bc

Mahligai Cinta Penuh Noda

book_age18+
155
FOLLOW
1.8K
READ
decisive
doctor
drama
bxg
city
affair
like
intro-logo
Blurb

Kisah ini merupakan kisah dari seorang wanita bernama Rini Astuti, dia terjebak dalam kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis. Dari menerima kekerasan sang suami, juga keterbatasan ekonomi, dan Rini selalu memikirkan cara kabur untuk meninggalkan semua beban yang ada di bahunya. Berjuang bersama putri semata wayangnya Kela.

"Maafkan aku Mas ..." Ucap Rini sambil menatap ke arah gubuk di belakang punggungnya. Tangan kanannya menggenggam jemari kecil Kela putri semata wayangnya. Tas kain kumal berisi baju ganti miliknya dan baju Kela bertengger di atas bahu kiri Rini.

Kela tidak mengerti ke mana ibunya membawanya pergi.

"Kita ke mana Buk?" Kela mendongak menatap wajah ibunya. Rini menyeka air matanya sambil mengukir senyum di bibirnya.

"Kerja ..." Sahutnya lalu kembali berjalan mengikuti Fajar yang kini berjalan di depan.

Di samping Fajar berjalan seorang wanita bertubuh gemuk dengan dandanan menor, perhiasan memenuhi leher dan juga lengannya.

"Buruaaan! Mau sampai kapan jalan lelet terus? Kita nggak bisa sampai di kota kalau jalan kamu lelet begini! Kapan hutang kamu bisa lunas! Nggak punya uang saja pakai acara hutang!" Omel Nuril pada Rini.

Fajar hanya bisa menghela napas panjang melihat sikap istrinya. Nuril beralih menatap ke arah Fajar.

"Apa kamu? Melotot sama aku? Nagih hutang saja nggak pernah becus! Berani melotot lagi aku colok kamu!" Bentak Nuril pada Fajar lalu melengos sambil mengibaskan kipasnya.

chap-preview
Free preview
1. Tidak Layak
Suara pukulan, disusul tamparan keras mulai terdengar kembali di dalam gubuk tak layak huni itu. Hari ini Ranto pulang ke gubuknya. Dia mendapati isi tudung saji kosong, bahkan tidak ada sebutir nasi. "Berapa kali aku bilang! Hah? Tuli kupingmu Rin?!" bentaknya setelah puas memukul pipi Rini hingga lebam dan sudut bibir kanannya pecah. Ranto melemparkan bantal kumal pada wajah Rini Astuti untuk mengakhiri perdebatan tunggal tanpa balasan sepatah kata dari Rini, istrinya. Rini memungut bantal dari lantai berdebu lalu memeluknya erat-erat, dia menangis tanpa bisa mengeluarkan suara. Yang Rini pikirkan saat ini hanya cara untuk bertahan hidup. Sudah tujuh tahun menikah rasanya dia tidak pernah merasakan kebahagiaan sama sekali. Kela, putri mereka berdua mendengar semua itu dan hanya bisa meringkuk duduk di sudut gubuk sembari memeluk kedua lututnya. Perapian di tengah tumpukan batu bata bersusun di dalam ruangan masih menyala. Itu satu-satunya yang menjadi penerang sekaligus penghangat di dalam ruangan. Kela sama sekali tidak menangis, mungkin karena sudah akrab dengan pemandangan yang sama sejak di usia satu tahun. Dulu semasa bayi, Kela sering menangis menjadi karena terkejut. Suara pintu kayu berderak lalu menghempas kasar menutup kembali. Rini dengan langkah kaki terseok-seok pergi menghampiri Kela. Di genggaman tangannya ada sebuah singkong seukuran beberapa jari tangannya. Mungkin hanya itu yang tersisa hari ini dan masih bisa dimakan. Itu pun dia keluarkan dari bungkus plastik hitam berdebu di bawah kolong ranjang bambu dengan alas tikar Kumal, setelah Rini berjuang untuk menyimpan secuil makanan itu dan akhirnya bisa dia berikan pada Kela sebagai penunda lapar. Secuil yang bahkan tidak bisa memenuhi rasa laparnya. "Makanlah," ucap Rini pada Kela, Rini menyeka kedua pipinya sambil duduk dengan kedua lutut bersimpuh menyodorkan tangannya di depan bibir Kela. Kela menatap kedua mata ibunya. Tidak ada yang Kela katakan selain membuka bibirnya. Rini tersenyum lega, dia bersyukur putrinya bisa menelan sesuatu hari ini. Jika kemarin dan hari sebelumnya Kela menangis sambil meringkuk memegangi perutnya yang lapar. Bahkan Rini tidak tahu apa yang harus dilakukan. Selain kondisi kehidupannya yang sangat buruk, Ranto Mugeni suaminya berhutang pada Nuril Farida, wanita rentenir dari kota. Hutang itu terus menggunung lantaran Ranto tidak membayar dan menggunakan uang yang dia pinjam untuk mabuk-mabukan dan juga habis untuk berjudi. Rini dan Ranto menikah tujuh tahun lalu, awalnya Ranto bukan pria yang buruk. Ranto giat bekerja bahkan memiliki usaha mandiri di kota. Dan karena tertipu semuanya habis tanpa sisa. Tepatnya terjadi setelah dua tahun menikah dan genap satu tahun usia Kela, putri semata wayangnya. Rumah dijual Ranto membawa Rini pergi meninggalkan kota asal mereka lalu tinggal di tengah hutan belantara tanpa tahu siapa pemilik tanah itu. Dan ternyata ladang yang dia gunakan sebagai tempat tinggal adalah milik Nuril. Nuril tidak mengusir Ranto dan malah menawarkan sejumlah uang padanya dengan bunga pengembalian di atas rata-rata. "Bu?" Kela mengguncangkan lengan Rini. Entah sudah berapa lama Rini melamun dan duduk di depan Kela. Rasa-rasanya hidup yang dia alami jungkir balik tak tentu ke mana arahnya. "Iya, Nak?" Rini mencoba mengukir senyum kaku pada bibirnya yang lebam. "Bu? Aku haus." Rini menganggukkan kepalanya, dia berusaha berdiri lalu berjalan tertatih menuju ke pintu. Dari kejauhan dia mendengar suara derap langkah mendekat ke gubuk. Rini juga melihat nyala senter mulai mendekat. Ranto tidak memiliki senter, jadi sudah dipastikan yang datang bukan Ranto melainkan orang lain. "Siapa itu? Bu Nuril?" Gumam Rini sambil berjalan selangkah keluar dari pintu lalu mengambil air dari dalam gentong yang dia letakkan di sisi samping rumah menggunakan batok kelapa. Sambil menggenggam batok dengan air di dalamnya, Rini tetap berdiri di tempat. Tidak lama kemudian dia melihat seorang pria dengan penampilan rapi, dari baju dan sepatunya Rini bisa melihat bahwa pria yang kini berdiri di depannya itu bukan pria biasa. "Pak Ranto ....," "Suami saya sedang tidak ada di rumah, maaf sebelumnya. Mas ini siapa?" tanyanya dengan wajah cemas serta kedua tangan gemetar. Rini pikir pria dengan paras menawan di depannya itu adalah bodyguard yang disuruh Nuril untuk menagih hutang padanya. "Perkenalkan, nama saya Fajar." Fajar mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Rini. Rini tidak membalas, dia masih belum mengenal siapa sosok Fajar. Melihat reaksi pasif dari Rini, Fajar segera memperkenalkan siapa dirinya. "Saya Fajar, suami Nuril Farida. Saya datang ke sini untuk ....," "Tapi aku tidak punya uang," potong Rini Astuti. Dia tahu sekarang siapa sosok di depannya itu, dan Rini hanya bisa menghela nafasnya. "Bu?" Kela kembali memanggil dari dalam rumah. Tidak ada yang bisa Rini berikan untuk membayar hutang. Jangankan membayar hutang, untuk makan saja dia tidak punya uang sama sekali. Fajar melihat sikap acuh Rini, dia tidak protes sama sekali. Ketika Rini berjalan melewatinya lalu masuk ke dalam rumah, langkah kaki Fajar terhenti di ambang pintu gubuk. Dia melihat Rini sedang memberikan minum untuk Kela. Fajar menatap gubuk dan isinya, lalu nyala kayu di antara batu bata yang hampir padam. Melihat Rini sibuk, Fajar memutuskan masuk ke dalam rumah lalu meletakkan tas hitam miliknya di atas dipan bambu. Rini dan Kela yang masih berusia lima tahun hanya menatap sosok pria tampan dengan baju rapi itu tengah meniup kayu bakar yang hampir kehilangan api. Saat kayu sudah menyala Fajar menoleh ke arah anak dan ibu itu. Dia menatap gadis kecil yang sudah berpindah di atas pangkuan ibunya dan hampir terlelap. Fajar tidak bertanya apapun, atau menagih hutang padanya. Dia datang ke gubuk juga tidak memiliki niat sama sekali jika Nuril Farida tidak berteriak-teriak sambil terus memaki di telepon sekitar lima jam lalu, lebih tepatnya saat Fajar masih bekerja di rumah sakit dan sibuk melayani pasiennya. "Kamu tidak pergi?" Pertanyaan Rini Astuti membuatnya menoleh kembali ke arah ibu dari seorang anak itu. Dia melihat Rini dengan susah payah berdiri. Fajar melihatnya hampir terjatuh jadi dengan cepat dia memutuskan untuk berlari membantu. Dia menopang pinggang kurus Rini menggunakan lengan kanannya. Rasa nyaman dan bingung membuat Rini menoleh dan menatap kedua mata Fajar. "Aku hanya ingin membantu," ucap Fajar padanya. Rini masih belum bisa percaya bagaimana mungkin Fajar memiliki istri bernama Nuril yang merupakan seorang rentenir dengan usia lebih dari empat puluh tahun? Dengan jelas Rini bisa menilai sosok Fajar masih berusia belum genap tiga puluh tahun. Pria sekelas Fajar menikahi wanita tua? Rini merasa bukan hanya nasibnya sendiri yang apes, pada detik ini dia merasa mungkin hidup Fajar lebih buruk dari yang dia alami sendiri. Rini tanpa sadar merasa prihatin padanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
95.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook