Chapter 23 - Road Trip

1031 Words
Kerenyit muncul samar di dahinya saat menyadari bahwa kedua orangnya kini tak ada di negara tempat tinggal mereka saat postingan baru di media sosial ibunya menunjukkan mereka tengah berada di sebuah villa yang jarak dari Manhattan ke nagara villa tersebut cukup jauh. Meskipun bisa dilewati menggunakan jalur darat, tapi Petter baru tahu bahwa keluarga mereka memiliki aset yang cukup mewah disana. Mungkin kedua orang tuangnya membeli villa tersebut saat dirinya masih ada didalam penjara. Toh entah setan macam apa yang membuat peraturan di penjara, mengenai tak ada seorang pun yang boleh mengunjungi narapidana yang terkurung disana. Ingatan ingatan menyedihkan itu membuat bibir tipisnya melengkung secara tak ia sadari. Jika menilik dari peta online, maka jarak antara bus yang kini ia tumpangi dan negara yang sedang disinggahi kedua orang tuanya memiliki jalur berbeda. Petter sedang menuju ke utara sedangkan kedua orang tuanya sedang berada di timur. Bocah itu segera bangkit dari duduknya, menghampiri si supir untuk berkata bahwa ia memilih turun di terminal transit selanjutnya. Setelah diingat ingat, setelah ia berhasil memasuki bus saat pukul enam pagi, dirinya sudah bepergian entah kemana selama sembilan jam. Jajanan yang dibawa di tasnya pun hanya sisa beberapa. Sepertinya ia harus mengeluarkan beberapa dollar lagi untuk membeli makan saat sampai terminal nanti. Rem mulai diinjak, laju roda mulai melambat. Kini bocah itu bergerak turun sembari meregangkan otot ototnya yang kaku setelah cukup lama terduduk tak nyaman di bangku yang tidak terlalu empuk. Pandangannya beredar, dirinya memilih untuk duduk sebentar sembari memandang papan nama terminal yang menunjukkan keberadaan dirinya sekarang. Terminal Wichita. Sekitar dua sampai tiga jam lagi untuk sampai di Kansas City jika bocah itu terus mengikuti kemana bus tadi berjalan. Petter memutar lehernya perlahan, menikmati namun sedikit terkaget saat mengetahui bahwa lehernya bisa berbunyi jika terasa pegal yang amat sangat. Pandangannya lurus kedepan. Memperhatikan salah satu titik kota Wichita yang dipenuhi bangunan tinggi namun terkesan rapih dengan warna bumi yang melapisi setiap dinding. Jalanan tak terlalu ramai, mungkin karena belum jam pulang kantor dan ini bukanlah akhir minggu. Pandangannya beralih pada beberapa RV dan camping car yang terparkir nyaman berhadapan dengan langit sore. Sepertinya karena ini kota, tak banyak free parking untuk jenis mobil seperti itu menginap. Jikapun ada, sudah dapat dipastikan mahal karena sekaligus memiliki dump station untuk tempat pembuangan segala sisa keperluan pribadi. Seakan teringat bahwa dirinya merupakan buronan, Petter tergesa mengeluarkan topi dan masker yang ia beli semalam. Bangkit dari duduknya kemudian melangkah menuju toilet umum yang hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari tempatnya duduk. Didalam, bukannya menyelesaikan ritual pribadinya, dia malah mengambil beberapa uang lalu menyelipkannya di masing masing kaus kaki, belum lagi beberapa ada yang ia injak didalam sepatu pantofel mahalnya. Karena aksi semalam di kasino, dia harus menanggung tatapan aneh karena memakai baju i love texas dengan tampilan sangat tidak formal karena mengenakan topi dan masker, namun kedua telapak kakinya ditutupi oleh sepatu formal mahal. Mengambil lagi beberapa lembar uang dan memasukkannya ke kedua saku celana, belakang casing ponsel, hingga menyelipkan beberapa lembar ke celana dalam. Berjaga jaga jika sialnya ia dirampok dan tas nya dibawa pergi, dirinya masih memiliki cadangan uang yang cukup untuk setidaknya pergi ke pelukan ibunya. Setelah selesai dengan segala urusannya, bocah itu keluar dan langsung bergerak menuju loket pembelian tiket. Disampingnya terdapat vending machine yang membuatnya mau mengeluarkan beberapa uang untuk membeli cola dan soda sebagai teman diperjalanan nanti. “Ohio, please” ucapnya pelan sembari terbatuk sebagai tameng alasan mengapa dirinya memakai masker di lingkungan serba bersih ini. Setelah membayar beberapa dollar, Petter memilih untuk masuk ke minimarket besar disana untuk membeli amunisinya selama diperjalanan yang pasti akan membutuhkan waktu banyak. Melihat jam keberangkatan bus yang masing terpaut lima puluh menit lagi, ia bergegas untuk memasuki gerai makanan cepat saji terkemuka, Mc Donalds, yang hanya berjarak lima menit berjalan kaki untuk mengisi perutnya yang memberontak karena muak memakan jajanan biasa. Jika diingat ingat, perutnya terisi dengan benar adalah kemarin pukul tujuh malam sebelum mereka bergegas menuju kasino. Sudah dua puluh jam perutnya hanya terisi makanan kemasan ringan dan roti yang tak terlalu mengenyangkan untuknya. Si gembil ini membutuhkan asupan yang lebih berat. Setelah menerima pesanannya. Dia dengan segera menduduki kursi paling pojok dan dengan was was membuka maskernya untuk melahap burger super besar yang telah dibelinya. Helaan nafas lega terdengar setelah merasakan beberapa potong burger yang terkunyah telah masuk ke perutnya yang mulai memerih. Termenung pelan memikirkan mengapa hidupnya berakhir menjadi seperti ini, hidup dalam kewaspadaan dan dicari cari oleh aparat. Bukannya tidak mau ia bepergian menggunakan kereta, namun stasiun kereta bahkan keretanya sendiri kini penuh dengan kamera pengawas. Belum lagi karena ia anak dibawah umur, untuk perjalanan jauh dibutuhkan kartu identitas atau harus ada orang dewasa yang menemani. Anak dibawah umur yang sialnya lagi seorang buronan tak akan bisa nyaman untuk bepergian menggunakan kereta. Menghabiskan makanannya, ia kembali ke counter untuk membeli beberapa porsi nugget dan burger lagi. Juga apple pie yang menjadi kesukaannya sedari dulu. Setelah membayar pesanan, kini dia beranjak untuk memasuki bus yang hanya akan terisi oleh empat belas orang. Karena perjalanan antara Wichita menuju Ohio memakan waktu sekitar tiga belas hingga lima belas jam, membuatnya berpikir matang matang untuk membayar tiket bus tiga kali lipat harganya dari harga bus biasa. Bus VIP ini setidaknya membuat dirinya bisa tidur dengan nyenyak karena memiliki fasilitas bantal dan selimut juga charger di masing masing seat untuknya mengisi daya ponsel dan laptop. Dan yang paling penting, tersedia toilet karena dirinya amat sangat yakin tak mungkin bisa menahan air kecil jika sudah didalam perjalanan nanti. Seperti apa yang biasa diomelkan ibunya dahulu. Ah.. meskipun dulu ia merasa sangat membenci ibunya, setelah berpisah bertahun tahun, rasa sayang seorang anak memang tak bisa dihilangkan pada ibunya. Karena AC yang sirkulasinya amat sangat bagus dan pengharum bus ini sangat menyenangkan sepertinya tak akan membuat penumpang yang lain terganggu apabila beberapa jam lagi ia membuka salah satu kemasan kertas nugget atau burgernya. Roda roda kendaraan besar itu mulai bergerak, berjalan keluar dari gerbang terminal untuk perjalanan yang cukup panjang. Petter melihat jam yang tertera di ponselnya, sepertinya ia akan sampai besok pagi sekitar pukul empat hingga enam. Menghela nafas nyaman ketika merasakan bantal empuknya, bocah itu memilih untuk memejamkan mata, terlelap setelah menjalani hari yang cukup berat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD