Bab 1 : Penguntit atau hantu?

1147 Words
Beberapa minggu yang lalu : Blam! Agacia mengangkat kepalanya yang telah sepenuhnya menempel di meja kerjanya. Ruangan telah benar-benar gelap. Mungkin setiap pukul sembilan malam, lampu akan dipadamkan. Sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa dilakukan di gedung-gedung perkantoran yang ada di kota Pianika semenjak naiknya pajak daerah yang membumbung tinggi. Sehingga hal-hal sekecil apa pun, yang dulunya tidak terlalu diperhatikan, menjadi perhatian yang penting. Seperti masalah listrik yang tidak dapat mereka hindari kegunaannya. Sehingga ketika jam sembilan malam, tidak peduli masih ada orang atau tidak, lampu akan otomatis padam. Padahal, posisinya sekarang adalah, Agacia masih mempunyai beberapa pekerjaan. Sialnya, laptopnya telah mati karena kehabisan daya. Lebih-lebih lagi, dia lupa dengan kombinasi tombol CTRL + S. Kemalangan yang tidak ada duanya setiap harinya. Mungkin, dia harus mengulang lagi dari awal. Menulis sedikit demi sedikit dan memeras otaknya kembali. Waktunya benar-benar dihabiskannya di kantor yang dia cintai, namun tidak mencintainya. Seperti kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan antara dirinya dengan kantor yang selama ini menaunginya. Sangat miris, bukan? "Huft, seharusnya aku berhenti menghancurkan diriku sendiri jika masih ingin berumur panjang," lirih Agacia yang menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Pukul 21.03 dan waktunya untuk pulang meskipun dalam keadaan gelap gulita. Untunglah dia telah menyediakan senter yang cukup menerangi jalannya. Pengalaman yang mengajarkannya untuk sedia senter sebelum lampu padam. Baru beberapa hari yang lalu dirinya hampir saja tergelincir dari tangga karena untuk penerangan jalannya hanya bermodalkan senter dari handphone-nya yang sama sekali tidak terang. Drt Drt Drt "Halo," sapanya kepada orang di seberang sana ketika mengangkat teleponnya. "Kau sudah bangun?" tanya orang itu. Agacia menatap layar handphone-nya, ada sekitar enam belas panggilan tak terjawab. Sudah berulangkali pria di bawah sana mencoba menghubunginya. Agacia cukup merasa bersalah karena dirinya asyik terjun ke dalam mimpinya. Lebih tepatnya lagi, ketiduran karena sangat lelah dengan banyaknya pekerjaan demi dapat naik satu tingkat. Percayalah, menjadi Agacia tidak terlalu mudah. Bahkan sangat sulit! "Aku akan turun dalam lima menit. Maaf karena membuatmu menunggu selama dua jam," ucap Agacia dengan nada yang menyesal dan mulai membereskan barang-barangnya. Pria itu hanya tertawa pelan dan menjawab dengan nada santai, "Hm, hati-hati! Apa aku perlu menjemput sampai ke ruanganmu? Lantai-" "Tidak! Aku bisa mendatangimu. Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau harus sabar sedikit lagi. Maafkan aku karena terlambat," lirih Agacia yang kemudian mematikan sambungan telepon mereka karena harus segera membereskan semua kekacauan di meja kerjanya. Benar saja, bagian yang paling menyedihkan ketika lampu padam adalah; harus turun tangga. Harus berapa anak tangga yang dia turuni demi sampai ke bawah? "Haruskah aku turun seperti ini setiap hari?" keluh Agacia kepada dirinya sendiri. Pintu darurat dibuka, sangat gelap. Tidak ada penerangan sedikit pun. Dengan keberanian yang tinggal setengah, Agacia pun berjalan dengan pelan. Menuruni satu-persatu anak tangga agar tidak tergelincir. Senter yang dipegangnya memang sangat berperan penting. Andaikan gaji dan tunjangan di perusahaan ini tidak sebanyak itu, Agacia sudah melayangkan surat pengunduran dirinya sejak lama. Namun, dia membutuhkan banyak uang untuk membayar biaya sewa rumah setiap tahunnya. Sehingga semua ditanggungnya sendirian. Apalagi Ayahnya yang akhir-akhir ini penyakitnya semakin parah. Bahkan, alzheimer yang pernah dikatakan dokter pun mulai menyerang. Prak! "Aaaaa-" teriak Agacia ketika tanpa sengaja senternya menyorot wajah seseorang yang berada di kegelapan. Benarkan itu wajah manusia? Atau mungkin hantu penunggu tangga yang selalu pegawai lainnya katakan? "Kau tidak apa-apa?" tanya orang itu yang memegang kedua pundak Agacia yang bergetar karena takut, "Ini aku, Kelen. Kau baik-baik saja?" Agacia melepaskan kedua tangan Kelen dari pundaknya dan menjawab dengan ketus setelah memastikan bahwa orang di depannya benar-benar Kelen, "Jangan sentuh aku lagi!" Setelah tahu bahwa Kelen yang ada di depannya, Agacia buru-buru untuk menjauhinya. Sudah cukup kesialan yang membuatnya harus menelan pil pahit kegagalan naik satu lantai saja. "Jauhi aku! Kau hanya membuat masalah untukku!" bentak Agacia yang berjalan meninggalkan Kelen tanpa mengambil senternya. Wanita itu berjalan dengan susah payah. Sedikit menyesal karena tak membawa senternya pulang. Tetapi gengsinya terlalu tinggi untuk kembali lagi hanya untuk senter milik Ayahnya? Ya, setidaknya akan lebih baik jika dirinya dimarahi Ayahnya daripada harus bertemu kembali dengan mantan pacarnya itu. Kelen adalah mantan pacarnya. Sumber masalahnya selama ini. Jika bukan karena Kelen, mungkin hidup perkantorannya akan tenang, damai, dan sejahtera. Namun itu juga salahnya, mengapa membawa pria itu ke sini? Tok... Tok... Tok... Agacia mengetuk kaca mobil orang yang sudah dua jam menunggunya, Rendra. Setelah itu, Agacia masuk ke dalam mobil tersebut dengan wajah yang kesal. "Apa yang terjadi? Kenapa kesal begitu?" tanya Rendra yang menyadari perubahan wajah Agacia semenjak masuk ke dalam mobilnya. Sebelum Agacia menjawab, Rendra bisa melihat sosok pria keluar dari gedung yang sama, Kelen. Pria itu memuju ke sebuah mobil yang terparkir di sebelah mobilnya. "Jangan bilang kau-" ucapan Rendra menggantung karena mendapatkan tatapan membunuh yang Agacia layangkan padanya. "Jangan berpikir yang tidak-tidak! Aku sudah tidak memiliki hubungan atau pun perasaan apa pun padanya. Jadi, berhentilah khawatir atau berprasangka buruk padaku..." jawab Agacia yang memperhatikan mobil Kelen setelah melewati mereka. Rendra menghela napas panjang dan menjawab ucapan Agacia dengan malas, "Hm, tapi dendam dan amarahmu itu membuatku semakin khawatir dan yakin bahwa kau mungkin masih mencintainya. Apa tidak ada ruang untuk orang lain? Kau bisa fokus mencintai orang baru yang mungkin akan membuatmu bahagia..." Cinta? Bukankah perasaan semacam itu tidak bisa ditentukan? Jika bisa pun, Agacia akan lebih senang jika tidak jatuh cinta kepada siapa pun. Kelen, pria b******k, yang berani berselingkuh dengan atasannya di tim elite itu membuatnya sangat patah hati. Bahkan Kelen lupa bahwa dirinya lah yang membantu pria itu untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan ini. Lantas, apa balasan untuknya? "Oh, ya, kau semalam meneleponku? Ada apa? Maaf karena aku berada di kedai ayam goreng bersama dengan rekanku yang lain," ucap Rendra karena teringat dengan telepon Agacia pukul dua dini hari kemarin. Wanita itu berpikir sejenak sebelum menjawab, "Kau tahu, semalam ada hal aneh yang aku dengar. Aku pikir, ada seorang penguntit yang mengikutiku sampai ke rumah." "Kau yakin?" tanya Rendra dengan serius. Agacia mengangguk dan menjawab, "Setelah aku turun dari bus, tanpa sengaja aku melihat orang itu berada di belakangku. Aku ingat dia juga naik bus yang sama denganku. Aku yakin tidak mengenalnya. Dia bukan tetanggaku atau saudara dari tetanggaku. Apa mungkin itu perasaanku? Lantas, mengapa dia mengetuk pintuku selarut itu?" "Kau tidak membukakan pintu untuk orang itu, 'kan?" tanya Rendra yang merasa khawatir. "Tidak!" jawab Agacia dengan tegas. "Syukurlah!" ucap Rendra serius, Sebenarnya, Agacia ingin mengatakan sesuatu kepada Rendra. Namun, apa mungkin? "Ada yang ingin kau katakan? Aku akan mendengarmu," ucap Rendra yang mengetahui bahwa Agacia masih ingin mengutarakan sesuatu kepadanya. "Aku mendengar ketukan pintu yang sangat kencang. Tetapi Ayahku bilang tidak mendengarnya sama sekali. Katanya, aku tertidur lalu tiba-tiba bangun dan melihat ke lubang kunci. Bukankah itu aneh?" Rendra terdiam beberapa saat. Dia menatap Agacia dengan seksama, apakah ini cerita horor? Kenapa dia tiba-tiba merinding? Rendra sangat membenci cerita horor. Cerita macam apa ini? Itu penguntit atau hantu? Apakah Agacia sedang menakut-nakutinya? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD