Chapter 36 - Humanoid

1344 Words
“Memangnya benar benar bisa berguna jika kita repot repot membawanya saat ini?” Keluh Hans dengan keringat yang bercucuran akibat beban yang cukup –atau bisa dibilang sangat berat- di punggungnya. Lelaki yang satunya hanya terkikik sembari berlali kecil memimpin jalan. Tak lupa memecah fokusnya menjadi dua yang mana satu melihat jalan, dan satunya lagi fokus memperhatikan banyak titik di gadget mahalnya. “Belok ke lorong kiri di depan, ada beberapa orang biasa dan orang yang membawa senjata. Hati hati salah sasaran” titahnya pada ketiga orang yang ada di ujung line komunikasi mereka. Sedangkan kakinya membawa dirinya sendiri pada ruang mesin setelah menyelinap melewati seperti sebuah pabrik yang entah membuat apa disana. Terimakasih pada Tuhan yang bisa bisanya membuat kedua orang dengan tinggi diatas seratus delapan puluhan itu berhasil menyelinap diam diam sembari membawa sebuah robot yang sama besarnya dengan mereka ditengah tengah pabrik dimana masih terdapat banyak orang yang sibuk beroperasi. Ah, sejujurnya Petter pun bingung menyebut tempat itu sebagai apa. Toh sebenarnya pabrik tidak bisa dibilang sebagai ucapan yang tepat, namun setidaknya mendekati.   Omong omong, jika kalian berpikir kalian salah baca, jawabannya adalah tidak. Beberapa saat yang lalu, dimana bocah yang satu itu baru saja berniat kabur seorang diri dari gedung A untuk mencari jalan keluar bagi semuanya, ia dikagetkan dengan seseorang membekap mulutnya dan menariknya masuk ke ruangan yang penuh dengan peralatan bersih bersih. Terlihat banyaknya kain pel, beberapa sapu hingga lap yang dalam keadaan bersih. Artinya memang belum dipakai untuk sejauh ini. Semua pertanyaannya terbungkam ketika menyadari bahwa ruangan itu adalah tempat dimana semua supply dan perlengkapan layaknya kertas, tinta, alat kebersihan hingga berbagai macam baut dan obeng baru tersimpan. Sadar bahwa nyawanya sedang dalam ancaman, Petter mengigit tangan orang yang dibelakangnya. Dengan tangan gemetar, ia menodongkan senapan pemberian Ainsley hanya untuk menemukan bahwa pria yang membawanya adalah Hans. Helaan nafas lega keluar dari bibirnya dan kakinya kembali bergetar ketakutan. Segala jenis kegiatan yang ia lakukan sedari kemarin masih belum membuatnya terbiasa dengan banyaknya adegan kasar untuk hari hari selanjutnya. Hans menaruh jari telunjuknya didepan bibir. Sebuah gesture yang membuat bocah itu sadar bahwa ternyata di lorong lain ada seseorang yang mengawasinya. Beberapa detik yang lalu, ia merasa tak peduli karena radarnya menangkap seseorang tersebut tak membawa benda berbahaya, yang ia pikir mungkin saja hanya orang biasa yang tak akan melukainya. Baru ia menyadari bahwa orang dewasa yang tak membawa senjata pun bisa jadi membunuhnya jika ia merupakan penjaga. Menyadari Hans berdiam didepan pintu ruangan untuk berjaga jaga, matanya tak sengaja melihat seonggok robot dalam keadaan mati dengan post it bertuliskan ‘gagal’ yang tertempel di tubuhnya. Ia mencoba menilik segala sisi dari perangkat keras yang ada ditubuhnya, dirasanya tak ada yang salah dengan bodi dari robot berbentuk manusia ini. Dalam beberapa detik, bocah itu malah jatuh sejatuh jatuhnya dengan bagaimana robot ini bisa dibuat. Rambut, gerat wajah, hingga garis bibir terbuat dengan sempurna bak manusia yang nyata. Jika ia tak melihat sendi yang belum ditutupi metal, maka sudah dipastikan bocah itu menganggap robot ini sebagai manusia yang berjaga disana. Tangannya mengambil sebuah flashdisk yang tersimpan didalam tasnya, mencoba menyambungkan ponsel dan robot tersebut menggunakan kabel eksternal, dan bermain dengan perangkat lunak seadanya. Bahkan dengan keadaan seminim itu, Petter menemukan potensi yang besar pada robot ini. Sebuah kesayangan apabila robot sebagus ini mungkin dibuang begitu saja. Iya yakin, jika berhasil mencari sisi yang benar, Petter rasa robot ini akan benar benar membantu mereka dalam misi penyelamatan seluruh umat di dunia. Dengan banyak merengek kepada Hans, berakhirlah mereka kini disebuah gorong gorong bawah tanah yang untung saja memiliki jalan di sisi kanan dan kirinya sehingga mereka tak perlu bermandikan limbah dari proses pabrik yang mereka lihat tadi. Petter menyadari bahwa gorong gorong tersebut memiliki ujung disebuah pelabuhan, tempat dimana limbah tersebut dibuang ke lautan. Heran, demi ‘masa depan teknologi’ yang lebih baik, pemerintah malah diam saja mengenai pembuangan limbah ke laut yang mengancam ekosistem laut dan lingkungannya. “demi Tuhan, sehabis keluar dari sana, kalau bisa, kalian harus membeli ponsel terlebih dahulu agar memudahkanku” rengek Petter sembari memeluk lengan robotnya. Kini mereka masih berdiam diri di sebuah sudut tempat berpulangnya kapal kapal karena bingung ingin berdiam dimana. Meskipun gorong gorong tadi memiliki jalanan cukup lebar disampingnya, tapi mereka tak bisa melupakan bau pekat dari sampah sampah yang ada disana. Itulah alasan mereka menyendiri di antara kapal kapal pesiar ringan cepat mewah yang biasa disebut yatch. “Lurus terus kesana, ada sebuah pintu bertuliskan staff only kalau aku tidak salah ingat. Turun beberapa lantai hingga kalian menemukan sebuah err.. pabrik? Entahlah pokoknya mirip seperti itu” komando Petter pada ketiga orang yang masih mencoba melarikan diri dari lab tadi. “dari tangga tadi, belok kearah kiri, lalu lurus terus sampai kalian menemukan sebuah pintu berbentuk bundar yang berkarat. Pintu itu merupakan jalan menuju gorong gorong besar. Lurus terus hingga kalian sampai di sebuah pelabuhan sisi pantai” kemudian ia tertawa kecil ketika mendengar umpatan dan keluhan orang orang yang lebih tua mengenai harus keluar melewati jalan menjijikan. “Kami ada di yatch private mini dengan garis silver di ujung tempat penangkaran kapal” lugas Hans sembari berjingkat mengajak Petter masuk kedalam sana untuk bersembunyi sebentar, sembari memikirkan cara bagaimana mereka akan menyebarkan ini ke seluruh dunia dan bagaimana mereka akan menyelamatkan diri saat ini. Karena tentu saja anjing anjing sialan tadi pasti sedang mencari mereka kemana mana. “Mobil kita bagaimana, ya?” Petter merenung disamping robot memikirkan mobil mereka yang tadi diparkirkan diluar lab sebelum mereka masuk. Iya juga ya. Untung saja semua persediaan mereka seperti konsumsi, senjata dan beberapa helai baju sudah dibagi bagi untuk dimasukkan ke tas masing masing. Setidaknya meskipun mereka akan bersembunyi di kolong jembatan, mereka masih memiliki sesuatu yang layak untuk digunakan. Belums sempat menjawab, kapal tiba tiba digerakkan. Hans sudah bersiap siap dengan pisaunya seandaikan orang yang datang adalah pemiliki atau lebih buruknya lagi jika penjaga yang sedang mencari mereka. Namun asumsi itu hilang bersamaan dengan munculnya batang hidung Michael yang topeng silikonnya sudah penuh dengan darah segar manusia dan sayatan di beberapa sisi. Evan mengerutkan dahi sembari menunjuk seonggok robot yang terlihat tak berfungsi di samping Petter, membuat si empunya tersenyum manis agar tidak disuruh membuang calon mainan barunya. “Setelah ini apa?” Michael berucap dengan suara dingin, membuat Ainsley memicingkan mata dan meniliknya dalam dalam. “Membeberkan pada dunia tentu saja. Namun jika kau bertanya bagaimana caranya, akupun belum tahu” ucap Evan dengan cepat ketika dilihatnya pria itu mulai akan bertanya banyak hal. “Bisakah kalian tidak bertindak impulsif dan bodoh. Jika sudah seperti ini, bagaimana selanjutnya? Akan berdiam diri terus sembari sembunyi memikirkan cara untuk menyiarkannya pada dunia? Memangnya dunia akan percaya pada buronan paling most wanted yang diburu sebegini parahnya?” celoteh Michael dengan suara rendah dan umpatan diujung kalimatnya. “Jadi sekarang apa, mencari lubang baru untuk kita bersembunyi?” sinis Michael tak selesai selesai. Evan yang sebenarnya sudah naik darah dan ingin memukulnya pun merasa tak memiliki tenaga dan beranjak pelan ke lantai bawah dari yatch itu. Yang lain mengikuti, begitu pula Ainsley yang melihat lihat bagaimana mewahnya kapal pesiar mini ini dengan segala peralatan dan akomodasi di dalamnya. “Kita bawa kabur saja kapal ini” ucap gadis itu berceloteh asal, yang ternyata malah disambut tarikan nafas yang paling muda karena merasa ide asal asalan gadis itu sebuah ide briliant. “Tunggu tunggu, aku bercanda!” “Ya sudah, jadikan saja candaan itu kenyataan. Bukankah lebih baik berlayar tak tentu arah dahulu sekarang sembari memikirkan hal apa yang dilakukan selanjutnya?” ucapnya riang yang dibalas tepukan di dahi oleh Hans. “Memangnya siapa diantara kita yang bisa mengoperasikan yatch?” tanya si gadis lagi namun hanya dibalas heningan selama beberapa menit. “....apakah.. sama seperti yang ada di game?” Baiklah, biarkan Hans pergi menyeret Petter dari sana sebelum mantan mafia itu berulah dan berujung rengekan si bocah sembari ia mempelajari bagaimana cara melayarkan sebuah kapal. Sedangkan si gadis itu kembali menatap Michael yang kini memejamkan mata lelah dalam posisi duduk. “kau... kau benar benar bukan Michael ya?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD