21. Gone with the Wind

1268 Words
Sesuai arahan dari Klaus, Tim Eria menghampiri sudut yang dimaksud sebelumnya. Setelah melewati beberapa pohon dan semak, terlihat seorang pemuda yang berlutut di depan seorang anak kecil yang menangis. Pemuda itu memiliki rambut coklat tua dan kulitnya sedikit gelap dibandingkan orang asli Escalera. Pakaiannya agak longgar dan terlihat dapat memberi keleluasaan dalam bergerak. Dari sepatu yang dikenakan dan pedang yang ada di punggungnya, dapat menunjukkan bahwa dirinya merupakan petarung. Semakin Tim Eria berjalan, perbincangan dua orang asing itu semakin terdengar. “Tidak boleh .…” Anak kecil itu menjawabnya sambil menangis. “Kalau begitu, sini barangnya, Nora.” Pemuda itu menjulurkan tangannya. Sesuai perintahnya, anak kecil yang bernama Nora itu menyerahkan sebuah kantong kain kepadanya. “Apa yang kau lakukan pada anak kecil itu?” tanya Feather yang sudah maju lebih dulu. “Kau mengambil barang miliknya dan membuatnya menangis?” Pemuda itu langsung berdiri dan menoleh ke arah si penanya. “Hei, bukan seperti itu.” “Lalu?” Feather menunggu penjelasan pria itu. “Anak ini mencuri sekantong uang dari pedagang di pasar.” Pemuda itu memperlihatkan kantong kecil yang ia dapatkan dari anak kecil tadi. “Aku berusaha mengambilnya kembali dan ingin memberinya kepada pemiliknya.” Selama pemuda itu menjelaskan, anak kecil itu berhasil kabur dari sana. Pemuda itu pun panik melihat anak itu yang berlari. “Hei!” seru pemuda itu kepada anak itu. Setelah itu, terdengar suara seperti embusan angin. Dirinya seakan-akan bersatu dengan udara. Tubuhnya tiba-tiba menghilang dari pandangan Tim Eria. Klaus mengenali suara angin yang dikeluarkan oleh pemuda itu barusan. Itu sama seperti dengan suara yang ia dengar sebelumnya. Dapat disimpulkan, yang sempat ia lihat tadi adalah orang ini. Selang beberapa detik, pemuda itu kembali berdiri di hadapan Tim Eria dengan Nora di sebelahnya. Anak kecil itu terlihat bersalah. Sesekali, tangannya mengucek matanya yang berair. “Jangan pergi dulu. Kita harus selesaikan masalah ini, ya,” ucap pemuda itu dengan lembut sambil berlutut. “Iya,” jawab anak kecil itu pelan. Pemuda itu pun membelai rambut anak itu. “Apa kau memiliki elemen angin?” tanya Klaus tiba-tiba padanya. “Jika kalian ingin menanyakan banyak hal, mungkin nanti saja. Aku harus mengembalikan kantong ini dulu.” Ia memperlihatkan kantongnya lagi. “Ngomong-ngomong, namaku Ravi Gunvald. Tidak sopan sepertinya jika aku tidak memperkenalkan diri.” Akhirnya, pemuda itu memperkenalkan dirinya. Tim Eria mengangguki permintaan Ravi. Mereka pun mengikuti langkah Ravi dengan Nora menuju sebuah kios di pasar. Dari jauh, tidak terlalu jelas apa yang dijual oleh kios ini. Namun, ketika sudah sampai di ambang pintu, bau amis sudah menyapa indra penciuman mereka. Tempat ini adalah tempat menjual ikan dan hewan laut lainnya. “Permisi,” ucap Ravi yang disambut dengan baik oleh pemilik toko itu. Kemudian, ia menepuk pelan pundak Nora yang ada di sampingnya dan memberikan kantong uang tadi. “Kembalikan kantong ini dan minta maaf kepada nenek itu. Hati-hati, lantainya licin.” Nora mengangguk dan melakukan sesuai perintah Ravi. Setelah selesai, anak itu kembali menghampiri Ravi. “Jadi, perbuatan mencuri itu boleh atau tidak boleh?” tanya Ravi. “Tidak boleh.” Kali ini jawaban anak itu terdengar jernih. Sudah tidak ada keraguan lagi di hatinya. “Apa mencuri boleh diulangi?” “Tidak.” Ravi tersenyum dan menepuk puncak kepala anak itu. “Baiklah. Sekarang kamu pulang, ya.” “Iya!” Setelah anak itu pergi, Ravi pun keluar dari kios dan mendekati Tim Eria. “Apa kalian—” Ravi melihat penampilan keempat orang yang ada di hadapannya secara cermat. Sebelumnya, ia hanya melihatnya sekilas. “Kesatria?” “Benar.” Arias mewakili timnya. “Kamu bilang namamu Ravi Gunvald? Margamu seperti bukan dari Escalera.” Ravi mengangguk. “Aku dari Valbuena.” Kemudian, ia menatap Klaus. “Untuk pertanyaanmu tadi, iya, aku memiliki elemen angin.” Tim Eria saling melirik satu sama lain. Ternyata, misi mereka masih memiliki kaitan dengan Valbuena. Ini menunjukkan bahwa alat pendeteksi energi di Escalera sudah cukup akurat. “Lalu, apa urusanmu di sini?” tanya Arias. “Aku pengembara. Kebetulan, aku sedang menjelajahi tempat ini,” jelas Ravi. “Jangan memandangku seperti itu. Aku bukan orang jahat.” “Sudah berapa lama kamu di Desa Gowi?” tanya Arias. Dibanding percakapan, ini seperti interogasi. “Sekitar tiga hari. Sebentar lagi, aku juga akan melanjutkan perjalananku,” jawab Ravi. Arias memandang rekannya sebentar lalu kembali bicara pada Ravi. “Apa kau tahu soal pencuri yang berkeliaran di desa ini?” “Pencuri? Seperti Nor—maksudku, seperti anak tadi?” “Iya.” Arias mengangguk. “Kalian ke sini untuk menyelidiki soal pencurian ini?” “Benar.” “Kebetulan aku juga sedang menyelidikinya. Nora, anak tadi, adalah salah satu anak dari grup pencuri itu,” jelas Ravi. “Jadi, pencurinya adalah sekelompok anak kecil?” tanya Klaus. Ravi mengangguk. “Baiklah, terima kasih. Kami pergi dulu,” ucap Klaus lalu memberi sinyal kepada teman-temannya untuk berkumpul di tempat lain. “Apa kita tidak bisa bertemu lagi? Aku juga sedang menyelidiki tentang ini,” ucap Ravi. “Bagaimana jika kita bertemu di jam makan siang nanti di sana?” Arias menunjuk asal sebuah restoran yang ada di dekatnya. “Oke.” Setelah menjawab, Ravi kembali menggunakan jurus menghilang bagai angin miliknya. *** Tim Eria beristirahat sebentar di kedai teh di Desa Gowi. Racikan teh yang disajikan di desa ini sangat berbeda dengan di pusat. Ada sensasi menyegarkan yang tidak pernah mereka rasakan. Mereka sama sekali tidak merencanakan untuk minum teh. Apalagi, sebentar lagi sudah jam makan siang. Namun, mereka ingin mendiskusikan sesuatu. “Apa kau mencurigai Ravi?” tanya Arias pada Klaus. Klaus mengangguk. “Terutama pada jurusnya.” “Tetapi, tebakanmu sebelumnya itu tidak salah. Kamu bilang, bisa saja energi itu berasal dari anak kecil. Itu terbukti dengan keberadaan Nora dan grup pencurinya,” ucap Felix. “Dari alat pendeteksi itu, diketahui ada energi dari Valbuena. Itu sudah dibuktikan dengan keberadaan Ravi. Energi yang terduplikat itu … adalah milik Ravi. Kita melihat sendiri tadi—dia bisa berlari seperti angin,” jelas Klaus. Felix memiringkan kepalanya. “Pencurinya itu bukan sekelompok anak kecil?” “Jadi, kau berpikir bahwa Ravi adalah pencuri?” tanya Feather. “Iya. Makanya, aku memutuskan untuk menghindari dirinya dulu,” jawab Klaus. “Dengan kemampuan seperti itu, ia bisa mencuri barang apapun.” “Benar juga. Ia bahkan bisa langsung menarik Nora kembali dalam sekejap. Kalau untuk barang-barang kecil lainnya, pasti sangat mudah,” ucap Arias. “Tapi, dia kelihatannya orang baik .…” Feather menatap ke langit-langit kedai—mencoba mengingat wajah Ravi. “Dia juga memberi tahu Nora bahwa hal itu tidak boleh dilakukan.” “Dia bilang, pencurinya itu sekelompok anak kecil seperti Nora,” ucap Felix. “Kau tidak percaya soal itu?” “Kalau memang Nora adalah bagian dari kelompok pencuri, kenapa ia membiarkannya pergi? Kenapa ia tidak meminta Nora untuk memanggil kelompoknya? Atau paling tidak, beri tahu di mana persembunyian kelompoknya,” kata Klaus. “Padahal dia bilang kalau dia sedang menyelidikinya. Hal itu yang menjadi masalah.” Feather tampak berpikir. “Kalau begitu, apa tidak keterlaluan? Tadi Nora terlihat ketakutan, bahkan menangis. Mungkin saja dia dipaksa untuk mencuri dan tidak berani melawan.” “Oke, kita simpan adanya kemungkinan lain,” jawab Klaus. “Setelah ini, ayo cari Ravi lagi.” Tim Eria bangkit dari kursi mereka ketika sudah selesai menghabiskan secangkir teh khas Desa Gowi. Ketika mereka keluar dari kedai, sebuah angin menghampiri mereka dengan cepat. Setelah itu, mereka dikejutkan dengan kehadiran Ravi. “Ah, kalian sudah selesai?” tanya Ravi. “Aku sudah menemukan markas dari sekelompok anak kecil itu.” “Secepat itu?!” Felix membelalakkan matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD