Chapter 5 - Ainsley Kim, si Gadis Berdarah Dingin

1782 Words
Pertama kali terlihat, semua orang terheran dengan kemunculan sesosok gadis mungil dengan rambut yang dikepang dua di ruang kelas seni bela diri. Beberapa remaja yang lebih tua darinya terkekeh, mengira dia hanyalah tipikal anak perempuan lemah yang salah masuk ruangan, atau mungkin menyusup dengan niatan bermain main. Tak heran karena pekarangan rumah itu sangat lebar dan biasa digunakan anak anak kampung sekitar untuk bermain bola sepak. Setidaknya menciptakan image orang kaya baik hati agar tidak dicurigai penghuni sekitarnya.   Namun salah satu tutor disana, malah bertitah agar si gadis berhadapan dengan lelaki yang lima tahun lebih tua darinya. Memancing tatapan ambigu pria pria disana, karena ialah satu satunya manusia berjenis kelamin perempuan saat ini.   Tubuhnya sangat pendek, -padahal banyak yang berkata bahwa perempuan saat kecil jauh lebih cepat pertumbuhan tingginya dibanding laki laki, diameter lengannya sangat kecil, terlihat bisa remuk kapan saja. Sempat beberapa pria yang terlihat berusia dua puluh tahun keatas, -orang orang yang baru saja direkrut tanpa pengalaman-, berkata pada tutornya dengan suara berbisik jika ia takut bocah perempuan tersebut patah tulang.   Yang mana hanya dibalas kekehan ambigu milik si tutor.   Nyatanya, sehabis kelas seni bela diri, gadis mungil yang memperkenalkan diri sebagai Ainsley itu menghampiri lawannya tadi dengan raut wajah datar. Sedikit menakjubkan dengan fakta bahwa ekspresi anak diumur yang masih belia itu amat sangat tidak tertebak.   Dengan wajah datar, ia menjulurkan tangannya- membuka telapak tangannya dengan maksud ingin berjabat dengan pria tadi. Meminta maaf disertai kalimat bahwa ia awalnya tidak berniat membuatnya sebegitu babak belur, ia hanya tak suka diremehkan hanya karena dirinya perempuan dan masih kecil.   Well.. kecil yang dimaksud disini bukan hanya karena tubuhnya memang mungil, namun ia memang masih berusia dua belas tahun. Gadis dua belas tahun mana yang memukuli partner belajarnya dengan wajah dingin tanpa belas kasihan.   Tak lama dari situ, tutor baru saja menjelaskan, bahwa gadis tersebut merupakan anak dari Underboss yang terbunuh minggu kemarin. Cukup membuat mereka mengerti dari mana asal mula teknik bela diri yang handal dan kemampuannya memanipulasi raut wajah.   Hari demi hari, semua pria berbagai usia yang menjalani kelas bela diri disana mengerti bahwa gadis keturunan asia dengan mata yang memiliki gemerlap cantik itu dilatih sedemikian rupa oleh organisasi mereka untuk dijadikan anggota ekslusif di suatu hari nanti. Titlenya sebagai anak yang selamat saat penyerangan keluarga Underboss membuatnya cukup disegani pria pria yang bahkan lebih tua darinya. Tahu diri untuk tidak bebas berucap karena gadis itu bahkan bisa melewati kemampuan ayahnya dalam hal bertahan hidup.   Ayahnya sendiri, yang seorang Underboss, merupakan adik kandung dari kepala organisasi ini sendiri. Adik dari seorang Don. Underboss memang biasanya disematkan pada keluarga dekat dari Don atau orang yang benar benar dipercayai oleh beliau. Tentu saja dengan kemampuan yang luar biasa.   Penyerangan terhadap ayahnya Ainsley terjadi karena adanya perselisihan dengan Underboss yang lain. Keluarga disabotase dan dihancurkan malam itu juga, namun gadis itu berhasil membela diri, bahkan membunuh Capo- Caporigme, sebutan untuk kepala kru atau divisi- yang mengepalai penyerangan keluarganya saat itu.   Ia dengan raut wajah yang tetap datar, mengendap endap dari bawah kolong tempat tidur orang tuanya- yang sudah tergeletak tak bernyawa tak jauh dari sana, membawa Messer yang sengaja ia ambil di tempat persembunyian, kemudian mengayunkannya dengan keras- menghasilkan teriakan kencang dan jempol kaki hingga jari tengah milik si Capo terpisah dari kakinya.   Pria tadi dengan membabi buta menembakkan timah panasnya kearah kasur, dengan maksud akan membunuh siapapun yang ada dibawahnya, namun gadis itu lebih dulu masuk ke ruangan yang pintunya memang tersembunyi di bawah kasur. Berlarian dengan tertatih karena paha dan pundaknya masih tertanam timah panas tadi, berharap bahwa tubuh kecilnya ini tak terlihat karena lorong tersebut tak memiliki pencahayaan sedikitpun.   Para Soldier- anggota kru bawahan langsung Capo tadi sebagian berlarian ke kamar utama, tempat dimana jasad orang tuanya berada, dan Capo tadi ternyata sudah masuk ke lorong melalui celah yang sama, tanpa tahu bahwa gadis itu meletakkan bom waktu sebelum ia meninggalkan pekarangan rumahnya- tempat dimana lorong tersembunyi itu berakhir.   Langkah kaki kecilnya berhenti seketika, kala dirinya tahu bahwa banyak pasang kaki dihadapannya ini muncul dengan niat akan membunuhnya. Ia sedikit terkesiap, namun tetap mengendalikan air wajahnya- sedikit melangkah mundur demi memperhitungkan teknik bela dirinya, namun naas selongsong dingin dari moncong besi menyentuh belakang kepalanya.   Matanya gemetar, air matanya mulai menggunung di pelupuk matanya. Seseorang pria tua dengan goresan luka di leher terkekeh sembari mendekat, menepuk nepuk pipi gadis itu dengan punggung tangan kotornya, sembari mengusapkan air liur menggunakan jempolnya pada dahi gadis malang itu.   “Kau kira kau bisa kabur begitu saja, hah?” Kekehan pria itu semakin keras. Tersenyum meremehkan saat mendengar bahwa rekan sesama Caponya yang tadi melangkah kearah mereka. Dengan salah satu kaki yang kini tak memiliki jari jari.   Tangannya mencengkram dagu gadis itu erat, sesekali jempolnya menekan nekan keras lehernya, membuat gadis mungil itu mengerenyit kesakitan juga terbatuk. Tangan kasarnya menampar gadis itu berulang ulang kali. Kiri dan kanan. Membuat tapak merah dan luka bahkan luka di bibir terlihat dengan jelas walaupun keadaan diluar cukup gelap. Pria tadi yang kini berniat menggores leher gadis itu dengan pisaunya, sedikit terheran melihat perubahan drastis dari raut wajah Ainsley.   Gadis itu tersenyum simpul. Kekehan meremehkan sedikit terdengar, lalu dengan lihai ia menangkap sisi moncong senapan yang tadi menodong kepala belakangannya, kemudian mematahkan lengan si penodong. Dengan cepat senapan itu ia tembakan kearah pria menjijikan di hadapannya. Tepat pada tengah dahi yang menjadi sasaran tembakannya.   Ia menggenggam senapan itu erat, membuang lima timah panas yang berakibat pada bertambahnya pekerjaan malaikat maut karena mayat yang bergeletakan. Mata awasnya melihat ke sekitar, ia dengan cermat menembaki beberapa pria yang bersembunyi dalam gelapnya malam, hingga tersisa dirinya dengan si Capo yang kini sedang sibuk memanggil anak buahnya yang lain.   Ainsley tersenyum mengerikan. Ia membuka telapak tangannya kemudian mendorongnya keras ke arah dagu pria b******n itu, menekannya hingga mereka menabrak pohon kemudian mematahkan lehernya dengan cepat. Senapan yang ditodongkan pria itu meluncur tepat di belikat kanannya, namun tak ada perubahan apa apa. Bahkan gadis itu tak memperlihatkan ekspresi kesakitan.   “Kau tahu, paman?”   Angin sepoi khas malam seakan tak membantunya menenangkan diri. Mereka malah semakin membuat atmosfer menegangkan di sekitarnya amat sangat terasa.   “Aku dididik untuk menjadi pembunuh” Lanjutnya sembari menghantamkan kepala pria tadi dengan amat sangat keras. Lalu kini gadis itu mengeratkan cekikannya dengan perlahan lahan, seakan menikmati bagaimana pria ini akan mati dengan kesakitan.   “Aku tidak sepertimu yang dipungut dari jalanan kemudian berusaha mati matian menjilat Don agar bisa hidup seperti ayahku” Tangan kirinya yang memegang senapan bergerak ke arah kanan, menembak seseorang yang mengendap endap mendekati mereka, bahkan dengan mata yang tak melirik sama sekali.   Binar mata indahnya masih fokus menatap pria yang sebentar lagi mati dalam keadaan bersimpuh.   “Kau merasakannya bukan? Bagaimana rasa panas menjalar di dadamu, kemudian tiba tiba menjadi sangat dingin” Lanjutnya lagi. Tak memperdulikan beberapa orang yang mengendap endap untuk membunuhnya. Ia tahu dimana posisi mereka semua, namun selongsong pisau dan senapan di tangannya mampu menahan semua bidikan dari timah panas yang ditembak dengan teknik yang tak berguna.   “Lalu rasa dingin itu seakan membuat bongkahan es di paru parumu, kemudian es itu membesar dan menghancurkan jantungmu” Ainsley menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan bermain main dengannya yang kini kesusahan menggapai nyawanya agar tak mati begitu saja.   “Lalu tiba tiba, rasa asam akan muncul di seluruh mulutmu, paman. Kemudian pandangan paman akan menggelap dan..” tubuh pria itu tiba tiba ambruk, menimbulkan sebongkah senyuman miring dari gadis yang kini wajahnya dibaluti banyak percikan darah. “mati”   Gadis berbalut baju tidurnya itu menunduk sedikit, berbalik kemudian menembakkan sisa timah panas yang ada di senapannya. Setidaknya mampu membunuh beberapa pria lagi sebelum ia tergesa gesa melarikan diri dari sana.   Apakah ia selamat setelah itu? Tentu saja tidak. Para Soldier lain yang berjaga di luar rumah melihat siluetnya yang sedang berlari menuju hutan di belakang rumahnya. Gadis kecil itu mengalungkan Messernya tadi di punggungnya, menangkis timah panas yang mengarah padanya hanya bermodalkan pisau lipat. Sebuah keahlian yang tidak dimiliki oleh orang biasanya.   Menit demi menit terkikis namun para Soldier tadi masih mengejarnya. Tak jarang ia akan berdiam sebentar, meringis karena beberapa titik badannya yang tidak vital telah menjadi sarang dari peluru tadi, kemudian kembali memacu kakinya untuk berlari secepat mungkin, mengkalkulasi waktu yang tepat dimana ia harus meluncurkan serangan terakhirnya sebelum tiba di tempat yang sedari tadi ia tuju.   Tepat setelah matanya melihat sebuah jalan yang ia maksud, tangannya dengan cekatan melemparkan sebuah bom waktu yang tertera lima menit sebelum ledakan. Berakhir dengan ia yang sedikit terpental karena langkah kakinya semakin melambat. Beruntungnya dia- atau tidak- karena ia terhempas ketika mobil yang ia kenal dengan baik melewati jalan tersebut. Mobil milik pamannya yang merupakan Don dimana keluarganya beraliansi.   Tidak beruntungnya karena gadis itu tahu pasti, di dalam mobil tersebut, selain keberadaan yang mulia Don, terdapat seorang dengan jabatan Underboss mebelalakan bola matanya kaget karena melihatnya masih hidup. Ya, dia Underboss yang menyerang keluarganya malam itu.   Don, yang melihat keponakannya tergeletak lemah ditengah jalan dengan berbagai luka dengan sigap keluar dari mobil, yang tentu saja diikuti semua orang yanga ada didalamnya, karena siapa lah mereka berani bersantai didalam mobil saat Don bahkan menjejakkan kakinya di tanah kotor.   Ainsley yang melihat si b******n tadi ikut keluar, dengan sigap melemparkan pisau lipatnya tepat di kepala pria tua itu. Lurus langsung menembus otaknya hingga ia ambruk dan mati seketika. Don yan melihat kejadian tersebut mengerti, bahwa apa yang dilaporkan Consiglier -penasehat-nya terkait kemungkinan adanya bentrok antara Underboss benar benar terjadi. Cukup takjub dengan gadis dua belas tahun yang mampu dengan cermat kabur dan membunuh ‘orang orangnya’. Tentu saja masuk organisasi Mafia seperti mereka diharuskan memiliki kemampuan yang baik, namun gadis itu mampu mengalahkan mereka.   Karena hal itulah, Ainsley direkrut menjadi anggota perempuan termuda disana. Bergabung bersama pemuda pemuda yang lainnya untuk berlatih, namun ia yang menjadi satu satunya entitas yang digerakkan untuk menjadi peluru.   Kini, gadis itu bertumbuh dengan sangat elok. Tingginya seratus tujuh puluh centi, dengan wajah lucu lembut khas Korea yang diturunkan oleh Ibunya. Namun, saat pandangan turun kebawah, semuanya berubah. Otot lengannya terbentuk dengan baik, meski tidak terlalu besar, hasil latihan pedang yang ditekuninya bertahun tahun. Pinggang yang ramping disertai otot perut yang terbentuk dengan sempurna, terkadang membuat rekan sesama Capo atau Soldier dibawah arahannya meneguk air liurnya dengan susah payah.   Ia menjadi satu satunya Capo, pemimpin divisi, yang berjenis kelamin perempuan. Ditambah dengan titlenya sebagai peluru yang dipelatuki langsung oleh yang terhormat Don. Semua arahan yang didapatkannya langsung dari mulut Don, membuatnya tak berbeda jauh dengan para Underboss atau Consiglier yang merupakan orang terdekat Don, meskipun jabatannya masih jauh berada dibawah.   Seperti saat ini, misi pembunuhan presiden yang titahnya langsung diberikan oleh Don.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD