Chapter 39 - Misi Penculikan Yang Mudah

1101 Words
Galway Atlantaaquaria, National Aquarium of Ireland. Sebuah tempat dimana menyajikan pemandangan komperhensif dari dunia air melalui tampilan yang jelas dan amat sangat menarik, informatif juga penuh dengan staff yang membantu presentasi langsung dengan sangat baik dan menarik. Sebuah tempat yang menampilkan kehidupan akuatik secara akurat dengan cara mencerminkan habitat alami dari seisi lautan, menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan mendidik untuk belajar tentang ekosistem laut Irlandia yang beragam. Inilah alasan orang nomor satu di Jepang itu rela jauh jauh datang kemari untuk kunjungan sekaligus rapat. Dirinya ingin memiliki sebuah tempat yang tak berbeda jauh dengan Galway Akuarium ini untuk mempertunjukkan kehidupan biota laut Jepang yang tentu saja juga beragam. Dan ini jugalah alasan keempat orang yang ada disana ikut menyaksikan presentasi oleh para staff, tak jauh dari tuan Yamakazi berdiri dan menyimak dengan serius. Menghiraukan rengekan Petter yang ingin berada disana karena harus berdiam di penginapan mereka dengan humanoid yang masih mati dan laptopnya, Hans memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. Akuarium nasional yang bersebrangan langsung dari pantai, yang jaraknya sekitar dua puluh menit berjalan kaki dari penginapan mereka itu memang bisa dibilang akuarium terindah dan terlengkap yang pernah disambangi Hans sebelumnya. Matanya menatap satu jenis udang karang yang belum pernah ia lihat sebelumnya, sedang dipresentasikan oleh seorang staff perempuan bertubuh mungil. Perutnya yang belum sempat terisi pagi ini berteriak kelaparan melihat udang udang yang gemuk itu, belum pernah merasakan jenisnya namun Hans berani bertaruh bahwa udang tersebut akan jauh lebih enak rasanya dibanding udang udang yang ada di restaurant biasanya. Dinding putih dan biru yang beradu dengan kaca kaca akuarium entah mengapa memberi efek menenangkan padanya. Ia menghirup udara banyak banyak, menghembuskan kembali dengan pelan untuk menghirup ternyata bau khas laut benar benar memenuhi seluruh tempat ini. Mungkin bukan hanya karena bersebrangan dengan pantai, juga karena hampir delapan puluh persen isi bangunan ini adalah air laut dan biotanya. Kilas balik masa lalu bermain di otaknya. Ia ingat betul sewaktu kecil dahulu memang sudah mencintai bagaimana keindahan sebuah bentuk bangunan. Ibunya yang saat itu masih menggendong adik perempuannya untuk menyusu tersenyum lembut, berkata bahwa ia akan mengajak Hans pergi ke akuarium terbesar di negara mereka. Hal itu terkabul, tentu saja. Setelah sekian lama rengekannya belum terkabul, akhirnya menjadi kenyataan saat ia lulus sekolah dasar. Hadiah setelah bekerja keras selama enam tahun, katanya. Dengan penuh keriangan, Hans menggenggam erat lengan ibunya sembari sebelah tangannya menggenggam adik kecilnya yang sudah bisa berjalan sekarang. Dan sedang dalam masa benar benar nakal khas anak kelas satu sekolah dasar. Dari sana, Hans semakin kagum dengan fakta bahwa lautan bisa dimasukkan kedalam bangunan sekalipun. Membuatnya semakin memantapkan diri dengan cita citanya yaitu membuat design bangunan yang keren. Namun faktanya, saat ia sudah dewasa, bangunan bangunan yang ia buat memanglah keren. Tak semua orang bisa memikirkan bagaimana hal tersebut bisa terbangun dengan cerdasnya, namun bangunan yang ia buat malah berakhir menjadi tempat dimana para manusia tidak diperlakukan sebagai manusia. Senyum kecut mampir di bibirnya. Oh, omong omong, sudahkan ia bercerita mengenai keluarganya pada keempat orang itu? Dia rasa belum, meskipun ia mengetahui jelas latar belakang keluarga keempat rekannya itu. Yasudah lah, entar pun mereka akan mengetahuinya baik cepat atau lambat.  Entah mereka yang cepat bosan atau memang presentasi ini berjalan lambat, tapi keempatnya sudah menguap kelelahan. Michael yang membawa ponsel milik Petter merasa asing dengan seseorang yang dihormati, tepat berdiri di samping sang kaisar. Dengan bermodalkan penelusuran simpel lewat google, pria itu menyadari bahwa pria tadi merupakan orang dari pihak Kedutaan Besar Jepang yang ditempatkan di United Kingdom. Sepertinya ia beberapa hari ini ditugaskan untuk bersama sang Kaisar menemaninya kemana mana agar lebih mudah bagi semua pihak untuk bekerja sama. Hm.. ini benar benar sebuah keberuntungan bagi mereka. Menyodorkan ponsel Petter, Michael memberitahu mengenai keberadaan pria itu. Memancing senyum misterius dari semua rekannya. Sepertinya untuk hari ini, dewi keberuntungan beristirahat di pundak mereka. Melihat  kedua orang ternama di Jepang itu pergi ke tempat yang tidak terlalu banyak disaksikan orang, Ainsley bergegas keluar untuk menyetop Taxi yang akan membawa mereka pergi nanti. Ketiga lelaki lainnya masuk dengan perbedaan waktu beberapa detik, bertindak seakan akan mereka hanyalah orang asing yang ingin buang air kecil di toilet yang sama, dan kebetulan ada kaisar Jepang dan orang Kedutaan Besar Jepang disana. Evan dan Hansel mengapit kedua orang itu di satu kaca wastafel yang berdampingan, dengan mudahnya Evan menyerang saraf dari kedua orang itu hingga tak sadarkan diri dengan keadaan hening. Tak membunuhnya, tentu saja, hanya sekian detik menghabiskan beberapa pasokan oksigen di otak yang membuatnya akan ‘tidur siang’ dengan nyenyak. Hans dan Evan membuka topeng yang telah didandani oleh Ainsley dengan cepat, memasangnya pada kedua pria yang menjadi korbannya kemudian mengganti luaran baju dan celana pria itu dengan sepasang baju yang dibawa oleh mereka. Sepasang karena mereka tak tahu akan mendapatkan dua jackpot sekaligus. Akhirnya, Michael harus berminat untuk membuka bajunya dan memakaikannya kepada korban yang satunya. Sedangkan ia mencoba mix and match kedua pasang baju korbannya untuk menjadi baju yang setidaknya tak terlalu formal. Dibantu oleh jaket yang tadinya dipakai Hans, Michael dan Evan sudah siap untuk keluar diam diam dengan membopong dua tubuh yang tak sadarkan diri. Hans harus tetap berada disana selama beberapa menit bersamaan dengan titah dari Petter untuk mengacaukan keamanan para penjaga yang menjaga orang nomor satu di Jepang itu. Bocah yang masih terdiam di penginapannya, memakai hoodie berwarna cokelat itu nampak bersiul siul senang. Ia mengarahkan kesepuluh jemarinya untuk menari di atas keyboard, menatap satu persatu logika yang tertera di laptop kemudian menginputnya pada sebuah tab lain yang berjejeran dengan fokusnya saat ini. Tak menunggu waktu lama, log log itu memunculkan satu persatu hasil akhir dimana ia dapat menghancurkan sistem komunikasi dan keamaan dari kamera penjaga yang ada disana. “Okay, Gentleman, let’s go to the game” memencet sebuah tombol di salah satu sisi keyboard laptop, bocah itu semakin tersenyum ketika video dari kamera penjaga yang telah di susupinya menampakan keadaan gelap gulita didalam gedung tersebut. Evan dan Michael dengan susah payah membawa tubuh berat pria dewasa itu untuk berjalan ke arah belakang gedung, tempat dimana Ainsley sudah ada menunggu dengan supir taxi yang memperhatikan mereka dengan curiga. “Ada apa dengan mereka” “Memakan kacang” “Ah.. alergi rupanya” sambut Ainsley berpura pura. Mereka bertiga bersama dua tubuh tak sadarkan diri itu menjauh dari sana, meninggalkan Hans yang berlagak menjadi pengunjung yang juga mencari jalan keluar seperti yang lain. Memperkuat alibi, Ainsley meminta untuk berhenti di apotik terdekat, membeli beberapa obat biasa seperti penahan rasa sakit dan alkohol, kemudian kembali ke taxi agar mereka bisa sampai ke penginapan dengan cepat. Amat tidak disangka bahwa misi penculikan ini benar benar mudah. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD