Esok harinya, Yuna telah bersiap-siap dengan pakaian rapi yang dia kenakan. Melakukan interview menjadi tujuannya saat ini. Setelah satu minggu ia menanti, akhirnya hari yang di tunggu-tunggu datang juga. Dia harus benar-benar bisa menjawab dengan baik saat wawancara yang di ajukan nanti. Pastinya Yuna tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Sebab, pekerjaan menjadi incarannya saat ini.
Tidak peduli mau kerja sebagai apa, bahkan jadi penyapu jalanan dia juga mau. Asalkan itu halal baginya. Tetapi, berhubungan sahabatnya memberitahu ada lowongan ditempat ia bekerja. Disebuah Restauran, maka dia akan kesana dengan untuk melakukan interview.
Semoga dewi fortuna berpihak padanya. Semoga hari yang cerah ini membawa keberuntungan untuknya. Dengan begitu semangat Yuna keluar dari kamarnya. Mencari sosok wanita yang dia yakini, jika ini juga berkat dari wanita paruh baya itu.
Yuna memutar pandangannya, seiring kepala yang menoleh mencari sosok wanita itu. Mencari dimana ia berada, sebelum berangkat. Meminta berkat dari do'a yang akan dia ucapkan. Karena setiap do'a dari orang tua membantu memudahkan kita meraih pencapaian tersebut.
"Ma... Mama dimana?" Yuna bersuara. Saat manik matanya tidak juga mendapati wanita itu.
Mama Ajeng yang mendengar suara Yuna, ia pun melangkah ke asal sumber suara.
"Apa sayang? mama disini," seru mama Ajeng seiring langkahnya mendekati Yuna.
Yuna menolehkan kepalanya. Mendapati mama Ajeng diruang tamu.
"Mama dari mana?"
"Mama habis menjemurkan pakaian. Kamu sudah mau berangkat?" Mama Ajeng melihat Yuna sudah rapi dengan pakaiannya, dan beberapa berkas ditangannya.
"Ia ma..Yuna berangkat dulu, ya? do'ain Yuna ma, biar interviewnya lancar," ucap Yuna. Sambil meraih telapak tangan mama Ajeng. Menciumi punggung tangan mamanya.
"Mama pasti do'a kan kamu nak. Kamu hati-hati dijalan ya, sayang."
Yuna mengangguk, lalu melangkah keluar dari rumah. Menunggu di halte depan. Ikut nimbrung dengan orang-orang yang hendak pergi bekerja, berangkat sekolah atau orang-orang dengan tujuan yang lain.
Sebuah bus melewati jalan itu. Berbondong-bondong orang menaiki bus tersebut. Yang telah mereka nantikan sedari tadi. Termaksud Yuna, gadis itu tidak kalah juga melangkah cepat masuk kedalam bus. Ia tidak ingin lagi menunggu bus berikutnya. Walaupun bus itu sudah dipadati oleh penumpang.
Tidak apa bagi Yuna ia tidak mendapatkan kursi. Berdiri pun tidak masalah. Asalkan bus itu dapat mengantarkan dia ketempat tujuannya. Berdesakan didalam bus tidak menjadi hal yang baru baginya. Sebab, dia telah terbiasa dengan itu.
Apa yang dia harapkan lagi, selain jasa angkutan umum? untuk mempunyai kendaran motor saja ia tidak punya.
Yuna menggenggam erat pegangan yang terletak diatas kepalanya. Pegangan itu bisa menahannya dari jatuh. Saat mobil itu menginjak pegas rem di kaki sopir. Mendekap kuat tasnya. Mengawasi diri dari orang yang bisa saja mencuri isi didalam tasnya. Apalagi disaat berdesakan didalam sana.
Setelah satu jam berada dijalan dan didalam bus, Yuna akhirnya sampai ditempat ia bekerja. Menuruni kakinya dari dalam mobil. Melangkah lebar masuk kedalam Restauran tersebut.
Menduduki salah satu kursi yang berada disana. Ikut bergabung dengan orang-orang yang hendak melakukan wawancara tersebut.
Mengangkat tangan melihat jam yang melingkar dipergelangan tangan. Dia sudah tidak sabar untuk gilirannya segera masuk. Setelah menunggu setengah jam, hanya menunggu satu orang lagi yang sedang berada didalam sana.
Saat pintu terbuka, tibalah giliran Yuna untuk masuk kedalam. Degup jantungnya telah berdebar terlebih dulu. Sebelum ia mulai melangkah masuk kedalam. Saat namanya telah dipanggil, Yuna beranjak dari duduknya. Mengatur napas sebaik mungkin. Mencoba mengendalikan detak jantungnya.
Saat tarikan napas, lalu membuangnya dengan baik, Yuna mengayunkan langkah perlahan masuk kedalam ruangan. Mendorong gagang pintu.
Beberapa menit kemudian, Yuna keluar dari dalam sana. Dengan raut muka begitu bahagia. Dia tidak menyangka, dia diterima kerja. Dan besok sudah mulai bekerja sebagi pelayan direstauran tersebut.
"Yes...Yes..Aku keterima kerja." Yuna meloncat-loncat kegirangan. Beberapa kali ia menutupi wajahnya dengan berkas ditangannya. Sambil memanjatkan rasa syukurnya.
Tanpa ia sadari, sedang dimana ia berada
Saat Yuna, melihat situasi disana ada beberapa orang memperhatikannya. Rona pipinya seketika memerah seperti memakai Blush On.
'Kenapa aku tidak menyadari, dimana aku berada. Jadi malu!!" gumamnya
Yuna menyapa orang-orang disana dengan sedikit menundukkan kepalanya. Gigi putih yang tersusun rapi itu, sengaja ia nampakkan. Menahan malu atas sikapnya tadi. Tidak ingin berada terlalu lama disana, Yuna beranjak cepat dari sana.
Ia sudah tidak sabar untuk segera pulang dan mengabarkan berita ini kepada mamanya, dan juga Fika. Menggerakkan kakinya. Melangkah keluar dari restauran. Sesampainya diluar Yuna, merogoh tasnya mengambil benda pipih didalam tas tersebut. Ia ingin segera menghubungi Fika. Tetapi sayangnya, tidak ada jawaban dari sahabatnya itu. Yuna mengirimkan pesan kepada gadis itu. Setidaknya saat ia membuka ponselnya, dia akan melihat pesan darinya. Yuna berharap akan segera dibaca oleh gadis itu. Agar gadis itu juga merasakan bahagianya dia hari ini.
Sesampainya ia diluar, ponsel Yuna berdering ditangannya. Ia melihat dilayar ponselnya menampakan nama si-pemanggil yang tidak lain adalah Fika. Dengan cekatan Yuna mengangkatnya.
"Fika, kau dimana?" tanya Yuna. Diam tiga detik.
"Aku tunggu kau di parkiran, ok!" sambungnya.
Mematikan kembali ponsel miliknya. Tidak beberapa lama, Yuna melihat Fika tengah mencari keberadaannya. Dengan kepala dan mata yang terus setiap parkiran tersebut. Yuna mengangkat tangannya. Melambaikan tangannya ke udara. Agar Fika menangkap kode yang ia isyaratkan itu.
"Fika, aku disini!" teriaknya Yuna sambil melambaikan tangan keudara.
Fika yang melihat lambaian tangan, ia memperjelas penglihatannya. Menangkap sosok sahabatnya yang tidak terlalu jauh berada darinya. Fika setengah berlari kearah Yuna. Sebab gadis itu, juga sudah tidak sabar mendengar langsung kabar baik itu dari Yuna.
Yuna yang langsung memeluk Fika."Akhirnya aku diterima kerja juga, Fika."
"Serius, Yuna?" tanya Fika memastikan.
"Hemmm ... Mana mungkin aku berbohong sampai seperti ini," Yuna melepaskan pelukannya.
"Syukurlah, aku ikut bahagia Yuna. Semoga kau betah kerja disini," timpal Fika.
Yuna mengangguk dan tersenyum ramah.
"Ya sudah, aku harus masuk segera kedalam. Persiapkan diri untuk mulai kerja besok, Yuna," Ujar Fika.
"Hemm.... Aku juga mau pulang."
"Hati-hati dijalan," sahut Fika
Merekapun berpisah. Saling melambaikan tangan ke udara. Yuna berjalan menuju halte. Setiap langkahnya, hanya terbesit rasa bahagia. Tidak lama sesampainya di halte, bus pun datang. Ia langsung menaiki bus tersebut.
Seperti hari ini, hati yang cerah ternyata mengawali keberuntungannya. Semua berjalan lancar sesuai keinginannya. Sesuai permintaannya sebelum berangkat dari rumah. Hatinya tidak Berhenti-hentinya meminta. Ternyata, sang maha pencipta mengabulkan.
Jika tadi ia pergi dalam keadaan berdesakan di bus. Kali ini ia bisa menduduki salah satu kursi didalam bus tersebut. Tanpa ia berdiri, tanpa ia mencari pegangan. Ia bisa di duduk manis didalam sana.
Melihat keluar kaca, sepanjang perjalanan ia terus memperhatikan jalanan ibu kota. Bus berhenti, tepat saat lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah. Tepat disebelah mobil berwarna Hitam. Yuna yakin jika mobil itu, bukanlah mobil biasa. Kilatan pada mobil itu menambah kemewahannya. Pandangan Yuna terpaku. Decakan hatinya seketika mengagumi mobil sedan berada tepat disebelah bus yang ia naiki itu. Kacanya yang hitam tidak dapat memperjelas orang yang berada di dalamnya.
"Pasti harganya milyaran itu. Kalau dikumpulkan dari uang hasil kerja ku, sampai berapa tahun bisa kebeli? yang ada seumur hidup, aku tidak akan bisa membelinya. Kecuali, dapat orang kaya! Hahahhaha... menghayal saja aku ini!"
Yuna menggeleng-gelengkan kepalanya, bermonolog dengan dirinya sendiri. Ternyata cukup membuatnya, menghibur dirinya sendiri. Hanya karena hayalan konyolnya.
Jika Yuna tidak bisa melihat jelas orang yang berada didalam sana, namun lain halnya dengan lelaki yang duduk di kursi penumpang itu. Ia menautkan alisnya, melihat seorang gadis tersenyum sendiri didalam bus disebelahnya tersebut. Entah apa yang dipikirkan oleh gadis itu, berhasil membuat Lelaki didalam mobil, menarik perhatiannya.
"Dasar gadis gila! senyum-senyum sendiri! menatap mobil mewah saja, membuat dia seperti itu!" Batin lelaki itu.
Lampu lalu lintas kembali menjadi hijau. Semua mobil yang terhenti, kembali melaju. Begitu juga mobil sedan berwarna hitam dan bus mereka berpisah arah. Membuat Yuna mengalihkan pandangannya.
Tidak lama kemudian Yuna telah sampai dirumahnya.
"Tok..Tok..Tok.. Ma, buka pintunya. Yuna pulang!" teriak gadis itu.
Membuat Mama Ajeng yang berada dibelakang, menggerakkan kakinya cepat membuka pintu tersebut.
"Tunggu sebentar!" teriaknya
Setelah pintu dibuka, Yuna langsung memeluk mama Ajeng. "Ma, Yuna keterima kerja ma!"
"Yang benar, sayang? kamu diterima?" tanya mama Ajeng antusias.
"Hemmm.. Bahkan besok sudah mulai masuk kerja" jelas Yuna.
"Selamat ya sayang, mama turut bahagia,nak!" Mama Ajeng kembali memeluk Yuna.
"Kamu sudah makan? kebetulan mama siap masak. Kita makan yuk, sayang?" ajak mama Ajeng
"Kebetulan aku juga sudah lapar," timpal Yuna. Merekapun mendekati meja makan.
Bersambung.