1. Pertemuan

1043 Words
Begitu selesai mengerjakan sejumlah soal ujian yang membuat kepala Zenith hampir pecah karena berpikir, akhirnya gadis itu bisa bernapas lega dan terbebas dari ruangan ujian yang cukup menyesakkan. Saat Zenith baru saja menginjakkan kakinya keluar dari ruangan ujiannya, seorang pria tiba-tiba berdiri di hadapannya, mengejutkan gadis itu dan membuatnya terlonjak kaget. "Zenith!" panggil pria yang tak lain adalah Jean itu dengan senyum merekah tanpa dosa.  Panggilan dari pria itu dan kemunculannya yang secara mendadak membuat Zenith terlonjak kaget dan tubuhnya hampir saja limbung ke belakang akibat kehilangan kendali. Untung saja Jean dengan cepat menangkap tubuh Zenith dan menahan tubuh gadis itu agar tak jatuh mencium lantai yang cukup dingin. Tatapan keduanya bertemu dan saling mengunci.  Tetapi, berbeda dengan tatapan Jean yang penuh dengan perasaan rindu, tatapan Zenith malah menyiratkan rasa kebencian yang sangat besar, membuat pria itu semakin tak mengerti di mana letak kesalahannya.  Melihat dari dekat wajah Jean membuat hati Zenith menjadi bimbang, rasa cinta yang berusaha ia kubur dalam-dalam dengan seluruh tenaganya perlahan muncul kembali ke permukaan hatinya. Rasa sesak kian menghimpit hatinya, memberikan sebuah pilihan di dalam sana. "Ekhem. Tolong dong, kalau mau pacaran jangan di tengah jalan seperti ini," tegur Sarah yang baru saja keluar dari ruang ujian dengan wajah kesal. Tersadar dengan posisinya yang cukup lama berada di lengan Jean membuat Zenith kelabakan, gadis itu sontak beranjak dari posisinya dan menyingkirkan lengan Jean dari pinggangnya.  "Jangan pegang-pegang, Kak!" peringat Zenith. Gadis itu cukup bersyukur dengan kedatangan Sarah yang membuat dirinya bisa terbebas dari tatapan Jean yang jika semakin lama dilihat akan membuatnya semakin ragu untuk balas dendam. "Hai, Kak Jean! Apa kabar? Tumben udah lama gak main ke sini lagi," sapa Sarah yang mengalihkan perhatian Jean dari Zenith.  Gadis berambut hitam panjang yang dikuncir kuda itu terlihat berusaha mengambil perhatian Jean dengan sikap ramahnya.  "Hai, Sar. Iya ini, aku makin sibuk buat persiapan tes masuk perguruan tinggi. Bagaimana ujian kamu? Susah gak?" tanya Jean yang membalas basa-basi gadis di hadapannya, tetapi pria itu tetap berusaha mencuri pandangan pada Zenith yang sama sekali tak memperdulikannya.  Jengah mendengar obrolan klasik Jean dan Sarah membuat Zenith memilih beranjak dari sana, ia melangkahkan kakinya meninggalkan keduanya usai memasangkan earphone di kedua telinganya. Melihat Zenith yang melangkah menjauh darinya membuat Jean ingin bergegas menyusul gadis itu, ia pun segera mengakhiri pembicaraannya bersama Sarah.  "Semoga nilai kamu bagus, ya? Semangat, Sar," ucap Jean seraya mengacak pelan rambut Sarah. Ia pun beranjak meninggalkan gadis itu dan berlari kecil menyusul Zenith yang telah jauh di depan. Sarah yang menyadari bahwa perhatian Jean terus berada pada Zenith menghentakkan kakinya kesal seraya mengerucutkan bibirnya. Gadis itu merasa kesal, sejauh apa pun ia berusaha mengalahkan Zenith, gadis itu selalu berada satu langkah di depannya.  *** Bruk! Akibat terlalu fokus dengan ponsel yang berada di genggamannya, Zenith tak melihat sosok pria yang berjalan dari arah yang berlawanan dengannya. Gadis itu pun kini berakhir mengenaskan terduduk di atas lantai yang cukup dingin dipenuhi debu. Sontak gadis itu meringis kesakitan dan mengambil ponselnya yang terjatuh tak jauh dari tempatnya terjatuh. "Aduh! Kalau jalan liat-liat dong, sakit tahu!" gerutu Zenith. "Loh, harusnya saya yang marah karena kamu tabrak saya, kan kamu yang jalan sambil main ponsel," ucap pria yang baru saja ditabrak oleh Zenith itu dengan cukup dingin. Mendengarnya membuat Zenith tak berani mengangkat bicara lagi dengan tubuh yang bergidik ngeri, aura yang dikeluarkan pria itu terasa sangat tak menyenangkan untuk dirinya.  Dengan segala keberanian yang ia kumpulkan, gadis itu mendongakkan kepalanya tuk melihat rupa pria yang ia tabrak tadi karena penasaran. Sejenak Zenith merasa terpesona dengan wajah tampan pria di hadapannya. Tubuh yang proporsional, rahang kokoh yang ditumbuhi bulu-bulu halus serta alis yang tebal membuat Zenith terpana.  "Kenapa? Apa ada sesuatu di wajah saya?" tanya pria itu dengan salah satu alis yang dinaikkan.  Sontak saja Zenith memalingkan wajahnya yang memanas karena malu diketahui memandangi wajah pria itu secara terang-terangan.  Hingga, sebuah uluran tangan di hadapan Zenith membuat gadis itu kembali memberanikan diri menatap pria di hadapannya. "Untuk?" "Kamu memangnya tidak mau berdiri dari situ? Atau kamu suka duduk di lantai itu?" Sejenak Zenith tertegun mendengar, ia tak menyangka bahwa pria dingin dengan wajah datar di hadapannya kini menawarkan uluran tangan untuk membantunya. "Mau atau tidak saya bantu? Kalau tidak mau saya tinggalin, ya, saya sibuk soalnya," ucap pria itu lagi. Saat ia hendak menarik kembali tangannya, dengan cepat Zenith meraih tangan itu dan menjadikannya penopang untuk berdiri, selepas itu ia pun membersihkan rok pendek abu-abunya yang kotor akibat debu. "Thank you," ucap Zenith dengan suara yang hampir menyerupai bisikan. "And, sorry sudah menabrak Om." Kedua mata pria itu membulat sempurna mendengar panggilan yang ia dapatkan dari gadis SMA di hadapannya itu. "Apa aku sudah setua itu sampai dipanggil om?" batin pria itu. Melihat pria di hadapannya kini sibuk melamun membuat Zenith gemas sendiri. "Om, kenapa? Ada yang salah?" "Memangnya saya setua itu dipanggil om?" tanya pria itu.  Dengan polos Zenith menganggukkan kepalanya kecil sebagai jawaban. "Emangnya om umur berapa deh? Rasanya tidak pantas kalau aku panggil kakak atau nama saja, lagi pula aku juga tidak tahu nama om." "Saya baru 30 tahun, Dek. Belum setua yang kamu kira dan kenalkan nama saya adalah Dito. Ade Ardito." Sontak saja tawa Zenith pecah seketika mendengar ucapan pria yang bernama Dito itu. "Aduh, Om ini bagaimana sih. Tidak mau dipanggil om tapi umurnya udah 31, ya udah tua itu!"  "Dasar, anak jaman sekarang." Dito memilih untuk berjalan meninggalkan Zenith yang masih sibuk menertawakan ucapan Dito.  Pria itu pun hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Zenith, gadis ajaib sok galak dan bawel. Setidaknya predikat itu yang bisa Dito berikan saat ini pada Zenith.  Ia pun meneruskan langkahnya menuju ruang kepala sekolah yang telah lama tak ia sambangi, di tengah perjalanan ia juga berpapasan dengan Jean yang terlihat berlari kecil menghampiri Zenith.  Melihat Jean yang berlari mendekat ke arahnya membuat Zenith kembal memasang earphone-nya dan menghentikan tawanya yang sedari tadi meledek, entah mengapa suasana hati gadis itu seketika berubah ketika melihat wajah Jean.  "Zenith, siapa pria tadi? Kamu gak kenapa-napa kan?" tanya Jean khawatir. "Entahlah, aku baik-baik saja Kak, tidak perlu mengkhawatirkan aku sampai seperti itu," ucap Zenith datar. "Dan aku minta sama Kakak untuk menjauh dari aku!" Mendengarnya membuat Jean mengeram kesal, pria itu pun akhirnya menahan lengan Zenith yang hendak meneruskan langkahnya. "Kita perlu bicara Zenith."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD