Chapter 02

1113 Words
Arabelle tidak mau merias diri, karena ia mencium sesuatu yang buruk yang akan segera menyapanya. Axell, lelaki sempurna, dia tidak semudah itu menerima kondisiku yang … menatap jijik pantulan dirinya dicermin. Aku tidak sempurna. Entah sudah berapa lama larut ke dalam lamunan sampai suara pintu terbuka membawa kesadarannya kembali. Ia menolehkan wajahnya, tersenyum pada Hiller. “Apakah supir yang Axell kirimkan sudah datang?” Meraih dagu putrinya kemudian tersenyum hangat. “Sayang, bersabarlah. Supirmu sedang dalam perjalanan ke sini.” Arabelle memaksa bibirnya tersenyum. Ada yang ingin kutanyakan padamu tapi biar kucari tahu sendiri melalui, Axell. Jika semua ini ada unsur bisnis. Aku tidak sudi diperistri olehnya. Dia rangkum pipi putrinya. “Wajahmu muram. Apa yang mengganggu pikiranmu? Katakan!” Menepis lembut tangan Hiller kemudian mengecupnya. “Tidak ada.” “Bohong.” Bibir Arabelle terbuka hendak mengatakan sesuatu, akan tetapi tertangguhkan oleh suara ketukan dipintu. “Ada apa, Helma? Cepat katakan.” “Supir yang menjemput Anda sudah menunggu di depan.” Wajah Arabelle langsung menegang. Hiller meraih dagunya. “Apakah kau takut bertemu dengan calon Suami-mu?” “Tidak.” “Good, aku yang akan mengantarkanmu sampai ke lantai bawah, sayang.” Mendorong kursi roda putrinya. “Aku yakin, Mr. Axell, akan menjagamu dengan sangat baik. Dia pria terhormat.” Awalnya aku juga berpikir sama denganmu. Tapi semakin kesini, aku semakin tidak yakin mengenai hal itu. Senyumannya, tatapan matanya menyimpan misteri. Sekali lagi dia rangkum pipi putrinya. “Bersenang-senanglah.” Kemudian berpesan kepada supir untuk menjamin keselamatan pewaris tunggal Hiller. Dalam perjalanan menuju mansion Axell. Rasa cemas, gelisah, takut menyergapnya secara bersamaan. Entah ini nyata atau hanya perasaannya saja, yang jelas ia merasa semakin dekat dengan keburukan. Semoga ini hanya perasaanku saja. Larut ke dalam lamunan sampai tidak menyadari bahwa mobil yang membawanya pergi telah memasuki kawasan bertuliskan Scotland Mansion. Arabelle membuang wajahnya ke sisi kanan dan kiri. Setiap dekorasi menuju halaman utama mansion di desain maskulin, di tengah-tengah ada sebuah air mancur yang sangat besar dan juga patung bertuliskan Scotland. Mansion yang cukup mewah. Meskipun tidak semewah mansion yang dimiliki oleh Hiller. Sesampainya di halaman utama. Seorang lelaki tampan bermata pucat menghampiri kemudian membantunya duduk di kursi roda. Lelaki itu memperkenalkan diri bahwa dia orang kepercayaan Axell. Arabelle tersenyum ramah. “Terima kasih.” “Sama-sama, Nona Arabelle.” Kemudian memanggil kepala maid. Wanita paruh baya membungkukkan badan penuh hormat. “Selamat datang di Scotland Mansion, Nona Arabelle.” “Di mana, Tuan Axell?” “Tuan, sudah menunggu Anda di dalam ruang kerjanya. Saya yang akan mengantarkan Anda ke sana.” Mendorong kursi rodanya menuju lift yang akan membawanya naik pada lantai di mana, seorang Axell sudah menunggui kedatangannya. Hati Arabelle mencelos. Menunggu di ruang kerjanya. Apakah aku tidak salah dengar? Saat ini, ia berada di depan pintu marmer menjulang tinggi. Sang maid mengetuknya, dan ada sahutan dari dalam. “Antarkan Nona Arabelle, masuk.” Axell tidak menyambut kedatangannya dengan senyum ramah. Bisa dikatakan senyumannya kali ini … ehm, tidak ada senyuman. Bibirnya membentuk garis lurus. Dia mengayunkan sebelah tangannya. Sang maid langsung membungkuk kemudian menghilang di balik pintu. Tatapannya membuat bibir Arabelle kelu, bahkan tubuhnya membeku. Dia beranjak dari kursinya, memutari meja kemudian mendorong kursi roda menuju sisi sofa. “Kita mulai saja pembahasannya,” ucapnya dingin. Pembahasan apa? Pikir Arabelle. Axell meraih sebuah map yang tergeletak di atas meja kemudian menandatanginya. Setelah itu menyerahkannya ke pangkuan Arabelle. “Sekarang giliranmu.” Menyerahkan bolpoint ke tangan ramping itu. Arabelle meremang, tatapannya penuh tanya. “Dokumen apa ini?” “Akan segera kujelaskan setelah kau tandatangani.” “Aku ingin kau menjelaskannya terlebih dahulu sebelum aku menandatanani dokumen ini.” “Aku mendambakan Istri yang penurut, patuh, tidak cerewet, tidak banyak bertanya dan-“ mencondongkan wajahnya ke depan, matanya menahan mata Arabelle. “Kuharap kau bisa menjadi seperti itu.” Arabelle menelan kasar saliva. Tatapan mata Axell bagai sihir sehingga dengan mudahnya, ia bubuhkan tandatangan pada dokumen tersebut tanpa tahu apa isi yang tercantum di dalamnya. Axell tersenyum puas. “Perfect.” Kemudian memanggil orang kepercayaannya. Felix membungkuk dihadapannya. “Saya siap menerima perintah dari Anda, Tuan.” Ucapnya resmi karena saat ini Axell sedang bersama tamu istimewanya. Axell tersenyum kemudian menyerahkan dokumen kepadanya. “Simpan di tempat yang aman.” Setelah kepergian Felix, Arabelle menuntut penjelasan. Namun, Axell enggan membahas masalah tersebut. “Makan malam sudah disajikan. Sebaiknya ke ruang makan, sekarang.” Mendorong kursi roda menuju ruang makan yang di desain maskulin. Dia ini gambaran laki-laki sejati. Setiap sudut di dekorasi secara mendetail, tentunya juga maskulin menggambarkan bahwa sang pemilik, lelaki yang sangat tampan dan juga mendebarkan. Axell membungkuk sampai deru napas hangat menyapu tengkuk. “Semoga kau menyukai menu sederhana ini, Nona Arabelle.” Arabelle menunduk untuk menghindari kontak dengannya. Namun, pilihannya ini salah. Justru hal ini memberi akses lebih kepada Axell melayangkan godaan. Tiupan lembut bagai desiran angin menyapu hangat sepanjang tengkuk. Jantung Arabelle semakin berpacu. Dengan segera mendongakan wajahnya. Sial, hal tersebut membuat bibir kokoh menyentuh kulitnya, tanpa sengaja. Axell tersenyum puas, karena berhasil menggoda Arabelle. Jujur, dia suka melihat pipinya yang merona saat malu-malu seperti sekarang ini. Hal itu membuat hatinya bersorak gembira. Oh, seandainya saja Arabelle, wanita sempurna. Dia dengan senang hati menerima pernikahan ini. Sayangnya, kondisinya yang lumpuh bagai aib bagi seorang Axell Scotland. “Setelah makan malam, aku akan membawamu berkeliling mansion. Supaya setelah menyandang status sebagai, Mrs. Scotland, kau hafal setiap sudut mansion ini.” “Aku belum mengatakan bahwa aku bersedia menikah-“ Axell duduk pada kursi paling ujung, bibirnya tersenyum angkuh. “Pesta pernikahan sudah diatur dan kita akan menikah dalam minggu ini.” Arabelle tersedak salivanya sendiri. “Minggu ini? Mustahil.” “Aku tidak mau dituduh oleh Ayah-mu karena menyakitimu. Minumlah ini.” Mendorong segelas air putih ke hadapan Arabelle. Setelah itu, memotong daging dipiringnya kemudian menyuapkannya ke mulutnya. “Tidak ada yang mustahil bagiku. Jika aku sudah berkehendak. Semua harus berjalan sesuai yang kuinginkan.” Mengunyah sambil tersenyum pada Arabelle. Arabelle mematung. “Aku bukan pria romantis. Jadi aku tidak mau menyuapimu atau sekedar menunggumu selesai makan. Lanjutkan makanmu. Jika sudah selesai, supirku yang akan mengantarkanmu pulang.” Arabelle menoleh, menatap punggung kekar yang berjalan menjauh. Kau pria misterius. Aku terjebak ke dalam permainanmu, atau justru ini permainan, Hiller? Aku tidak tahu permainan siapa dibalik pernikahan secara mendadak ini, yang jelas tidak akan kubiarkan diriku terjerat ke dalam ikatan bisnis. “Permisi, Nona Arabelle. Tuan Axell, memberi perintah supaya saya mengantarkan Anda kembali ke mansion, Tuan Hiller.” Ucap supir tersebut dengan wajah menunduk. “Di mana, Tuan-mu? Pertemukan saya dengannya.” “Tuan, sudah meninggalkan mansion dari sepuluh menit yang lalu.” Arabelle tercengang. Aku semakin yakin ada yang tidak beres, di sini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD