10. Sedikit Berubah

1117 Words
Jemari itu meraih ponsel diatas nakas meja, membuka pesan yang masuk dari nomor tak bernama itu, membacanya dengan singkat dan langsung menghapusnya. "Sayang, ayo bangun. Sudah pagi." Bella mengelus surai Aira yang mengintip di balik selimut tebalnya. "Ehmm."erangnya panjang dengan tubuh menggeliat malas, "Sebentar lagi, Ma! Aira masih mengantuk." "Ok, sepuluh menit lagi kamu harus segera bangun." Bella mengecup kening putrinya itu dan beralih ke Askara yang lebih mudah untuk bangun dan membantunya untuk masuk ke kamar mandi kemudian keluar untuk beberes dirinya sendiri. "Pagi semua." tepat di pukul 7 pagi, seluruh anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan, Aira mengambil duduk disebelah sang Mama dan mengecup pipi wanita itu tanpa ragu. "Pagi Askara, Pagi Pa." senyum itu tak luntur dan dibalas singkat oleh sang Papa dan full senyum boleh Askara. "Pagi, Aira."senyum Bella lembut, "Mau sarapan pakai nasi goreng atau roti?" "Nasi goreng."gadis menyerahkan piringnya dan diisi apa yang Aira mau oleh sang Mama. "Terima kasih."senyumnya lebar sebelum menyantap sarapannya sedangkan Askara disuapi oleh sang Mama. Pemandangan meja makan akhir-akhir ini sangat damai, membuat semua orang tersenyum. "Hari ini, Mama yang akan antar kalian sekolah." "Beneran?" Aira meletakkan sendoknya dan menatap sang Mama dengan manic berbinar "Kenapa? Kamu tidak mau karena takut ditatap aneh oleh teman-teman di sekolahmu?" "Tidak!" geleng Aira cepat, "Aku mau kok diantar Mama." "Baguslah." senyum Bella lebar, "Sekarang habiskan dulu sarapanmu." dan Aira menganggukkan kepalanya, meraih sendok dan melanjutkan sarapan dengan semangat. Setelah sarapan usai, keempat orang itu berdiri di halaman rumah, menunggu mobil masing-masing. "Papa berangkat dulu."Dave mengecup pipi Bella dan menepuk puncak kepala Aira serta Askara bergantian sebelum tubuhnya masuk dan menghilang bersama mobil hitamnya disusul oleh Bella, Aira serta Askara yang masuk mobil putih bersupirkan Kris, seorang wanita gempal yang jago bela diri yang merangkap sebagai PA Bella. "Mama, apa Aunty Aliana tidak ikut juga?" Askara menolehkan kepalanya, menatap sang Mama bingung. "Tentu saja tidak, Askara! Jangan aneh-aneh deh!" celetuk Aira dari samping kemudi, "Mobil ini hanya untuk empat orang." "Tapi nanti Askara sama siapa?" "Hadeh!" Aira mulai kesal. "Nanti babysitter-mu itu akan menyusul. Jadi jangan khawatir, Ok?" jari Bella mengelus pipi sang putra dengan senyum lembutnya "Ok, Mama." angguk Askara patuh. "Kris, kita berangkat sekarang." perintah Bella kemudian dan langsung dibalas, "Siap, Nyonya." oleh sang PA yang langsung menyalakan mesin mobilnya, berjalan dengan kecepatan sedang menembus kemacetan kota yang tak pernah mati. "Sekolah yang rajin, jangan berantem dengan teman yang lain dan dengarkan apa kata Bu Guru, Ok?" mobil telah berhenti di depan sekolah Askara dan Bella yang ikut turun dari balik mobil kini sedang memberikan nasehat pada sang buah hati. "Iya, Mama."angguk bocah itu patuh sebelum meraih tangan Bella untuk salim. "Good." senyum Bella lebar sembari menyerahkan putranya itu pada Aliana yang sudah datang terlebih dahulu, menunggu di samping gerbang sekolah, "Bye-bye!" tangan Bella melambai sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil. "Kamu tidak terlambat kan, Aira?" "No. Masih ada 10 menit tersisa." Jawab gadis itu dengan senyum lebarnya setelah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Aira pamit, Ma." gadis itu turun dari balik mobil dan langsung meraih tangan sang Mama lewat jendela mobil yang terbuka, posisinya saat itu Bella tidak turun dari mobil karena sibuk dengan panggilan telepon. "Ingat pesan Mama, jangan nakal." ucap Bella sembari sedikit menjauhkan ponselnya. "Ok. Bye!" Aira mencondongkan wajahnya dan mengecup pipi Bella cepat dan langsung berlari masuk ke dalam gerbang sekolah demi menyembunyikan wajahnya yang memerah malu karena ulahnya sendiri. "Semoga saja Mama tidak risih tadi." pekik Aira dengan tangan menakup kedua pipinya sendiri. "Aira..."langkah kakinya perlahan melambat, wajahnya yang semula memerah bahagia langsung berubah ekspresi, tangan yang semula di pipi berubah di d**a, bersendekap dengan sorot mata malas menatap sosok didepannya kini. "Siapa?" "Yang beneran ih!" sosok itu menghentakkan kakinya sebal, "Jangan marah hanya karena kejadian yang kemarin." "Dimana otakmu saat kamu bilang jangan marah karena kejadian yang kemarin, hah?!" bentak Aira sengit, "Kamu meninggalkan aku sendirian dimakan macan kemarin." "Setidaknya dengan kejadian yang kemarin kau dan Mamamu jadi lebih dekat." Jessica membela diri. "Tahu apa kamu?" "Heh aku punya mata, ya! Tadi kamu diantar Mamamu." decak Jessica dengan tangan ikut bersendekap, tidak mau kalah, "Jadi secara tidak langsung aku membantumu mendekatkanmu dengan mamamu." "Idih itu semua berkat Papa bukan berkatmu! Kalau Papa tidak melindungiku dan bilang yang sebenarnya ke Mama, aku langsung mati detik itu juga, Jessica!" rahang Aira bergemeletuk, gadis itu lantas kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas dengan tangan mendorong Jessica kasar. "Tapi kan tetap saja aku ada peran penting disana. Hey, aku tidak dimaafin, nih?" remaja satu itu merengek, membuntuti Aira seperti anak kucing ke babunya. "No!" geleng Aira angkuh, gadis itu bahkan mendorong teman sekelas mereka, mengusir secara paksa si pemilik bangku untuk dia tempati, Aira kesal, jadi untuk sementara dia tidak mau satu bangku dengan Jessica. "Aira..." rengekan Jessica semakin menjadi tak peduli keduanya menjadi tontonan di kelas karena baru kali ini duo pengacau itu bertengkar. "Aira!" Jessica bersandar manja di bahu Aira seperti lintah dengan manic berkedip-kedip seperti cacing kremi. "Balik ke tempat dudukku sana atau kubakar alat makeup yang kamu sembunyikan di loker!" teriak Aira keras membuat Jessica langsung bangkit, menghentakkan kakinya kesal dan kembali ke bangku asalnya dengan bibir mancung. "Dasar nyebelin. Awas saja kalau nanti tiba-tiba minta ditemani ke kantin." gerutu Jessica cukup keras. "Plang!" "Aduh!" gadis satu itu langsung memegang belakang kepalanya dan menolehkan kepalanya kebelakang, menoleh kearah Aira dengan manic memincing tajam. "Apa yang kamu katakan tidak akan terjadi soalnya hari ini kita END. Paham!" ancam Aira dengan pensilnya. Sementara itu, mobil yang ditumpangi oleh Bella berhenti di pelataran parkir tempatnya bekerja. Dengan sigap Kris membukakan pintu untuk sang nyonya dan membantu membawakan beberapa barang wanita itu sebelum keduanya masuk ke dalam gedung secara beriringan. "Jadi bagaimana, apakah sudah ada respon dari brand yang akan kerja sama dengan kita?" "Sudah Nyonya Bella, saya sudah kirimkan detailnya ke email anda." jawab Kris sembari menekan tombol angka 3 di panel lift. "Ok." angguk Bella. Ting! Pintu terbuka, keduanya keluar dari balik lift dan langkah kaki Bella langsung terhenti di depan meja sang sekretaris. "Maaf Bu Bella, Ada tamu yang menunggu anda di dalam." "Sepagi ini? Bukankah saya sering bilang untuk tidak terima tamu di jam segini?" "Maaf, Bu tapi beliau berkata dia sudah ada janji secara pribadi dengan anda." "Baiklah kalau begitu." desah Bella kesal, "Tolong atur ulang janji temu saya satu jam lagi." "Baik, Bu." Kris dan sang sekretaris menganggukkan kepalanya dan menuju meja kerja masing-masing sedangkan Bella mulai membuka pintu dan menutupnya dengan cepat. Kaki berbalut sepatu itu melangkah semakin dalam menuju ruangan, gaung yang muncul akibat ketukan sepatu itu membuat sosok yang berdiri di depan kaca besar yang menampilkan pemandangan kota itu menolehkan kepalanya, seulas senyum tipis itu terbit dari wajahnya yang tersorot matahari pagi. "Hai, Bella."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD