Chapter 6 - Ujung Tombak Yang Dihilangkan

1321 Words
Satu satunya wanita disana menguap malas. Sepertinya kebijakan presiden yang satu itu membuat kolega mereka murka hingga membuang buang banyak uang untuk bekerja sama dengan mereka perkara membunuh si tua bangka yang satu itu.    Ia yang dititahkan turun tangan bersama Underboss termenung memantau jalannya acara dari gedung di sebelah utara, tepat menghadap podium yang nantinya akan menjadi tempat dimana presiden tersebut menyampaikan pidato, ditonton oleh ratusan orang dengan berbagai jenis usia. Tangannya dengan cekatan memposisikan snipernya dengan baik, berbanding terbalik dengan Underboss dibelakangnya yang hanya bersantai dan melihat sekitar menggunakan teropong kekanakan miliknya itu.   Matanya memicing. Melihat bagaimana antusiasme para pendukungnya menonton pidato yang merupakan kampanye terselubung untuk sang adiknya dibawah sana. Bagaimana semua orang bersorak gembira dengan janji janji yang akan diberikan apabila si adik berhasil menjabat mendampingi sang kakak yang lebih dulu telah menjadi point utama suatu negara dengan pendukungnya sendiri sebagai pion.   Sebenarnya bisa saja mereka memusnahkan pria bau tanah itu saat ini juga. Namun sepertinya tak cukup seru apabila tak ada pihak yang akan menyebarkan keberhasilan misi mereka- itu yang dipikirkan si Underboss yang tak berguna dibelakangnya. Karena demi Tuhan, Ainsley hanya ingin membunuh dengan cepat, lalu kembali ke ranjangnya yang nyaman. Misi belakangan ini cukup membua waktu tidurnya terkikis, belum lagi banyak anggota yang harus ia kontrol untuk misi selanjutnya.   Gadis itu mendecih pelan. Jika memang si b******n itu ingin diakui, kenapa tidak dirinya sendiri saja yang menjadi ‘senjata’ kali ini. Kenapa dia harus menyuruhnya untuk berkerja, sedangkan si b******n itu malah sibuk dengan kopi mahal dan teropong kekanakan di genggamannya.   Pandangannya berpendar. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah banyaknya gedung tinggi, jalanan yang bercabang hingga perumahan elite bagi kaum kaum burjoise. Gadis itu terkadang mengingat masa dimana keluarganya masih lengkap dahulu. Setidaknya rumah yang menjadi istana masa kecilnya itu dekat dengan padang rumput yang luas dan hutan yang memanjakan mata setiap paginya. Ia cukup muak dengan polusi dan kesibukan setiap saat di pusat kota ini. Ainsley ingin rehat sejenak dalam dunianya ini, kembali ke dunia masa kecilnya dimana ia sangat bahagia. Namun dirinya tak yakin Don akan menyetujui perihal istirahatnya itu.   Ia dengan jelas tahu, bahwa walaupun dirinya hanyalah Capo, namun eksistensinya jauh lebih tinggi dibanding Underboss yang paling dekat dengan Don saat ini. Dirinya adalah ujung tombak dan peluru emas bagi Don.   Soldier dibawah patuhannya sedari tadi telah tersebar. Beberapa menjadi penonton yang berbaur dengan masyarakat, beberapa lagi tersebar di berbagai sudut jalan dan ruko ruko yang menjadi pundak ekonomi di daerah sana.   Tepuk tangan menggelegar. Langkah kaki penuh wibawa disertai senyum yang tidak luntur mengiringi langkahnya menuju podium. Tidak lupa pria pria berbadan besar yang memakai jas hitam dan kacamata hitam berada di sekelilingnya. Berjaga jaga apabila ada hal yang tidak diinginkan terjadi.   Tepat saat kepala negara itu baru mengucapkan satu penggal kata, gadis itu dengan cekatan melontarkan timah panas tepat di dahi sang kepala negara, membuat teriakan histeris dari para penonton yang berlarian menjauh. Juga ringisan sakitnya yang ternyata, saat itu juga ia ditargetkan akan ditembak tepat di kepala dari belakang oleh Underboss yang bersamanya tadi.   Refleksnya bekerja dengan baik saat ia tak sengaja melihat siluet mengenai gesture orang yang akan melakukan penembakan, oleh karena itu ia dengan cepat berkelit, namun tetap saja punggung kanannya sudah tertancap timah panas.   Lagi dan lagi pengkhianatan.   Gadis itu dengan cepat mengeluarkan pisau lipat kesayangannya, namun naas, seseorang dari luar gedung menembakinya beberapa kali. Tangannya tertembak sebelum ia sempat melemparkan pisau bermata tajam itu pada si anjing pengkhianat.   Lagi, dari sisi lain namun tetap di luar gedung, tembakan kembali terjadi. Suaranya yang tidak disertai peredam membuat chaos masyarakat yang ada disana. Dipikirnya penembakan itu masih akan terjadi pada mereka.   Karena tembakan tadi, kaca tempatnya bersadar pecah , gadis itu terjatuh keluar hingga berakhir di atap mobil seseorang. Mengerang pelan sembari menahan luka tembak yang ada di perutnya, ia dengan sigap berlari ke sisi jalan yang kosong, untuk setidaknya berlindung sebentar dan berpikir jernih.   Pupil matanya begerak. Ia mendecih pelan ketika sadar bahwa Soldier yang berada dibawah aturannya membelot, berakhir menjadi kacung Underboss sialan tadi, dan kini mereka semua berusaha membunuhnya.   Gadis itu mengendap endap, memecahkan salah satu kaca mobil disana, yang tentu saja menimbulkan keributan akibat alarm yang dipasang si pemilik. Ia dengan cepat memutus sambungan mobil, membuka beberapa serat, kemudian menghidupkan manual mesin mobil tanpa perlu menggunakan kunci.   Ia tak peduli apabila dirinya menabrak orang asing. Yang ia pedulikan, dirinya harus segera pergi dari sana dan menyusun ide untuk balas dendam dan kembali menjadi peluru di sisi Don. Namun suara khas dari polisi terdengar, mengeluarkannya dari berbagai macam skema yang telah terbentuk di kepalanya. Ia melihat sekilas dari arah spion untuk memastikan berapa banyak orang yang kini sedang mengejarnya.   Tiga buah mobil polisi dan enam buah mobil yang ia tahu itu dimiliki oleh para Soldiernya. Organisasi mereka memang memfasilitasi kendaraan untuk keberlangsungan misi. Tak selang beberapa menit, tiba tiba tiga buah peluru berhasil di tembakkan ke arah mobinya. Kacanya pecah hingga berkeping keping, mau tak mau membuat gadis itu melongokkan kepala keatas, untuk kemudian menyadari bahwa ada sebuah helikopter yang ikut mengejarnya.   Sial. Berapa banyak orang yang hendak membunuhnya hari ini.   Sebelah tangannya tetap pada kemudi, sedangkan tangan satunya lagi sibuk menahan pendarahan di perutnya. Gadis dua puluh lima tahun itu berkelit, memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi di sebuah jalanan yang cukup sibuk, membuatnya mati matian tak menabrak warga sipil yang tak tahu apa apa.   Namun perjalanannya berakhir saat sebuah truk pengantar barang menabraknya saat berada di perempatan, membuat mobilnya itu berputar sebentar kemudia terjun masuk ke dalam sungai. Ia yang berusaha berenang menjauhi mobilnya kembali tertembak, membuatnya terkejut dan kemudian tersedak air di saat yang bersamaan.   Dirinya tertangkap.   Retinanya dengan jelas melihat bahwa Asosiate mereka -seseorang ‘biasa’ yang beraliansi dengan organisasi- yaitu politisi yang tadi kedatangannya bersamaan dengan presiden memunculkan diri. Berkata bahwa para Soldier yang tadi mengejarnya- anak buahnya sendiri, merupakan anak buah si b******n itu. Berkata bahwa mereka sengaja mengejarnya bersama polisi karena ialah sang pembunuh presiden.   Dari sini gadis itu tahu dengan sangat jelas, bahwa Underboss, Asosiate dan para Soldiernya bekerjasama untuk menjatuhkannya.     ---Aldeolos---       Entah sudah tahun keberapa ia berada di sel itu, namun satu hal yang gadis itu pikirkan, bahwa ia tak mungkin bisa keluar dari sana.   Sepertinya.   Sebelum pria asing itu datang.   Tidak seperti biasanya, sipir yang datang hari itu terasa sangat berbeda. Katakanlah instingnya yang berkata seperti itu, karena gadis itu bahkan tak bisa melihatnya. Namun rentetan kalimat yang keluar dari bibirnya, membuat keempat orang yang ada di sel sana tertegun bingung.   “Apa maksudmu?” Ini suara si menjijikan Michael. Gadis itu sudah bersumpah apabila ia berhasil keluar, atau setidaknya melihat wajahnya, ia akan menghajarnya habis habisan.   “Aku bisa membantu kalian keluar dari sini” Suara orang asing itu lagi. Cukup membuat mereka bermain dengan otak mereka masing masing. Tentang berbagai skema yang mungkin saja terjadi. Apakah ini salah satu test yang harus mereka hadapi, ataukah ini sebuah ilusi dari mereka yang sudah hampir gila berada disini.   “Aku bisa membantu kalian semua keluar” katanya dengan penekanan di kata ‘semua’. “Namun untuk hari ini, aku hanya bisa mengeluarkan satu orang terlebih dahulu”   Dirinya terkekeh mendecih. Ia menatap bulir cahaya berwarna biru atau putih yang terkadang muncul dalam bayangannya. Membuatnya cukup gila ingin keluar dari sana, namun ia harus terus berpikir waras karena sebuah hal yang cukup mustahil apabila mereka semua ingin keluar dari penjara sinting ini.   “Kalau begitu biarkan aku keluar!!” cicitan khas bocah terdengar. Namun suara pria asing tadi malah terkekeh dengan semakin keras. Seakan tak takut para sipir akan datang karena keributan yang ia buat.   ….atau mungkin ia bagian dari para sipir itu?   “Kau tahu dengan pasti, bahwa aku butuh orang cerdik untuk keluar bersama hari ini, dan orang jenius untuk bertahan disini demi membantu yang lain” jelasnya lagi. Mengundang gumaman marah milik Michael yang tidak suka bertele tele. “Benar bukan, Peter?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD