Tiga

1908 Words
Sosok Cerys ibu dari empat orang anak yang hebat, melangkah memasuki rumah sakit setelah mengantar putri bungsunya sekolah. Bukan untuk berobat tapi melaksanakan tugasnya sebagai perantara dari Tuhan untuk menyembuhkan orang sakit semampunya. Ingat, tidak ada manusia di dunia ini yang sempurna. Senyum terus terukir diwajahnya karena setiap langkah kakinya di koridor rumah sakit baik pasien, perawat maupun dokter yang berpapasan dengannya selalu menyapa. Cerys memang Dokter cukup terkenal dikalangan mereka. Keramahan, ketulusan, keikhlasan, kecerdasan dan kebaikannya membuat orang-orang di sekelilingnya kagum. Beberapa prestasi sudah Cerys dapatkan semenjak dirinya menjadi calon Dokter sampai sekarang menjadi Dokter. Sebagai Dokter ahli bedah merangkap sebagai Dokter umum di tingkat strata duanya. “Selamat pagi Dokter Cerys,” ucap Kyla perawat sekaligus asisten Cerys. “Selamat pagi juga Kyla,” ramah Cerys pada asistennya itu. “Apa jadwalku hari ini?” tanyanya kemudian. “Dari pagi sampai jam makan siang anda akan memeriksa beberapa pasien yang sudah memiliki janji dan juga pasien rawat inap. Setelah makan siang ada operasi bersama Dokter Dean.” “Baiklah Kyla, terima kasih. Selamat bekerja,” ucap Cerys riang, senyum pun tak luput dari wajah ayunya. “Selamat bekerja juga, Dokter Cerys.” *** Cerys memijit dahinya, beberapa hari ini pusing mendera kepalanya. Tidur tidak cukup membuat demikian. Menjadi seorang dokter adalah mimpinya, ia tidak akan berhenti walau anak-anaknya telah mendapat penghasilan sendiri melalui harta warisan papa mereka meski anak-anaknya yang meminta karena menjadi dokter adalah tugas yang mulia. “Maaf Dokter, sepertinya anda harus menunda jam makan siang,” ujar Kyla. “Ada apa Kyla? Lagipula jam makan siang masih 30 menit lagi.” “Ada pasien pribadi Dokter Angelina ingin melakukan pemeriksaan namun beliau tidak ada di tempat. Jadi anda ditugaskan Dokter Angelina menggantikannya sementara karena pasien ini tidak mau diperiksa sembarang Dokter.” Wajah Cerys mengerut. “Dan beliau merekomendasikan anda untuk menggantikannya.” “Baiklah.” “Kemungkinan mereka akan datang sebentar lagi.” Cerys mengangguk paham. “Siapa namanya?” “Daishy Kedrick.” Seketika tubuh Cerys menegang mendengar nama yang disebutkan sang asisten. “A-apa?” lirihnya kemudian. “Ada apa, Dok?” Cerys menggelengkan kepalanya. “Kalau begitu kau boleh pergi, Kyla. Antar kemari jika Nyonya Daishy datang.” “Baik, Dok.” Cerys termenung di atas kursi kerjanya. Berkali-kali memutar pena, fokusnya untuk mengerjakan berkas-berkas serta laporan rumah sakit telah hilang. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa menit lalu saat asistennya memberi tahu siapa pasien terakhirnya. Sungguh ia tidak menyangka akan bertemu seseorang yang memiliki nama belakang sama dengan masa lalunya. Dan tentunya ia tahu orang yang bernama Daishy Kedrick. Hanya sekedar tahu. Ibu kandung dari orang masa lalunya. Terdengar suara pintu diketuk, membuyarkan lamunannya. Gumaman kata masuk keluar dari bibir Cerys diiringi suara pintu terbuka, dua detik kemudian sosok Kyla muncul dengan senyum andalannya yang tak pernah absen terukir. “Nyonya Daishy sudah datang Dokter Cerys.” Lapornya pada Cerys. “Baiklah, minta ia masuk.” Kyla mengangguk menuruti perintah Cerys. Cerys menarik nafas lalu mengeluarkan secara perlahan. Bagaimana pun ia harus menghadapi suasana seperti ini. Bertemu dengan orang-orang bagian masa lalunya meski mereka tidak mengenal dirinya tetapi satu ikatan tanpa sadar sudah terhubung walau tak banyak orang tahu. “Permisi.” Suara lembut mengudara, membuat Cerys menoleh menatap pintu lalu mengukir senyum. “Silahkan duduk,” ujar Cerys pada seorang wanita paruh baya sekitar 50 puluh tahunan serta seorang wanita 30 tahunan menggandeng anak perempuan kecil seperti anaknya. Jujur saja, melihat mereka jantung Cerys berdegup tidak normal namun ia harus meminimalisir untuk bersikap biasa saja, ia harus profesional. “Saya menggantikan dokter Angelina untuk memeriksa anda karena beliau sedang ada seminar di luar.” “Ya, Dokter Angelina sendiri sudah memberitahu saya. Berapa usiamu kau terlihat masih sangat muda?” Daishy bertanya pada Dokter di depannya, pasalnya ia merasa kalau Dokter tersebut terlihat masih muda dan dokter sekelas Angelina yang ia kenal sangat pemilih mempercayakan tugasnya pada dokter muda ini. Itu berarti dia Dokter yang hebat juga, kepercayaan Angelina. Cerys tersenyum guna menyembunyikan kegugupannya. “Usia ku 34 tahun, Nyonya.” Penuturan Cerys membuat mata Daishy melebar, terkejut sekaligus tak menyangkah. “Oh benarkah Dokter? Hmm—” “—Cerys,” potong Cerys, ia menyebutkan namanya. “Aa, Dokter Cerys, kau tampak masih berusia 20 tahun an.” Cerys menanggapi dengan sebuah senyuman tipis. “Kalau begitu perkenalkan saya Daishy Kedrick, di sampingku ini menantu saya Ivana Kedrick dan di pangkuannya cucu saya satu-satunya, anak Ivana namanya Luisa Kedrick,” jelas Daishy. “Salam kenal,” balas Cerys. “Jadi Nyonya Daishy, apa keluhan anda?” tanya Cerys layaknya seorang Dokter pada umumnya. “Akhir-akhir ini banyak masalah di keluarga saya, kepala saya sering pusing dan sakit, Dokter,” keluh Daishy. Cerys mengangguk mengerti. “Sudah berapa lama anda mengalaminya?” “Terhitung sudah hampir satu minggu.” “Baiklah, saya akan memeriksa tekanan darah anda dulu Nyonya Daishy,” ujar Cerys sambil mengarahkan Sphygmomanometer (tensimeter) alat untuk mengukur tekanan darah mendekat pada Daishy. Memasang kantong karet yang dibungkus kain cuff pada lengan atas Daishy, meletakkan stetoskop ditempatkan pada lipatan siku bagian dalam kemudian memompa sampai kantong karet di lengan membesar sambil melihat pembaca tekanan berupa air raksa. Usai memeriksa tekan darah Cerys menyuruh Daishy berbaring di ranjang dan memeriksa detak jantung dengan menggunakan stetoskop. “Tekanan darah anda tinggi 185 normalnya 120, detak jantung anda normal. Sebaiknya anda jangan banyak pikiran atau pun stres, hindari juga makanan yang mengandung minyak juga garam agar tidak bertambah tinggi tekanan darahnya itu bisa berbahaya. Saya akan menulis resep, anda bisa menebusnya di apotik rumah sakit ini.” Daishy mengangguk setelah mendengarkan ucapan Cerys secara seksama setelah kembali duduk di kursi didepan meja kerja Cerys. Senyum tersungging dibalas senyum juga oleh Daishy. “Kali ini anda harus teliti menyiapkan makanan untuk mertua anda Nyonya Ivana,” ucap Cerys pada Ivana yang sedari tadi diam memperhatikan mertuanya diperiksa bersama putrinya. “Baiklah, Panggil saya Ivana saja Dokter Cerys, umur kita hanya beda 3 tahun,” balas Ivana sambil terkekeh pelan. “Boleh saya panggil, Kak Ivana?” “Tentu saja.” “Dokter, Dokter cantik sekali. Rambutnya bergelombang hihihi.” Ucapan Luisa putri Ivana membuat mereka tertawa, apalagi Luisa terus menatap Cerys dengan mata bulat besarnya. “Aa, terima kasih, Sayang. Luisa juga cantik.” Mendapat pujian, pipi gembil Luisa merona merah tampak manis. “Terima kasih, Do—” “Mama kami da … tang.” Ucapan Luisa terputus, saat pintu ruangan Cerys terbuka secara tiba-tiba menampakkan sosok pemuda yang awalnya bicara secara keras dan berakhir tersendat karena shock melihat beberapa orang diruang kerja ibunya. Orang yang sangat ia ketahui. “Ma-maafkan aku, apa aku mengganggu?” Cerys mendengus kasar melihat putranya salah tingkah. Cerys tau putranya pasti sedang gugup sekarang. Mau membuka mulut menyuruh putranya masuk, namun ada suara yang mengudara terlebih dahulu membuat kedua bibirnya kembali terkatup. “Kenapa kau berdiri di tengah pintu bodoh? Ayo masuk!” Orang itu mendorong seseorang yang berdiri di tengah pintu. Sejenak orang itu ingin marah tapi amarah itu hilang seketika tergantikan oleh wajah shok juga. “Masuklah Ken, Rein. Grace kemari lah, Sayang.” Grace yang berada di gendongan Rein meronta minta dilepaskan. Berhasil lepas Grace berlari menghampiri Cerys. “Dokter Mama!” serunya riang lalu memeluk ibunya yang berjongkok sambil merentangkan tangan. Ia bahkan memanggil ibunya dengan meniru kakaknya Ken tadi pagi. “Beri salam pada mereka, Sayang,” ujar Cerys pada ketiga anaknya. “Selamat siang, Nyonya,” kata mereka serempak, rasa gugup dan salah tingkah tadi pun sirna setelah melihat senyum lembut Daishy. “Mereka bertiga putra dan putri ku, Nyonya Daishy.” “Sungguh, mereka tampan dan cantik Dokter Cerys tapi kedua putramu mengingatkanku dengan putra bungsuku waktu masih muda.” Seketika Cerys diam membisu. “Mungkin, bukankah orang dulu bilang setiap manusia bisa memiliki kemiripan sebanyak tujuh orang,” kilah Cerys, menurutnya ini bukan waktu yang tepat membongkar rahasia yang selama ini terpendam dan pertemuan ini pun tidak diduga sebelumnya, pastinya tanpa sengaja. Apalagi sosok yang sangat bersangkutan belum bertemu ataupun menyadari. Ini masalah diinginkan dan tidak diinginkan. “Lebih baik kalian kenalkan diri kalian masing-masing.” Cerys mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Mengerti maksud ibunya Ken yang pertama memperkenalkan diri “Namaku Kennandra.” Ken membungkuk 90 derajat. “Salam kenal.” Diikuti Rein melakukan hal yang sama seperti kakaknya. “Reinnandra, salam kenal.” “Aku Grace, umurku 6 tahun aku anak Dokter Mama paling cantik,” ujar Grace riang dengan suara khas cadelnya. Membuat semua yang di sana tersenyum. Yap, enam tahun masih cadel. Daishy bangkit dari duduknya, berdiri di hadapan Rein dan Ken. Menatap sendu mereka berdua, kedua telapak tangannya mendarat di masing-masing sisi pipi kakak adik tersebut. Mengelus pelan, merangsang Ken dan Rein akan kelembutan seorang nenek yang menyayangi cucunya. Membuat mereka berdua menutup mata dan sejujurnya hati mereka bergetar sedih. “Aku dan suamiku sangat menginginkan cucu laki-laki. Tapi keadaan menantu pertamaku tidak memungkinkannya.” Daishy melirik Ivana yang sedang memeluk anaknya erat dengan kepala menunduk. “Rahimnya diangkat sejak tiga tahun lalu karena kecelakaan sehingga dia tidak akan bisa memiliki anak lagi. Dan menantu keduaku dia bukan orang baik, tidak menginginkan seorang anak walau sudah menikah dengan putra bungsuku selama 4 tahun hanya karena takut karirnya sebagai model hancur.” “Awalnya putraku memakluminya, namun dua bulan lalu semuanya terbongkar. Wanita itu pergi dan membawa setengah aset perusahaan atas namanya. Mengakui semua kesalahannya yang hanya memanfaatkan cinta putraku tanpa rasa bersalah sedikitpun. Sejak hari itu aku menyesal merestui mereka berdua, keluarga wanita itupun bersikap sama seperti wanita itu. Semua sudah direncanakan. Bersyukur putraku akan menceraikannya walau terlambat.” Cerita Daishy membuat Ken dan Rein mengepalkan tangannya. Mata Cerys sudah berkaca-kaca. “Jangan menangis, anda bisa menganggap kita cucu jika anda tidak keberatan, Nyonya,” ujar Ken berusaha menenangkan Daishy. “Sungguh?” Keduanya mengangguk secara bersamaan. Daishy pun membawa mereka berdua kedalam pelukannya. Rasa haru pun tak tertahankan. “Maaf, sudah menceritakan hal ini pada kalian. Aku tidak bermaksud apapun.” “Tidak perlu minta maaf, Nyonya Daishy. Tidak apa-apa.” “Jangan memanggilku Nyonya Daishy, Dokter Cerys. Panggil Bibi Daishy saja, oke?" Cerys menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. “Baik, Bibi Daishy. Panggil saya Cerys juga.” Daishy menganggukkan kepalanya, “Berapa usia mereka Cerys?” tanya Daishy, pandangannya tertuju pada Ken dan Rein. “16 Tahun.” “Benarkah?” Cerys tersenyum maklum. Ia mengerti akan keterkejutan Daishy. “Kenakalan di masa muda, Bibi Daishy. Dan kehadiran mereka berdua tidak pernah saya sesali. Saya bangga punya anak-anak yang hebat.” Untungnya, Kejujuran Cerys tidak merubah suasana. “Anak-anak yang hebat berasal dari ibu yang hebat. Kau hebat bisa membesarkan mereka hingga sejauh ini. Kebanggaan akan mereka jelas terlihat di matamu, Cerys.” “Ya, terima kasih, Bibi Daishy.” Setelah perkenalan singkat itu, mereka semua memutuskan makan siang bersama-sama di ruangan Cerys tentu saja dengan menu camilan seadanya yang dibawa oleh si kembar. Kehangatan sangat terasa, mengobrol dan tertawa bersama juga saling bertukar cerita mereka lakukan bersama-sama. “Kita sangat bahagia, Ma!” teriak si kembar, ekspresi bahagia mereka berbeda. Ken terlihat sangat jelas raut bahagianya sedangkan Rein hanya mengukir senyum tipis. Daishy, Ivana dan Luisa sudah pergi. Menyisakan Cerys dan anak-anaknya yang tampak sangat bahagia. Mereka bertiga berpelukan, Grace yang tak mengerti apapun pun ikut berpelukan, tak ingin kalah dengan kakak-kakaknya tentu saja. Senyum bahagia mereka terukir apik di wajah dalam waktu cukup lama, seakan menunjukkan pada dunia bahwa bahagia itu bisa dimulai dari satu hal yang sederhana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD