Chapter 30 - Old Friend 2,0

1038 Words
Dengan kekehan yang ditahan sedemikian rupa agar tidak membuncah dari kedua belah bibirnya, gadis itu mengibaskan tangannya dengan maksud menyuruh keempat rekannya yang lain untuk terus meneruskan perjalanan mereka dan meninggalkannya disana untuk bernostalgia sebentar bersama para tikus. Hans yang berada jauh didepan, sudah mendekati akses pintu yang disana dijaga oleh beberapa orang berseragam, menyipitkan matanya untuk menilik berapa banyak orang orang yang berkerumun secara diam diam dibelakang mereka. Dua belas. Angka yang cukup banyak mengingat jika mereka mengenal Ainsley, maka mereka sudah dipastikan berada dalam satu lingkaran yang sama dengan gadis itu dahulu. Dalam kategori apapun, entah pemakai jasa, rival atau rekanan. Jika mereka memang berada dalam satu dunia yang sama, maka dipastikan kemampuan dan kekuatannya pun tak jauh berbeda dengan gadis Kim itu. Dua belas orang dalam mengeroyok seorang gadis yang baru saja bisa menggerakan tubuhnya seminggu yang lalu atas kejadian lumpuh yang disengaja bertahun tahun, tentu saja membuat kekhawatiran pria yang dipanggil Hans itu memuncak. Tatapannya tak sengaja bersibobrok dengan Michael. Lagi. Tatapan itu lagi lagi berubah. Tanpa Hans harus perintah, ia tahu bahwa lelaki keluaran panti itu akan berada disana untuk mendampingi dan membantu teman bertengkarnya semasa di penjara. Maka Hans langsung menyeret Petter yang disampingnya untuk kembali berjalan. Bergegas untuk masuk sebelum kumpulan orang disana membuat keributan yang berakibat tertangkapnya mereka di pintu masuk. Evan merapatkan diri di sisi tembok dengan hati yang memohon agar tubuhnya tak cukup gemuk untuk terliat dari sudut pandang para penjaga. Memandang Hans yang mengangguk menyetujui kemudian maju dan menjotos ulu hati penjaga yang terdekat dari posisinya. Cukup membuat penjaga tersebut berkunang kunang dan memuntahkan cairan masam sebelum menutup matanya tak sadarkan diri. Penjaga lainnya yang masing masing menodongkan senapan terbelalak kaget ketika menyadari ada lelaki lain dan seorang wanita yang berhadapan dengan orang asing tak jauh dari sana. Mereka saling bertatapan. Tiga orang pria, seorang wanita dan seorang bocah. Jargon mengenai tangkap kelima orang itu hidup hidup sudah mengisi telinga dan otak mereka selama lebih dari dua puluh empat jam. Melihat sosok yang sepertinya sang legenda yang masih sering menjadi bahasan dalam gosip panas yang dibuat saat jam makan siang dikantin, membuat mereka semakin blank dan mematung terkejut. Isu mengenai fisikawan gila kerja yang berakhir menjadi benar benar gila dan psikopat. Begitulah kabar burung yang beredar disana. Tak banyak yang Evan ketahui mengenai perubahan didalam sana baik struktural maupun manusianya. Evan tak mengetahui bahwa dengan masuknya ia ke penjara, teamnya dibubarkan, bahkan beberapa terdengar gosip dilanda depresi hingga bunuh diri karena upaya team mereka bertahun tahun hancur akibat yang terhormat tuan Evan. Sedetik keterkejutan mereka amat sangat menguntungkan Hansel yang langsung memukul kepala bagian belakang dua orang sekaligus menggunakan tangan. Sengaja. Tujuan mereka kesana bukanlah membunuh, melainkan hanya mencari data. Setidaknya pukulan pukulannya hanya membuat mereka tak sadarkan diri, bukan kehilangan nyawa. Petter yang ditodong oleh salah seorang yang masih sadar merunduk sembari memegang ujung baju Hans, yang dipegang menangkis dan menekan tanganna hingga pria itu jatuh berlutut kebawah. Petter dengan sigap menaruh sapu tangan yang sudah dibubuhi chloroform untuk membuatnya terbius. Merasa selesai dengan urusannya, ketiga pria itu bergegas masuk dengan ingatan Evan sebagai peta. Memberikan ruang bagi pria dan wanita diluar sana untuk bercengkrama dengan dua belas pria berbadan besar yang sedari tadi masih beradu tatap dengan Ainsley. “Kenapa? Kau kaget aku mengenalimu meskipun terhalang silicon tak seberapa itu?” Ucap pria yang berada ditengah dengan cerutu mahal di sudut bibir kanannya. “Ayolah Ainsley, topeng itu sangat menjatuhkan kecantikanmu” tawaan merendahkannya disambut oleh tertawaan yang sama oleh beberapa pengikut yang ada dibelakangnya. Yang Ainsley kenal betul mereka siapa. “Kita bertemu lagi, paman” Paman. Sosok Underboss yang waktu itu adalah dalang dari hidup naasnya. Sosok yang ada bersamanya dan mencoba membunuhnya dari belakang. Sosok miskin yang sudah diangkat Don, namun malah berkhianat pada dirinya. “Ah... bagaimana ini, Ainsley?” ujarnya bertele tele. Sejujurnya, Michael sudah muak. Keinginan pergi dari sana menarik Ainsley atau mungkin pilihan keduanya adalah membunuh mereka semua sudah ada di puncak kepalanya.  Namun mau bagaimana pun, pria itu sadar bahwa gadis yang ada disampingnya pasti jauh lebih ingin membunuh mereka dibanding dirinya. Bermain sebentar bersama para cecurut dirasanya akan menyenangkan. “Princess of Darkness. The Underground Ladyboss. The Golden Bullet Tip. Don’s lovely niece. Ah.. bukankah sebutan sebutan itu padamu dahulu lebih cocok dibandingkan buronan yang dikejar hidup atau mati?” pria itu bermain main dengan asap rokok yang dihembuskannya. “Tapi bagaimana, ya? Paman kesayanganmu saat ini kepalanya sudah terpaku dengan baik diatas tungku api kesayanganku” belasan orang disana tertawa secara sinkron bak orkestra yang tampil di panggung klasik. Salah satu dari mereka melemparkan foto yang terjatuh tepat diatas sepatu gadis Kim itu. Sebuah foto dimana kepala pamannya benar benar dalam kondisi yang dijelaskan si b******n tadi. “Setelah menyingkirkanmu, dan beberapa partikel debu lainnya. Paman kesayanganmu itu tak memiliki siapapun disisinya. Semua orang memberontak. Pamanmu itu tak ada apa apanya jika tanpa anak buah. Hanyalah sebuah kepala kosong yang sok sok an memiliki sebuah kerajaan didunia ini” celotehnya mencoba jenaka. “Kau tahu mengapa pamanmu tak kunjung memiliki anak? Karena istri pamanmu sudah menjadi kekasihku saat kau masih kecil HAHAHAHAHAHA” tawa semakin menggema seiring dengan api yang membakar rokok menjadi abu. “si t***l itu terlalu bodoh untuk melihat hal hal yang bahkan sebegitu jelasnya dilakukan oleh kami” Tangannya mengepal. Matanya memerah. Rahangnya mengeras. Kenapa pamanya membiarkan anjing anjing jalanan yang sudah dipungutnya itu malah berbalik menggigitnya. Kenapa pamanya bisa berakhir tewas dengan cara seperti itu ditangan orang yang paling dibencinya. Kemana segala kekuatan dan otak brilian juga anak buahnya yang mencapai ratusan. Sejujurnya. Dahulu Ainsley sempat berpikir bahwa mungkin pamannya ikut andil dalam memasukkannya kedalam penjara. Karena dirinya tak ada satu kalipun bersedia melihat anak dari kakaknya itu terpasung hidup hidup didalam penjara. Ainsley tahu, seketat apapun kondisi, jika pamannya menginginkan, mudah saja bagi beliau untuk membebaskan Ainsley saat itu juga. Dengan bayaran uang atau nyawa sekalipun. Karena itulah gadis berwajah lembut itu berpikir bahwa pamannya membencinya. Perasaan bencinya pun menumpuk semakin lama dirinya berada di penjara. Namun, semua perasaan benci itu tak ada artinya dibandingkan melihat paman yang sudah ia anggap sebagai pengganti ayahnya dipermalukan seperti ini. “Kau... kau akan menemui ajal mu hari ini”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD