Chapter 21 - Slot Machine

1269 Words
Kesadarannya kembali ketempat semula saat bayang bayang Evan dan Ainsley sudah tak terlihat olehnya. Petter menggelengkan kepala mencoba fokus kemudian memasukkan chip yang dia buat tadi siang secara diam diam kedalam slot tempat memasukkan koin. Tak perlu takut menghilang karena dirinya menggunakan ilmu dari drone untuk membawa chip tersebut semaunya menggunakan ponsel pintarnya. Setidaknya ponsel itu tak hanya digunakan sebagai ajang pamer atau menyebarkan gosip sampah biasa. Dirinya berusaha berlakon seakan memainkan ponselnya dengan biasa saja, dengan maksud untuk menghubungi teman atau apalah itu, meski nyatanya dia berusaha mengarahkan chip tersebut ke sensor koin dengan hanya mendengarkan dengungan hentakan yang terjadi di chip itu melalui alat komunikasinya yang sudah ia upgrade diam diam. Jantungnya berdebar sangat keras. Ia cukup sadar bahwa ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh terus memainkan ponsel saat ini. Tentu saja akan diperhatikan karena ini adalah kasino terbesar. Banyak orang yang datang untuk bermain hingga beberapa kursi penuh untuk diduduki. Dirinya hanya duduk sembari bermain ponsel membuat banyak orang akan geram tentu saja. “Heh, bocah” dibanding keadaan menjadi tak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, Michael lebih memilih untuk mengubah rencana sedikit. Tak banyak namun sejujurnya memang dia melakukan hal itu dengan impulsif karena mengkhawatirkan bocah kelebihan kalsium disana. Michael bangkit untuk memasang wajah ketus, menarik belakang kerah Petter kemudian menariknya untuk pergi dari kursi bagaikan mengusir anak kucing. Yang diperlakukan seperti itu merengut kesal dengan tatapan menajam, cukup membuat Hans yang memperhatikan dari agak jauh terkesima dengan kemampuan akting dadakan dari bocah dibawah umur itu. Disaat Michael memainkan asal Slot Machine yang ada dihadapannya karena tak mendengarkan cara ‘bermain’ yang benar, Petter dengan masih lagak kesalnya mengibaskan jas mahalnya kasar kemudian keluar dan pergi menuju parkiran besar dan mewah yang terletak tak jauh dari sana. Membenarkan fokus alat komunikasinya kemudian mendengarkan dengan seksama bagaimana chip yang sudah ia masukkan berhasil menenai lempengan emas mesin tempat dimana scan koin kasino berada. Lempengan yang menjadi awal mesin bergerak karena sensor koin sudah bekerja. “Teruslah berpura pura bermain minimal lima belas kali sampai aku menemukan algoritmanya” bisik Petter yang tentu saja masuk ke telinga Michael dengan baik. Bukan hanya Michael, tentu saja pada Hans dan juga sepasang rekan yang kini sedang berpura pura menangis tersedu memainkan perannya ditempat lain. Petter mengotak atik laptop hitamnya dengan pandangan berkerut. Laptop yang ia beli tadi pagi juga bersamaan dengan baju untuk kostum mereka malam ini. Belanjaan yang dibeli dari uang hasil rampasan geng yang kemarin sempat ingin menistai Ainsley. Huh- jika mengingat adegan itu lagi, Petter akan bergidik ngeri karena teringat betapa kejamnya Ainsley saat itu. “Pastikan koinmu masih bersisa hingga trial ke lima belas. Jika sudah selesai, aku akan memberi kode dan kau bisa bermain dua atau tiga kali lagi sebelum pergi karena berpura pura kehabisan koin” Tidak. Ini bukan jalan aksi yang dibuat Evan dan Hans pagi tadi. Ini murni permainan otak Petter yang berusaha membuat semua rencana mereka berjalan seperti semula meskipun tanpa ada dirinya disana. Harusnya saat ini dia yang masih ada didepan mesin untuk mengatur arah permainan sebelum kunci dari semua ini dilemparkan kepada Hans. Sejujurnya Hans sedikit terkesima mendengarnya. Butuh beberapa detik baginya untuk mengerti arah dari titah yang diberikan Petter kepada Michael. Ingin rasanya bertepuk tangan atau setidaknya mengusap kepala bocah itu halus sebagai apresiasi karena sudah terlahir untuk menjadi jenius. Namun kumpulan orang yang kini masih bermain roullete bersamanya masih menatapnya dengan pandangan yang berbeda beda. Tentu saja pria itu tak dapat menampilkan ekspresi yang mencurigakan. “Turn Red” ucapnya lagi sembari melemparkan beberapa buah koin bernominal besar kearah yang dimaksud. Sedikit meringis saat dirinya kalah namun bukan karena itu. Ringisannya keluar tak sengaja saat mendengar bagaimana Evan tengah dipukuli dan teriakan menangis Ainsley yang sejujurnya memekakan telinga. “Okay, aku sudah menemukan patternnya” Mendengar intruksi dari yang lebih muda, Michael dengan diam diam menghabiskan seluruh koinnya untuk sengaja dimainkan dalam satu waktu pada slot machine. Menyelipkan chip yang berjalan keluar sendiri menempel pada badan mesin kemudian menonjok mesin tersebut dan berpura pura emosi karena merasa menghabiskan uangnya kemudian mengumpat dan pergi keluar yang dipamiti tatapan sinis pria gendut botak yang sedari tadi menunggu salah satu kursi kosong di meja bar dengan martini pesanannya. Petter dari kejauhan menyeringai sinis saat melihat korban yang akan menjadi umpan selanjutnya. Dirinya meretas sistem di mesin mejadi pola yang sama dengan jackpot yang berturut turut. Disemua mesin. Tanpa kecuali. Berjajar. Yang membuat seluruh koin yang ada didalam puluhan mesin yang berjajar itu keluar tiba tiba bagaikan air terjun setelah pria gendut tadi menekan tuasnya dengan semangat. Membuat kericuhan dengan mendatangkan puluhan pengaman untuk mengamankan pria tadi karena mereka pikir pria itulah dalang dibalik kericuhan disana. Tak hanya orang disekitaran Slot Machine dan Gin Rummy yang menghabur kearea mesin demi mencuri beberapa belas koin bernilai jutaan dollar untuk nanti ditukarkan ditempat penukaran koin, melainkan hingga pemain roullete sekalipun. Orang orang yang tadinya tengah bertanding bersama Hans berhamburan untuk mendapatkan uang gratis yang tak bisa mereka dapatkan diwaktu biasanya. Pria jangkung itupun mengikuti, pergi kearah mesin namun berbelok saat para pengaman terlihat kesusahan menangani kericuhan dari puluhan orang yang memungut koin yang tentu saja akan membuat pemilik kasino memijak dahinya pusing akibat kerugian yang akan dia tanggung. Hans membawa kaki jenjangnya kearah belakang ruangan. Memasuki sebuah lorong kecil dengan pintu besi yang bisa mereka tahu karena Petter sudah lebih dahulu menilik denah yang ia retas. Sembari berjalan, Hans memasakan penyadap suara untuk senapan yang sedari tadi ia sembunyikan dibalik jas mahalnya. Senapan yang tersembunyi dengan sangat baik sampai tidak terdeteksi alat karena Petter sudah menyembunyikannya dengan memasang sensor anti- hmm... Hans lupa namanya apa namun seingatnya Petter sempat menyebutkan beberapa kata ilmiah yang tak ia tahu. Ia melesatkan timah panasnya kearah kepala pengaman yang masih berjaga diruangan yang dirinya tuju. Seharusnya ruangan tadi dijaga oleh puluhan penjaga sekaligus, namun terimakasih atas kericuhan berturut turut yang Evan, Ainsley dan Petter buat, kini dirinya hanya perlu menangani empat hingga lima anak tikus untuk dijadikan alat percobaan senapan baru hasil rampasannya kemarin siang. Hans meringis kecil, ternyata penyadap yang digunakan tak terlalu berfungsi sebagaimana dengan ekspetasinya. Pria itu kini lebih memilih menahan tangan orang asing yang siap untuk menembuskan peluru ke kepalanyanya, mematahkan lengan tersebut kemudian menghantamkan kepalanya ke tembok hingga tak sadarkan diri. Sisa dua orang lainnya menembakkan senapannya masing masing, membuat pria jangkung itu menggeram kesal, memilih untuk mematahkan sala satu lengan untuk mengambil senapan dan membuang pelurunya. Terlanjur suara ledakan khas tembakan terdengar, pria itu berakhir menembak mati kedua orang menyusahkan didepannya. Akhirnya terburu buru mengeluarkan laser kemudian menggerakan tangan panjangnya untuk melaser beberapa bagian dari baja yang akan digunakannya untuk melarikan diri. “Clear” lapornya pada yang lain. Mengantongi beberapa hasil jarahan- sebagai tujuan utama mereka- Hans memotong beberapa dinding yang ada dibalik benda benda besar, membuat pintu yang tak terlihat dan menghilang dari gedung megah disana kesebuah mobil yang dibawa Petter kearah belakang. Dirinya mengerenyit kecil saat hanya menemukan Michael didalam sana yang juga bertanya dengan khawatir mengenai keberadaat bocah enam belas tahun itu karena alat komunikasi yang terhubung padanya kini tak lagi tersambung. “Petter?” umpannya berharap bahwa bocah itu hanya sedang buang air kecil atau pergi membeli jajanan khas bocah. Meskipun agak skeptis karena Petter adalah bocah penakut dan tak ada minimarket dua puluh empat jam atau tempat yang menjual jajanan bocah disekitar sini. “s**t, Petter! Kau bisa mendengarku?” Tak ada balasan. Yang ada hanya suara ribut dari sisi Ainsley dan Evan yang sepertinya masih sibuk dengan musuh masing masing. Tak lama kemudian, saat tak lagi mendengar keributan, suara Hans memasuki semua alat komunikasi mereka dengan sedikit panik. “Petter menghilang”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD