Chapter 35 - LARI!!

1181 Words
Tempat dimana kaca dihancurkan, dimana Ainsley masuk dan Hans keluar ternyata menjadi jalan masuk bom tangan yang baru saja dilemparkan kearah mereka. Belum lagi listrik yang tiba tiba mati membuat mereka bertiga menjadi semakin was was “Jari Michael tadi tak sengaja tersadar di sebuah alat scan sidik jari untuk pintu. Kita sudah terdeteksi. Semua saranan masuk dan keluar ditutup dan lampu dimatikan” Sial. Sial. SIAL!! Ainsley mengeluarkan kacamata sensor panas yang sewaktu itu diberikan Hans padanya. Tatapan berkeliling, sejauh ini, memang tak ada siapa siapa selain tubuh penjaga tadi yang masih tak sadarkan diri. Evan mengumpat. Gedung B memanglah tak seluas gedung A, dan posisi gedung yang semakin atas semakin mengerucut membuat lantai ini memang tak seluas apa yang dibayangkan orang lain jika mendengar kata Chaeron Lab. Lebih mirip tipikal kantor biasa. Sebuah suara membuat mereka menengok ke arah yang sama. Terlihat sebuah cakram kecil dengan empat kaki memanjang mencapit bagian dinding yang masih berdiri kokoh meskipun terkena bom. Suara nafas dan khas pijakan orang membuat ketiganya sadar bahwa ada banyak orang yang mencoba memanjat kemari. Sudah dipastikan bukanlah Hansel dan Evan karena suara keduanya terdengar masih sibuk bertarung dengan posisi entah dimana. Evan yang melihat ke arah lift dengan sigap menarik tangan kedua rekannya untuk mengikuti jejaknya. Masuk kedalam lift kemudian membuka tutup atasnya, naik keatas untuk bergelantungan di sekitar kabel penyangga elevator. Sama seperti yang mereka lakukan bersama Hans selang satu jam yang lalu. Ah.. mereka tak memikirkan untuk harus mempunyai setidaknya senter disaat seperti ini. Evan membuat mental note untuk membeli alat alat survival kebutuhan mereka nanti jika berhasil selamat. Petter, dengan fisik yang memang tak terbiasa dengan hal berat, ditambah lagi tasnya membawa beban laptop cukup terengah engah ketika lagi dan lagi ia harus bergelantungan untuk sampai ke tangga yang tak jauh dari sana. Sebelah tangannya masih memegang tali dengan erat, dan sebelah tangannya lagi menggapai Evan yang sudah lebih dahulu ada di tangga. Mereka berdua memutuskan mengikuti Evan saat dirasanya pria itu yakin dengan arah tujuannya. Yaitu satu lantai diatas mereka. Lantai delapan puluh tujuh. Dimana orang paling ‘tinggi’ disana berada. Dalam keadaan gelap gulita, Ainsley menyadari bahwa mereka sudah ada di samping pintu elevator yang tentu saja masih tertutup. Evan meliriknya, tak terlihat apapun, tentu saja. Ingin berbicara, namun dirinya sangat yakin akan ada seseorang dibalik pintu itu yang siap membunuh mereka semua. Petter mengeratkan tali ranselnya. Tak lupa mengaitkan tali yang melingkari perutnya agar tas itu tetap menempel di punggungnya dan tak mengganggunya bergerak. Tangannya bergetar. Ia tahu. Ia sangat tahu bahwa ia akan membunuh orang demi keselamatan dirinya sendiri, sama seperti misi pelarian diri dari penjara. Memasukkan ponselnya kedalam holding gun di pinggangnya, menggantikan senapan yang tadinya ia simpan disana, kemudian menarik pelan celana Evan. Kode bahwa ia sudah siap dengan apa yang terjadi selanjutnya. Evan kembali naik beberapa anak tangga dengan perlahan, diikuti kedua rekannya, kemudian ikut menghela nafas gugup. Sebelah tangannya memegang tangga, dan sebelahnya lagi memaksa pintu tersebut terbuka dengan manual. Voila. Persis dengan apa yang dibayangkan mereka bertiga. Kumpulan orang yang menodongkan dan menembakan peluru kearah mereka. Ainsley melindungi sebentar kepala Petter kemudian berbalik menyerang mereka. Disaat Ainsley masih diposisi, menyerang dengan baik karena memakai kacamata sensor panas, Evan bergerak melompat untuk berpijak di lantai yang ia tuju. Sempat kesusahan karena gelap dan banyaknya peluru yang menyasar, namun berhasil setelah seseorang yang mencoba menyerangnya ternyata malah terjatuh di  lubang tempat dimana seharusnya box elevator naik dan turun. Merasa ada orang yang membuka kunci senapa dibelakangnya, Evan dengan cepat berbalik, memutar senapan tersebut hingga berbalik memuntahkan peluruh tepat di wajah si pemilik. Melihat kejadian tersebut, Petter memilih sedikit merunduk untuk menembaki kaki kaki orang yang ada di pinggiran lubang elevator, setidaknya bukan dia yang membunuh, mereka akan terbunuh karena jatuh akibat hilang keseimbangan. Mengikuti jejak Evan, Petter dan Ainsley naik untuk kenyamanan gerak. Namun banyak. Terlalu banyak orang yang ternyata sudah berjaga jaga ada disana untuk menyambut kedatangan mereka. Evan mencekik seseorang dari belakang menggunakan lengannya, Petter yang mengambil senapan api milik pria itu dan menghantamnya ke dinding. Ainsley yang menjadi tumpuan mereka kali ini. Hanya dia yang satu satunya orang yang tidak dibutakan cahaya.  Membuang cangkang peluru yang sudah kosong, tangannya terlatih untuk menggantinya dengan yang baru secepat mungkin. “Kami dipojokkan ke gedung A. Disini listrik masih menyala” suara Hans terdengar setelah sekian lama hanya bising baku hantam yang terdengar. Evan yang mendengar hal tersebut langsung mengingat sesuatu. Tangannya menyeret Petter yang masih sibuk menghindar dan melindungi perangkatnya mati matian untuk masuk ke ruang presdir yang tak jauh disana. “Ainsley, jika kau melihat siluet merah bergandengan, itu kami. Kami menuju ruang presdir. Ikuti aku” bisiknya yang tentu saja terdengar jelas di alat komunikasi mereka. Ainsley mengikuti, tak ada tanda tanda seseorang didalam sana. Sepertinya petinggi yang dimaksud memang sudah dievakuasi sebelum semua jalan keluar dan masuk ditutup. Memakai kursi yang ada disana, Evan dengan bising memecahkan jendela dengan kerusakan yang cukup besar. Ruangan ini, yang berhadapan langsung dengan gedung A setidaknya memiliki satu titik dua titik cahaya yang membantu mereka dalam melihat. Seperti saat ini, degup jantung Petter mengeras saat matanya baru menyadari apa yang dipegang Evan. Ikat pinggang. Dan apa yang ditatap oleh pria itu, kabel listrik yang tebal. “Kau tidak bermaksud untuk pergi ke sebrang dengan meluncur bermodalkan ikat pinggang, kan?” paniknya. “Oh.. kau memang sangat pintar, Petter” sahut Ainsley yang langsung menyadari apa maksud dari Evan. Gadis itu masih membelakangi mereka berdua, menggunakan kedua tangannya untuk menembak siapapun yang berani muncul dari balik pintu megah itu. Berbalik sebentar untuk melemparkan satu jenis senapan yang ditangkap dengan mulus oleh pria yang lebih tua, kini Evan benar benar meluncur hanya menggunakan sebelah tangan yang berpegang erat pada tali pinggang kulit imitasinya. Tangan kanannya dipergunakan untuk melontar beberapa buah peluru hingga kaca yang dituju sudah pecah tak karuan. Petter mendesis takut, ingin berbalik meminta pertolongan Ainsley, namun dia tahu wanita itu sedang mengerahkan segala kemampuannya untuk melindunginya dan data yang mereka curi seorang diri. Mengucap puji pujian dan doa kepada Tuhan, bocah itu akhirnya berhasil untuk meluncur meskipun terhempas di akhir karena bingung bagaimana cara menahan tubuhnya sendiri. Sesampainya disana, ia melihat dengan jelas bahwa Evan tengah bertarung dengan sekelompok pria dengan seragam yang persis.  “Pergi, Petter. Cari jalan keluar. Terlalu banyak orang, kita tak mungkin membunuh semuanya. Kemungkinan besar polisi pun pasti sudah menuju kemari” Titah Ainsley yang baru saja mendarat dengan ringan. Petter yang melihat Michael mendatangi mereka dengan ekspresi dingin memilih untuk pergi mencari jalan keluar. Hah, jika sudah seperti ini, percuma saja mereka memakai topeng itu. Panas iya, tetapi identitas tetap akan diketahui. Siapa lagi lima orang pengacau yang sedang hangat hangatnya dibicarakan semenjak kemarin. Dirinya berlari sembari berkali kali menatap ponsel. Senapan yang ada di tangan kanannya tak kunjung dilepas. Bocah tinggi itu memilih untuk mematikan semua kamera pengaman agar menghambat orang lain menemukannya. Lorong yang setidaknya tidak memperlihatkan keberadaan senjata yang bisa mengancam nyawanya, menjadi tujuan kakinya. Setidaknya sembari ia mencari celah dari denah luas itu dimana tempat untuk bisa melarikan diri. Namun tiba tiba, seseorang membekapnya dari belakang. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD