakah keahlian itu cocok untuk pekerjaan tertentu.” “Tolong sebutkan keahlian Anda.” Masih dengan jemari yang mengetuk-ngetuk lengan kursi, Loqestilla menjawab seraya berpikir. “Saya mampu berlari dengan cepat. Saya juga pengendali angin.” “Anda pengendali angin?” Loqestilla mengangguk. “Kami, para Atsune, adalah pengendali angin. Kami rubah yang diberkati roh angin.” “Astsune?” “Apa saya belum mengatakan pada Anda bahwa ras saya disebut Atsune?” Neuri menggeleng. “Nama ras Anda terdengar rendah hati.” “Nama ras saya terdengar sederhana, jika itu yang ingin Anda ucapkan.” Tidak ada tanggapan berarti dari Neuri. “Baiklah, jadi keahlian apa lagi yang Anda miliki? Jika Anda bisa baca-tulis, mungkin saya menyarankan Anda bekerja sebagai guru. Namun, saya hanya bisa menawari Anda menjadi guru untuk anak-anak desa yang kurang mampu. Gaji Anda dari saya, tetapi tidak besar jumlahnya. Jika tidak mau, mungkin Anda bisa menjadi pelayan di rumah ini. Meskipun sebenarnya saya tidak membutuhkan pelayan tambahan.” Loqestilla mengaduk-aduk tehnya, menimang-nimang tawaran Neuri dengan lebih cermat. Ia belum pernah bekerja sebagai guru. Selama ini pekerjaan yang diambilnya biasanya berkaitan dengan sesuatu yang berdarah-darah. Seperti mengejar penjahat, atau malah menjadi penjahat. Apa saja asal dia memiliki cukup uang untuk membeli pakaian, atau membayar ongkos kendaraan. “Saya belum pernah menjadi guru, tapi, saya memang bisa baca-tulis,” ucap Loqestilla pada akhirnya. “Namun, daripada menjadi pelayan, guru adalah profesi yang lebih cocok untuk saya.” Neuri terkekeh. “Mengapa? Apa Anda tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga?” Loqestilla mengangguk tanpa malu. “Jadi, berapa lama rencana Anda bekerja menjadi guru? Saya yakin Anda bukan tipe yang suka menetap di suatu tempat.” Loqestilla terdiam, memandangi Neuri cukup lama. Mata beriris merah itu menilisik arti di balik senyum kecil sang tuan rumah. Sedikit curiga, mengapa bisa pria bersurai coklat gelap itu menyimpulkan bahwa dirinya tidak akan menetap lama. Dia hanya menebak, atau memang tahu? “Mengapa Anda bertanya begitu? Tidak kah Anda pikir saya akan berada di sini selamanya? Anda menemukan saya dalam keadaan yang cukup parah. Tidak kah Anda ingin melindungi orang seperti saya?” Neuri kembali menyesap tehnya. Dengan senyum lembut yang sulit dimengerti, dia hanya menjawab, “Entahlah. Saya hanya menduga-duga. Dan bisa dibilang, saya sudah berpengalaman dengan hal seperti ini. Orang-orang seperti Anda, yang tiba-tiba datang dengan berdarah-darah dan memohon pertolongan orang lain, pasti memiliki alasan tidak mengenakkan di baliknya. Jadi, sebelum masalah yang ditimbulkan orang asing ini merembet ke tanah saya dan mengganggu masyarakat di sini, saya akan mengusirnya terlebih dulu.” “Oh, jadi ini tergantung bagaimana saya berkontribusi untuk wilayah Anda?” Neuri mengangguk. “Tepat,” jawabnya tegas. “Lunadhia adalah tanah yang damai. Jika Anda meru-sak tempat ini, maka saya dan semua warga di sini akan menyingkirkan Anda. Namun, jika Anda berperilaku terpuji, kami akan menerima Anda dengan tangan terbuka.” “Anda sangat mencintai Lunadhia.” Ada kebanggaan terlihat ketika Neuri tersenyum lebar. “Benar. Dan maaf jika kata-kata saya menyinggung Anda, Miss Loqestilla.” “Tidak masalah, Milord. Anda pemimpin yang bertanggung jawab dan bijaksana.” “Terima kasih. Anda baik sekali mau memuji saya.” Keduanya sama-sama memberi senyum paling memikat, tapi siapa yang tahu isi dalam kepala. Bisa saja, keduanya tengah merencanakan sesuatu yang tidak tepat. Namun, setidaknya hujan dan dinginnya suasana kala itu, sedikit meredam rasa curiga. Teh dan kue-kue yang manis bisa dengan mudah menyingkirkan cecapan pahit di dasar hati. . TBC 02 Juni 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD