Aku Merindukan Kamu

1233 Words
Pagi yang cerah, dengan terik matahari yang mulai merangkak naik untuk menyinari bumi pertiwi, berhasil berdiri pada peraduannya. Memberikan dekapan kehangatan. Jendela yang belum dibuka itu, terlihat samar-samar pantulan dari sang surya. Dibalik tirai panjang berwarna putih bersih. Sang surya hendak menyapa lelaki yang tengah tertidur pulas itu. Tetapi, sinarnya tak mampu menghampirinya. Dia masih bersikukuh dalam selimut tebal itu. Dengan pakaian kemaren, yang masih melekat pada dirinya. Menyeringitkan kedua alisnya. Seakan masih enggan untuk membuka mata bermanik coklat itu. Tangan yang kokoh, mencoba meraba dibatas nakas. Nada dering yang berasal dari benda pipih, terdengar jelas di telinga sang pemilik. Reynard mencoba membuka mata. Walau masih terasa perih, tetap ia paksakan. Rasa penasaran terhadap sipemanggil di ponselnya, memaksakan dia harus melihat ke layar benda pipih tersebut. Dan benar saja, apa yang telah ia tunggu ternyata namanya terpampang jelas di layar itu. Tidak ingin mengulur lagi, Reynard menggeser tombol hijau dengan ibu jarinya. Menempelkan tepat di daun telinga. "Sayang! Sorry ya, aku baru menghubungimu," ucap wanita di balik layar ponsel. Dengan suara khas manjanya. "Kau kemana saja? apa tidak merasa rindu dengan ku? Hmmm...!!" Dengan suara parau khas bangun tidur, Reynard mencoba mendengar dengan jelas yang diucapkan wanita itu. "Tidak mungkin, aku tidak merindukanmu. Kau sosok suami yang selalu aku rindukan, Rey!" Wanita itu mencoba melunakkan hati suaminya. Mungkin dia begitu sangat kesepian. Akan kesendiriannya saat ini. "Kau menyiksa ku, Alena! sungguh tersiksa. Bukan hanya merindukan mu, tapi aku sakit setiap lelaki diluar sana mengagumimu. Menikmati setiap pemandangan tubuhmu," Reynard menghembuskan napas. Ada yang berat didalam sana. Hati, iya...hati!! Saat berada di kantor, tepatnya pada jam makan siang. Salah satu stasiun televisi menyiarkan peragaan busana dari para desainer-desainer ternama. Dan salah satu model sedang naik daun tengah menjadi perbincangan para karyawan lelaki di kantor miliknya. Karena busana yang ia pakai, sangat membentuk lekuk tubuh sang istri. Bukan hanya itu, salah satu karyawan membawa selalu majalah dewasa dengan cover wajah Alena. Dan itu yang membuat Reynard meradang amarah. Wanita itu tergelak. Mendengarkan tutur kata dari suaminya itu. Bagi Alena, sifat cemburu suaminya itu sangat ia sukai. "Profesi ku mengharuskan aku seperti itu, Rey. Dan sebelumnya kau juga mengetahuinya, bukan?" Reynard menggusar wajahnya. Ia sangat tidak menyukai situasi seperti ini. Mencoba menjauhkan selimut yang menutupi tubuhnya. ia menuruni kedua kakinya untuk menapaki lantai marmer. Berjalan perlahan mendekati jendela kamar. "Baiklah! kapan kau berencana pulang?" Reynard mencoba mengendalikan kembali hatinya. "Secepatnya!! secepatnya aku kan memberi kabar. Sudah dulu ya sayang, aku ada pemotretan" Reynard mendengus kesal. Lagi-lagi wanita itu memutuskan obrolannya secara sepihak. Tanpa mengucapkan kata manis. Mungkin saja bisa membuat hatinya senang di pagi hari yang cerah ini. Bagaimana lagi, janji yang telah ia ucapkan, membuat dia tidak bisa menuntut hal yang lebih dari wanita itu. Memintanya agar selalu disisinya. Awalnya Reynard berfikir, jika dia mampu menjalaninya. Namun setelah lima tahun pernikahan mereka, ia baru merasakan kesepian setelah menikah. Sebagai lelaki normal, ia pantas merasakan itu. Saat hasratnya tidak bisa ia salurkan dengan baik. Dia juga tidak menginginkan mencari wanita sekedar pelampiasan nafsu. Wanita sembarangan untuk ia tiduri. Rasa cinta yang begitu dalam, membuat dia bertahan dengan satu wanita yang dicintai. Bukan hanya perjanjian dengan Alena. Tetapi ia juga menuruti permintaan Mama Delusa untuk melakukan pernikahan tertutup. Tanpa ada awak media menyorot pernikahan tersebut. Mama Delusa yang tidak pernah menyukai wanita itu, membuat Reynard kesulitan meminta restunya. Setelah bersusah payah meyakinkan mama Delusa, akhirnya ia mendapati restunya. Dengan syarat yang ia ajukan. Dan Reynard menyanggupinya begitu juga dengan Alena. Wanita itu tidak merasa keberatan. Sekarang tidak terasa pernikahannya sudah menginjak lima tahun. Dia memiliki semuanya. Istri yang cantik, harta yang berlimpah dan wajah yang tampan. Tetapi masih ada kekurangan yang dimilikinya. "Anak" iya anak, yang akan menjadi keturunan dari keluarga Permana. Entah kapan ia akan mendengarkan suara tangisan bayi ditengah keluarga kecilnya itu. Suara yang akan membangunkan dia ditengah malam. Menimang-nimang ketika bayi itu menangis. Penyemangat baginya ketika lelah pulang bekerja. Semuanya itu hanya ada dalam hayalan. Entah kapan malaikat kecil itu hadir. Reynard hanya bisa berharap, agar wanita itu berubah pikiran. Dan mau mengandung anaknya segera. Reynard menaruh ponselnya di nakas. Kakinya mulai bergerak menuju kamar mandi. Tujuannya setelah itu, menuju kantor. Mencari kesibukan dari pikiran yang berkecamuk. Setidaknya ia bisa melupakan keegoisan yang mulai merajai hati dan pikirannya. Satu jam kemudian dia telah rapi dengan pakaian jas yang melekat pada tubuh kekarnya. Celana panjang yang membalut kaki jenjangnya sangat pas melekat. Reynard menuruni tangga. Diikuti oleh dua pengawal dibelakangnya. Sejak dia keluar dari kamarnya tersebut. Erik sebagai pengawal melangkah cepat mendahului Tuannya. Membuka pintu mobil. Mempersilahkan Tuannya untuk menduduki kursi belakang. Erik mengitari mobil. Untuk menduduki kursi pengemudi. Mobil mewah keluaran baru itu, mulai membelah jalanan yang mulai rame dengan kendaraan. Reynard terus menatap keluar dari kaca mobil. Seketika ia mengingat sesuatu. Hampir saja ia melupakan jika ada pertemuan dengan klien di pagi hari ini. Reynard berdecit. Tidak biasanya ia melupakan hal sepenting ini. Dalam pekerjaannya, dia orang yang paling ingat akan janji. Paling tepat waktu untuk sebuah pertemuan. Dia sangat tidak menyukai apa itu sebuah menunggu atau ditunggu. Reynard melirik jam yang melingkar ditangannya. Perasaan gundahnya tidak lagi bisa ia tahan. "Erik! Apa kau tidak bisa memelankan mobil mu sedikit lagi?" Rey bersuara," Kalau tidak, kau yang akan aku pecat!" Erik mengedipkan matanya. Kata sindiran halus itu sangatlah dia mengerti. Tetapi hal yang membuatnya bingung. Bukankah dia tidak sedikitpun memelankan mobilnya? Ternyata masih kurang oleh Reynard, Tuannya itu. Sebab, dia sedang didesak oleh waktu, waktu yang sempit. Erik segera menambah kecepatan mobilnya diatas kecepatan yang tadi ia kendarai. Membuat Reynard mencari pegangan. Karena Reynard juga tahu, jika dia tidak berpegangan, maka dia sendiri yang akan terlempar dari mobil. Tidak lama kemudian, mobil berhenti tepat di depan kantor. Erik membuka kembali pintu mobil. Reynard melihat pintu telah dibuka, dia langsung menurunkan kaki jenjangnya. Melangkah lebar masuk kedalam kantor. Masuk kedalam lift khusus untuknya pribadi. Dilantai Sepuluh, lift terbuka lebar. Reynard langsung menuju ruang pertemuan dengan klien. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti. Reynard membalikan badannya. Ia masih melihat Erik tepat di belakangnya. "Erik, kenapa kau mengikuti ku?" "Bukankah aku selalu seperti ini tugas ku Tuan. Kecuali.. Tuan menyuruh ku untuk hal yang lain." Sahut Erik "Apa kau tidak mendengarkan perintah ku?" Reynard tanpa mengingatkan kepada lelaki itu. Erik yang merasa tidak melupakan sesuatu, membuat dia kebingungan. Otaknya berpikir cepat. Ia tidak ingin melakukan kesalahan. "Perintah...perintah apa tuan?!" Erik sungguh tidak mengerti dengan maksud dari tuannya itu. "Semalam aku menyuruh kau, Erik. Untuk melihat mama ku dikediamannya." Reynard berucap."Atau kau sengaja melupakannya?" lanjutnya. Erik mengerutkan dahinya. Garis-garis halus tampak di wajah yang tidak kalah tampannya dengan Reynard. Ia benar-benar tidak melupakan apapun. Termasuk yang di bilang oleh Tuannya itu. "Tuan belum memberi perintah itu pada ku, Tuan! Aku yakin, aku tidak melupakannya." Erik mengingat jika dia yang membopong lelaki itu keluar dari Cafe dan membawanya masuk kedalam kamar. Walaupun Reynard meracau, dia sama sekali tidak memberikan perintah."Karena tuan tidak sadarkan diri. Setelah banyak meneguk minuman beralkohol." Reynard mendengar penututuran dari Erik, memutar bola matanya. Dan ia pun menyadari. Jika perintah itu belum ia ucapkan. Dia melihat Erik dengan ekor matanya. Merasa malu atas apa yang dia ucapkan kepada pengawalnya itu. "Ya sudah, sekarang cepat kau temui mama dirumahnya. Kabari aku setelah itu."Reynard melangkah masuk kedalam ruangan tanpa menunggu jawaban dari Erik. "Sudah mulai pikun dia. Belum juga tua!!" Gumam Erik. Erik segera melaksanakan perintah yang diembankan kepadanya. Sebelum dia juga tertular sifat pikun Tuannya tersebut. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD