Bab 2 : Senandung tanpa bicara

1198 Words
Hm- hm- hm- Na- na- na- Tu- tu- tu- Seseorang bersenandung! Suaranya sangat merdu. Meskipun tidak ada lirik yang terdengar, namun siapa saja akan terlarut dalam senandung yang menyenangkan itu. Tidak lama kemudian, terdengar benda-benda yang jatuh ke tanah. Lalu berubah menjadi sebuah suasana mencekam dengan lubang-lubang yang sangat besar. Senyuman itu terlihat begitu sangat menakutkan, wanita itu menyeret mayat-mayat tanpa kepala dengan bersenandung ria. Seperti dirinya tengah menikmati kegiatannya. Dia pun terduduk di tepian lubang yang besar itu sambil mengeluarkan satu pisau dari kantung yang dibawanya. Lalu mendorong mayat itu ke dalam lubang tersebut. "Kau mau mencicipinya?" Deg! Agacia terbangun dari tidurnya setiap kali melihat sosok wanita yang mirip dengannya tengah menyodorkan sesuatu sambil tersenyum dengan sangat menakutkan. Setalah sadar, Agacia pun terburu-buru ke kamar mandi karena ingin memuntahkan isi perutnya. Dia tidak bisa berpikir selain ingin segera sampai kamar mandinya yang berada di belakang rumahnya. "Huek," dia tidak bisa menahannya lagi. "Kau tidak apa-apa?" Agacia menatap seseorang yang berada di belakangnya. "Pergilah! Kenapa kau di sini? Aku baru saja muntah!" teriak Agacia saat mendapati Rendra di belakangnya sambil menyodorkan sebuah gelas berisi air putih. Rendra mundur beberapa langkah karena teriakan Agacia dan mulai menanyakan keadaan wanita itu, "Kau tidak apa-apa? Aku tidak akan melihat. Silakan lanjutkan!" "Huek!" Setelah kesekian kalinya, akhirnya masa muntah pun terlewati. Agacia mendudukkan dirinya di pintu yang menghubungkan antara ruangan luar dan dalam. Wanita itu pun meneguk air putih yang diberikan oleh Rendra sampai habis. "Apa kau sakit? Mau aku antar ke rumah sakit?" tanya Rendra dengan wajah khawatir setelah melihat raut muka pucat yang terlihat di wajah Agacia. Wanita itu menggeleng pelan dan menjawab kekhawatiran Rendra, "Aku hanya bermimpi hal yang buruk. Ini tidak akan lama. Hanya beberapa saat saja mualnya. Kau bisa tenang dulu!" Rendra hanya menganggukkan kepalanya pasrah. Agacia memang terkenal sangat keras kepala. Toh, ia tidak bisa memaksa wanita itu meski sangat khawatir sekalipun. Agacia memang terlihat tidak baik-baik saja akhir-akhir ini. Dia terus mengeluh tentang berbagai hal yang menurut Rendra terkadang aneh. Mungkin karena Agacia terlalu banyak pikiran juga. "Apa terjadi sesuatu?" tanya Rendra kemudian setelah Agacia menahan rasa mualnya selama beberapa saat. Agacia berpikir beberapa saat sebelum menjawab, "Tidak! Aku mual karena sebuah mimpi, hampir setiap malam. Mungkinkah semua terjadi karena aku terlalu banyak terjun dalam kegiatan lapangan yang mengerikan? Apa aku membutuhkan seorang psikiater? Salah satu teman kantorku mengatakan bahwa itu bisa jadi sebuah trauma." "Kau bisa datang ke psikiater jika kau mau. Tenang saja! Semuanya akan baik-baik saja. Kau mau aku ikut denganmu? Apa yang kau rasakan dan seperti apa mimpimu itu?" tanya Rendra yang berusaha untuk mengetahui apa yang selama ini Agacia pendam sendirian lewat mimpi-mimpi yang katanya aneh itu. Bukankah menjadi seorang penulis berita yang sering datang ke lokasi kejadian terkadang menemukan hal-hal yang tidak seharusnya dilihat? Agacia tak selalu mendapatkan berita yang mudah. Wanita itu seringkali sibuk dengan dunia yang begitu rumit dan menakutkan. Semua jenis berita yang menarik selalu menariknya. Sehingga tidak akan mudah untuk menjadi dirinya. Banyak sekali hal menyeramkan dan menakutkan yang menjadi makanan sehari-harinya. Agacia meremas jemarinya dan berusaha menjelaskan pelan-pelan, "Sebuah mimpi yang aneh terjadi secara berulang-ulang semenjak aku ingin tahu tentang pembunuhan berantai yang dilakukan Karen Andersson dan tentang kasus Jas Hujan. Di dalam mimpi itu, aku melihat sebuah organ yang disodorkan ke arahku atau mungkin aku yang menyodorkan organ itu? Aku tidak ingat dengan jelas! Tapi aromanya dan bentuknya, astaga aku mengingat dengan jelas." "Bukankan aku sudah mengatakan bahwa sebaiknya kau lupakan saja tentang kasus pembunuh berantai? Kau terlalu terobsesi dengan kasus itu, Agacia! Tidak semua orang bisa menerimanya. Itu adalah hal yang sangat buruk, sehingga akan menjadi trauma bagi siapapun. Aku pun sama-" ucapan Rendra seperti menggantung, tidak jadi melanjutkan apa yang ingin dia katakan sebelumnya. Terdengar helaan napas dari bibir Agacia. Wanita itu beranjak, berdiri untuk meninggalkan pintu yang dia duduki bersama dengan Rendra. "Kau tidak pulang?" tanya Agacia kepada Rendra yang baru sadar jika Rendra berada di rumahnya, tidak pulang sejak mengantarkan dirinya tadi. Rendra menjawab dengan canggung, "Aku akan menginap hari ini. Aku tidak mau ada orang jahat yang mengikutimu lagi. Lagipula, ayahmu senang bermain catur denganku. Apa kau ingin tidur lagi?" "Hm, selamat malam!" Rendra menatap kepergian Agacia. Wanita itu langsung masuk ke kamar tanpa mengatakan apapun lagi. Ketika melihat bagaimana Agacia bekerja dengan sangat keras, Rendra ingin sekali menjaganya dan mengatakan bahwa tidak perlu bekerja terlalu keras karena ada dirinya. Sayang sekali, Rendra tidak mempunyai keberanian seperti itu. Selama mengenal Agacia selama hampir delapan tahun, Rendra tak pernah mempunyai ruang tersendiri dalam hidup seorang Agacia. Wanita itu seperti menghalanginya dengan tembok yang besar. Lagipula, ada beberapa bagian dan sisi wanita tersebut yang tersembunyi. Jadi, seperti apakah Agacia sebenarnya. Rendra tidak begitu mengenalnya. "Kau tidak tidur?" tanya Areon, ayah dari Agacia yang keluar dari kamar sambil membawa bantal dan juga selimut untuk Rendra. Rendra tersenyum samar dan bertanya balik, "Paman juga tidak tidur? Apakah udaranya semakin dingin? Mau aku bawakan pemanas ruangan? Ibu pasti-" "Tidak!" jawab Areon yang menepuk pundak Rendra pelan, "Ibumu pasti akan memakimu jika membantuku lagi. Kau tidak seharusnya bergaul dengan orang miskin seperti kami." "Ah, Paman bicara apa? Ibu sudah banyak berubah. Tidak seperti dulu lagi," jawab Rendra yang sepenuhnya berbohong. Ibunya masih sama, membenci Agacia dan ayahnya. Katanya, orang seperti dirinya tidak pantas bergaul dengan orang miskin. Seperti itulah perangai ibunya yang hampir mirip seperti ibu-ibu sosialita pada umumnya. Keadaan diantara mereka pun menjadi sangat canggung. Mungkin Agacia menolaknya berulangkali karena faktor ibunya yang terus mengatakan hal-hal buruk kepada Agacia setiap kali bertemu. Mungkin bisa jadi Agacia tidak terlalu paham dan menganggap ucapan Rendra hanya sekadar omong kosong. "Kau benar-benar tidak pulang?" tanya Agacia yang keluar kembali dari kamarnya dengan membawa laptop yang masih terbuka. "Kau juga tidak tidur?" tanya Rendra balik karena melihat Agacia yang masih terjaga. Wanita itu menggeleng dan menjawab dengan suara lelah, "Aku harus menyelesaikan pekerjaanku malam ini juga. Ada berita yang harus aku up pagi-pagi sekali. Karena lampu padam di kantor tadi, aku lupa untuk menyimpan seluruh hasil kerja kerasku." "Apa kau tidak tahu fitur terbaru bagaimana mengembalikan file yang belum tersimpan? Mana laptopmu, biarkan aku membantu Tuan Putri ini," ucap Rendra yang meminta laptop yang dipegang Agacia. Agacia hanya menyerahkan laptop tersebut dan mendudukkan dirinya disamping sang ayah yang menatap dirinya dengan tatapan termenung. "Mengapa Ayah menatapku seperti itu? Apa karena senter yang aku--" tanya Agacia kepada Ayahnya. "Aku harus tidur sekarang!" Areon begitu saja meninggalkan Agacia dan Rendra di ruang tamu. "Apa kalian sedang tidak akur?" tanya Renda yang kali ini menatap Agacia. Agacia mengangkat kedua bahunya dengan acuh dan menjawab sekenanya, "Ayah banyak berubah setelah penyakit aneh itu menyerang. Akan sulit menjelaskan kondisinya." Rendra pun hanya diam dan fokus kepada laptop Agacia. Samar, Agacia mendengarkannya. Lagi! Hm- hm- hm- Na- na- na- Tu- tu- tu- Dia menatap Rendra yang berada disampingnya. "Kau yang bersenandung?" tanya Agacia, lebih tepatnya menuduh ke arah Rendra yang tatapan menyelidik. Rendra mengerutkan keningnya bingung dan bertanya balik, "Bersenandung? Aku tidak membuka mulutku sejak tadi. Kapan aku melakukannya?" "Kau tidak mendengarkan sesuatu?" Rendra menggelengkan kepalanya. "Lantas, siapa yang bersenandung seperti itu?" Senandung yang sama seperti yang selalu dia dengarkan dalam mimpi. Mengerikan! Dia berhalusinasi atau memang ada suara itu? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD