Sore itu, seorang perempuan duduk melamun seorang diri di kamarnya. Ia menarik kursi yang berada di dalam kamar, menaruhnya dekat jendela. Ia duduk dengan memeluk kedua lututnya. Pandangannya jauh dibuang kedepan. Perempuan itu tak lain ialah Yuna.
Raut wajah Yuna nampak terlihat bingung. Sebab ia sedang memikirkan, dimana ada lowongan pekerjaan untuknya. Ia berharap akan segera mendapatkan pekerjaan kembali.
Hari ini gadis itu tidak berniat keluar dari rumah. Jangankan keluar dari rumah, untuk keluar dari kamarnya saja enggan. Dia berniat merehatkan kedua kakinya terlebih dulu. Sebab, kedua kakinya sempat merasa kram teramat. Setelah ia berada diluar sana seharian.
Bagaimana tidak, berjalan menelusuri jalanan. Tanpa menggunakan kendaraan. Hanya berhenti sebentar disebuah taman dan hanya menaiki kendaraan ketika dia kembali pulang kerumah. Hanya karena dia tidak ingin uangnya habis memakai jasa angkutan, ia rela berjalan kaki.
Beruntung mamanya, mama Ajeng mengurut kakinya cepat. Sehingga dia tidak terlalu lama menahan rasa sakit.
Notifikasi yang dia tunggu-tunggu dari sahabatnya itu, juga belum kunjung ada. Itu membuat gadis itu tidak beranjak dari kamarnya. Semenjak menyantap serapan pagi. Ia hanya bermalas-malasan didalam kamar.
Ceklek..
"Yuna, sedang apa kamu, nak?" suara mama Ajeng membuyarkan lamunan Yuna.
Yuna menoleh, saat ia mendapati mama Ajeng dibalik pintu. Melangkah perlahan mendekatinya. Yuna menjatuhkan kedua kakinya. lalu menghadap mama Ajeng.
Yuna tersenyum. ia berusaha menutupi wajah sedihnya. Tidak mau wanita paruh baya itu tau pikiran kalutnya.
"Tidak ada ma. Yuna hanya duduk saja!" sahut Yuna.
Mama Ajeng mengusap lembut rambut Yuna. " Apa yang kamu pikirkan, sayang? Hemm..?"
Tanpa Yuna memberitahu, ternyata seorang ibu dapat membaca pikiran Anaknya. Senyuman lembut hadir di wajah pasi mama Ajeng.
"Yu-Yuna tidak apa ma. Yuna hanya malas keluar kamar saja!" Sela Yuna." Yuna hanya ingin melemaskan otot kaki yang kram kemaren"
"Hemmm.. Benarkah?" Mama Ajeng menarik pelan Yuna kedalam dekapannya. Mengusap halus rambut lurus Yuna."Maafkan mama Yuna, mama telah merepotkan kamu, nak!"
Yuna melonggarkan pelukannya, memberi ruang dalam dekapan antara dia dan mama Ajeng. Yuna menaikan kepalanya untuk menatap bola mata mama Ajeng."Mama gak boleh berbicara seperti itu! mama tidak sama sekali merepotkan Yuna. Mama tidak sama sekali menyusahkan Yuna. Apa mama tau?! mama adalah wanita penyemangat Yuna. Jadi, Yuna tidak ingin mendengarkan mama berbicara seperti itu lagi!" sanggah Yuna cepat.
Mama Ajeng tersenyum, menghiasi wajah pasinya. "Ya sudah, mama keluar dulu. Ini sudah sore, sudah waktunya kamu untuk mandi, sayang. Tidak baik loh, anak perawan mandi malam."
"Hemm.." Yuna berdeham, seiring anggukan pelan darinya.
Yuna menatap mama Ajeng melangkah keluar dari kamarnya tersebut. Wajah mama Ajeng selalu menjadi luka di hati Yuna. Penyakit Refluks Gastroesofagus atau disebut dengan Asam lambung. Yang diderita mama Ajeng membuat Yuna sangat menjaga pola makannya. Agar wanita itu tidak mengeluh sakit. Seharusnya wanita paruh baya itu, harus melakukan tindakan operasi. Sebab obat-obatan yang dikonsumsi selama ini tidak membuat penyakit itu hilang. Hanya sekedar menghilangkan rasa sakitnya saja.
Ingin rasanya Yuna segera melakukan operasi terhadap mamanya. Namun Yuna terkendala dengan biaya. Yang mencapai puluhan juta. Oleh sebab, itu yang sangat ingin mencari pekerjaan secepat mungkin. Agar ia mampu mengumpulkan uang untuk biaya operasi tersebut.
"Yuna.. Yuna..Dimana kamu sayang? Kemarilah, nak! lihat siapa yang datang?!"
Saat Yuna hendak melangkah ke kamar mandi, namun langkahnya terhenti seketika. Saat suara mama Ajeng terdengar olehnya. Yuna menaruh handuknya pada gagang pintu kamar mandi. Menggerakkan kakinya menuju asal suara.
Setelah sampai didepan, Yuna dikejutkan kedatangan sahabatnya bernama Fika.
"Fika.." Senyuman Yuna mengembang begitu saja.
Dia telah menantikan gadis itu. Notifikasi atau kehadirannya sangat ditunggu Yuna. Yuna langsung berhamburan memeluk Fika. Ia sangat berharap jika kedatangan Fika membawa kabar baik untuknya.
"Hai... Lepaskan aku! Lama-lama kalau kau memeluk ku seperti ini, bisa lupa bernapas aku, Yuna!" teriak Fika.
Mama Ajeng hanya menggeleng-gelengkan kepala. Melihat kedua gadis itu. Dia tidak menyangka, kalau putrinya akan menyambut kehadiran Fika se-begitunya.
Yuna akhirnya melemahkan pelukan hangatnya. Dia menatap Fika, menatap lekat pada gadis itu. " Bagaimana Fika? kau membawa kabar baik untuk aku, bukan?" Yuna memegangi lengan Fika.
Fika tau, jika Yuna sudahlah tidak sabar menantikan jawaban darinya. Wanita itu sungguh membuat Fika juga merasakan kesulitannya. Kesedihan yang dirasakan Yuna, membuat dia prihatin dengan keadaan sahabatnya itu.
"Kau tidak menyuruh ku untuk duduk? masa aku dibiarkan berdiri seperti ini!" Fika melipat tangan. Melirik Yuna dengan ekor mata.
"Ah... Iya! Sorry.. Sorry aku lupa!!" Yuna menarik tangan Fika. Menuntunnya untuk duduk di kursi rotan tampak dimakan usia itu." Silahkan duduk!!"
" Kau mau minuman, apa?" tanya Yuna. Mungkin Fika membutuhkan minuman untuk membasahi kerongkongannya.
"Tidak usah repot-repot Yuna, aku disini hanya sebentar. Hanya memberi mu kabar." Bantah Fika.
Fika tampak memperbaiki duduknya. " Maafkan aku, Yuna! Aku..Ak-aku.. Hemm," ucap Fika gugup
Yuna menangkap sinyal tidak enakan dari Fika. Seolah dia dapat mengerti terlebih dulu. Sebelum gadis itu bersuara. Ada sesak di dadanya. Begitu kencang degupan jantungnya. Yuna mencoba menetralkan apa yang dia rasa. Dia tidak membiarkan begitu saja, rasa kecewa mendahuluinya. Sebelum Fika berbicara jelas.
"Fika...Katakanlah!" pinta Yuna."Apapun yang kau ucapkan, aku siap menerimanya."
Fika yang melihat wajah Yuna sudah sendu terlebih dahulu, dia tidak tega untuk mengerjai Yuna. Kabar bahagia itu harus segera ia ucapkan.
"Ada lowongan kerja untuk mu, Yuna!" Fika berucap. " Kirimkan bentuk surat lamaran mu secara online dan nanti aku akan mengirimkan pesan kepada mu, alamat Email-nya. Nanti kamu hanya datang ketika interviewnya saja."
Alis yang bertaut itu, masih menyiratkan kebingungan di wajah Yuna. Apa pendengarannya tidak salah dengar? apa yang telah diucapkan Fika? atau dia yang terlalu berharap?
Yuna mencoba mengedipkan matanya, memiringkan kepalanya sedikit lebih menghadap Fika." Aku tidak salah dengarkan, Fika? Kau tidak sedang mengerjai aku?" tanyanya memastikan.
Fika tersenyum lebar
"Kau tidak salah dengar Yuna. Apa yang baru saja aku ucapkan, itu adalah sebuah kebenaran. Bukan mengerjaimu!" Fika menggenggam erat telapak tangan Yuna. Fika ingin membuat Yuna mempercayainya lewat genggaman tangan tersebut.
Mata indah Yuna berbinar. Mendengar setiap ucapan Fika yang begitu saja mengudara.
"Benarkah? Ada lowongan pekerjaan untuk, ku?"
Fika menautkan kedua alisnya. Disertai senyuman mengembang diwajahnya yang terlihat ayu.
"Hemm.." Fika berdehem." Aku berkata benar, Yuna! lagi pula aku tidak mungkin berbohong soal ini. Kabahagianmu, kebahagian aku juga Yuna. Sebagai sahabatmu."
Siapa yang tidak bahagia? ketika kita lagi membutuhkan pekerjaan. Dan kau mendapatkan kesempatan itu.
Yuna langsung memeluk Fika. Mengeratkan pelukannya. Tidak ada yang membuat dia lebih bahagia Selain mendengarkan kabar baik yang dibawa oleh Fika.
"Terima kasih, Fika..Terima kasih! kau mamang sahabat terbaik, ku. Kau selalu menolong ku, Fika." ucap Yuna. Menghujamkan rasa syukur didalam hatinya.
Fika mengusap pelan punggung Yuna." Itulah gunanya sahabat, Yuna. Aku akan selalu ada untuk mu, sebagai sahabat mu."
"Jangan lupa perkataan ku, Yuna. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Segera kirimkan nanti. Setelah aku mengirimkan alamat Email-nya. Kau mengertikan, Yuna?" sambung Fika.
"Hemm.. Baiklah!!" Yuna berdehem. Seiring anggukan darinya.
Fika melepas pelukan mereka. " Aku sepertinya tidak bisa berlama lagi," Melirik jam yang melingkar ditangannya.
"Aku harus segera pergi, Yuna."
"Apa kau tidak ingin minum terlebih dulu?" tawar Yuna.
"Aku tidak ingin minum Yuna, tapi aku akan menagih traktiran mu. diawal gajian mu nanti!" canda Fika
Yuna terkekeh
"Itu, pasti! aku akan memberikan traktiran keduaku untukmu." timpal Yuna.
Fika mengerutkan dahinya." Yang pertama untuk siapa?" tanya Fika antusias.
Yuna menolehkan kepalanya mengarah mama Ajeng." Buat mama traktiran pertamaku."
Perkataan Yuna berhasil memecah gelak tawa di tengah ruangan tersebut.
"Ya sudah, aku pulang dulu! jangan lupa besok, ok!" ujar Fika. Ia mendekati mama Ajeng. Mencium punggung tangannya.
Yuna mengangguk. Lalu mengeluarkan ibu jarinya. Mengacung keatas, jari-jari yang lain ia tautkan kedalam telapak tangannya. Lalu mengudarakan tangannya. Membentuk lambaian tangan. Saat Fika telah berada diluar rumahnya.
Mama Ajeng mendekati Yuna. Merangkulkan tangannya kebahu Yuna." Semoga, diterima ya sayang."
"Ini semua berkat do'a mama selalu menyertaiku." jawab Yuna.
Mama Ajeng memberi kecupan di puncak kepala Yuna.
Bersambung.