SIENA 3

1225 Words
Siena, Semesta nggak akan memberikan takdir sekonyol itu buat lo. _Siena_ Siena berlari kencang mengejar laki-laki berjaket hitam yang cukup jauh di depannya. Gadis itu masih membawa tas di punggungnya, wajahnya yang penuh keringat dia abaikan dan dibiarkan peluh itu menetes menuju leher. Larinya sekencang kilat menabrak sembarang orang yang menghalangi jalannya. “Woy berhenti lo!" teriaknya setiap kali melihat orang itu. Wajahnya memerah marah menatap laki-laki itu. "b*****t! Berhenti lo!" Beberapa orang yang mendengar langsung menatapnya heran. Namun, kemudian mereka memilih abai. Siena terus mengejar sampai akhirnya laki-laki itu hilang di belokan gang. Siena ikut berbelok, tapi gadis itu menghentikan langkahnya saat menatap gang itu buntu. Hanya ada tumpukan kayu dan kotak bekas. "Cupu. Kabur ke belakang pasti!" Siena melipat bagian bawah celananya, menali ujung kemejanya, dan menggulung lengan kemeja itu hingga siku. Kakinya melangkah ringan melompati satu persatu tumpukan kayu dan kotak yang ada hingga akhirnya tiba di puncak. Senyum sinis terukir di bibirnya saat menemukan laki-laki tadi berlari tergesa-gesa. Tanpa babibu, Siena langsung melompat turun dengan sempurna. "Woy berhenti lo!" teriak Siena kembali mengejar laki-laki itu. Laki-laki berjaket hitam itu menatap Siena sambil berlari. Wajahnya ketakutan bukan main. "Fahrul, berhenti lo!" Fahrul adalah anak buah dari Syahrul. Kenapa Siena mengejar laki-laki itu? Karena Fahrul baru aja tertangkap basah sedang mengintip markas Remon. Kenapa Siena mengejarnya sendirian? Karena Siena mengetahui Fahrul mengintip saat gadis itu berjalan dari kampus menuju ke markas. Makanya, dia langsung mengejar Fahrul tanpa mampir ke markas untuk sekadar memberitahu anggota lainnya. Siena berang bukan main karena tindakan Fahrul, terlebih suaranya hampir habis karena Fahrul tidak juga berhenti. Siena mengambil batu yang bisa dibilang besar. Dia berlari secepat mungkin mendekati Fahrul yang kian lemah karena lelah. Siena mengambil ancang-acang saat jaraknya dan Fahrul tidak begitu jauh. Dan ... bugh. Batu itu berhasil mengenai punggung Fahrul. Laki-laki itu langsung tersungkur dengan satu tangan mengusap punggungnya. Siena tertawa girang dan semakin semangat mendekati Fahrul. Bugh. "Argh!" Siena menginjak punggung Fahrul keras. Pemuda itu berteriak kesakitan "Ngapain lo ngintai Remon, hah?!" tanya Siena tajam. Napasnya masih terengah karena kelelahan. Siena kemudian mengotak-atik ponselnya dengan kaki masih menginjak kuat punggung Fahrul. "Gue udah tangkep dia!" seru Siena pada orang di seberang sana. "Di balik gang buntu deket markas." "Argh!" Lagi-lagi Fahrul berteriak kesaktian. Salahkan saja dirinya sendiri karena berusaha untuk melepaskan diri. "Diem, b*****t!" perintah Siena tajam. Fahrul masih tetap berontak berusaha lepas, tapi tidak bisa. Entah Siena itu makan apa karena nyatanya kekuatan gadis itu lebih besar daripada Fahrul yang jelas-jelas seorang laki-laki. "Gue tunggu. Sepuluh menit nggak sampe, dia kabur." Tut. Panggilan diakhiri. Siena merubah posisinya. Gadis itu kini menduduki Fahrul agar lebih mudah berbicara dengan pemuda itu. Dia meraih kedua tangan Fahrul dan menguncinya. "Syahrul yang nyuruh lo?" tanya Siena dingin. Fahrul meronta. Pemuda itu memilih bungkam dan membuat Siena semakin geram. Duk. Kepala Fahrul terantuk tanah. Siena begitu tanpa perasaan memperlakukan Fahrul agar laki-laki itu mau bicara. "Lo tahu," kata Siena dingin. "Gue benci cowok yang nggak pernah mau ngomong ketika diajak ngobrol. Cowok yang hilang kabar dan nggak pernah ngasih kejelasan." Siena menengadah menahan sesuatu di dalam dirinya yang hampir meledak. "Gue benci lo, Fahrul. Lo yang bisu waktu gue tanya baik-baik." "Pilihan lo cuma dua sebelum mereka datang." "Jawab pertanyaan gue atau ... lo bakalan lebih parah waktu mereka yang tanya?" Bukannya menjawab, Fahrul lebih memilih meronta. Pemuda itu tetap mengatupkan kedua bibirnya tanpa takut dengan ancaman Siena. "Lepasin gue!" Siena tertawa sadis. Gadis itu semakin kejam memperlakukan Fahrul. Tangannya menekan kuat kepala Fahrul ke tanah. "Gue ngerti pemikiran semua cowok sama aja itu salah. Tapi waktu tahu lo kaya gini, gue punya satu pikiran sih. Lo sama aja sama dia." Fahrul menggeram. "Gue nggak ngerti lo ngomong apa, Njing!" Siena kembali tertawa. "Karena cowok emang gitu. Nggak mau ngertiin cewek yang beneran nunggu." "Sialan, lo cewek nggak jelas! Lepasin gue, Anj*ng!" "Lo bukan cowok." Siena berubah datar. "Cowok yang berani maki cewek dengan sebutan sekasar itu cuma banci." Fahrul semakin kesal. Geram dan berang berkumpul di dalam dadanya. Siena, gadis yang merupakan satu-satunya perempuan di Remon. Gadis yang mengalahkan lawan dengan aksi juga ucapan. Kalimatnya yang suka menghina dan penuh dengan pisau di setiap katanya, membuat para musuh Remon merasa risih dan enggan. "Gue tanya sekali lagi, ya, Fahrul," kata Siena lagi. "Lo disuruh Syahrul ngapain sampai ngintip anak Remon?" "Bukan urusan lo! Lepasin gue!" "Lo–" "Siena!" Siena tersentak kaget saat mendengar suara itu. Cekalannya kepada Fahrul melemah hingga laki-laki itu berhasil membalik posisi. Siena masih dibatas antara sadar dan berkhayal. Dia mengabaikan Fahrul yang kini beranjak hendak kabur. Walaupun akhirnya dia tertangkap oleh anak Remon. "Ngapain lo sendirian kejar dia?!" Aksa mencak-mencak. Laki-laki jakung itu meraih tubuh Siena yang terbaring dengan lamunan. Aksa yang baru saja kabur dari acara Saka langsung panik bukan main karena begitu sampai markas, dia mendengar Siena mengejat anggota Syahrul sendirian. "Aska," gumam gadis itu dengan nada gemetar. Wajahnya memerah dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya benar-benar bergetar sambil tangannya terangkat mengelus sisi wajah Aksa. Aksa menggeram. Mengutuk dirinya sendiri karena telah membuat Siena selemah ini. Dia lupa dengan fakta Siena yang tidak pernah baik-baik saja. "Ini gue ... Aksa," ucap Aksa pelan. Siena menggeleng, dia terisak. Tangannya yang menyentuh sisi wajah Aksa berganti menutup wajahnya sendiri. Dadanya sesak, jantungnya berdetak semakin lemah. Aksa langsung mendekap gadis itu erat. Mengelus surai Siena lembut dan satu tangan lain menepuk punggung si gadis pelan. "You are strong, Siena. Lo nggak boleh lemah." Siena tetap terisak. Aksa yang sadar akan Remon dan Fahrul pun memberi kode agar mereka pergi lebih dulu. "Lo kuat, Siena. Bertahun-tahun lo bisa laluin semua." "Maaf," lirih Siena mempererat pelukan mereka. Aksa mengepalkan tangannya menahan kesal. "Gue nggak akan berhenti lindungin lo, Siena. Bahkan Papa sekalipun nggak akan bisa bikin gue berhenti!" _Siena_ "Ke mana Aksa?" suara berat sang papa membuat Saka dan Akas yang sedang bermain PS mendengus bersamaan. "Papa tanya kita?" tanya Akas. Pemuda itu mengambil keripik di depannya dengan fokus masih ke layar. Dia tidak peduli jika papanya marah. Adi mengelus dadanya sambil menggelengkan kepala. Pria itu ganti menatap anak sulungnya. "Saka tahu Aksa ke mana?" "Mampus!" teriak Akas membuat Adi melirik putra keduanya tajam, sedangkan Akas hanya menyengir-nyegir tidak jelas. Saka menatap Papanya. "Nggak tahu. Dia nggak pamit." Adi mengepalkan tangannya. "Kunci mobil dan motor udah Papa sita. Anak itu tetap saja keluar tanpa izin! Kamu juga kenapa nggak ngikutin?" Saka dan Akas kembali memulai permainan. "Papa terlalu keras sama dia," kata Saka pelan. "Aksa aja yang terlalu barbar," sahut Akas. "Akas bener, dia terlalu barbar. Ini semua karena perempuan itu." Adi menerawang. "Makanya Papa suruh kamu awasi dia." "Papa jauh-jauh suruh aku pindah kuliah hanya karena Aksa? Lagian dia masih kecil, Pa, butuh bebas." Akas menggerakkan tombol stiknya cepat. "Karena gue udah pernah, tapi gagal. Lagi pula dia keterlaluan, Sa. Pulang malem, bonyok lagi mukanya." "Itu karena lo sama kaya Papa. Terlalu keras sama dia. Namanya juga laki-laki, masa kelahi nggak boleh?" "Sialan!" maki Saka pelan karena Akas berhasil mencetak gol. "Bukannya keras atau lembek ini, Ka. Tapi nilai Aksa nggak tertolong lagi." Adi kembali berkomentar. "Udah deh, kamu cari dia sekarang. Paling juga di tongkrongan deket kampus!" perintah Adi. Saka mendongak menatap Adi. "Sama Akas, ya?" Akas mendengus. "Ogah. Tugas gue numpuk." "Numpuk apa? Lo malah main PS sama gue!" "Udah sana! Keburu adik kamu berubah jadi serigala," ucap Adi menengahi. _Siena_
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD