2. Batas Sangkar Emas

1456 Words
Hening. Keheningan yang ditinggalkan Julian Alistair setelah ancamannya terasa lebih memekakkan telinga daripada teriakan apa pun. Janella Vanya angkit dari posisinya. Dia berdiri. Permata-permata di gaunnya terasa seperti beban tak tertahankan, memantulkan cahaya yang menyorotkan betapa terasingnya ia. Ia bukan lagi pengantin baru yang bahagia. Ia adalah seorang wanita yang baru menyadari bahwa ia telah menandatangani kontrak bukan dengan seorang suami, melainkan dengan seorang Raja Hantu. Vanya berjalan ke jendela besar, tangannya gemetar saat ia menyentuh kristal dingin. Di luar, kota Metropolis yang tak pernah tidur tampak seperti labirin gemerlap, di bawah kendali tak terlihat dari pria yang baru saja meninggalkannya. 'The Crimson Hand.' Nama itu mengirimkan getaran dingin di punggungnya. Ia ingat cerita-cerita yang ia dengar, tentang bagaimana bisnis-bisnis yang tiba-tiba runtuh, tentang politisi yang menghilang, tentang jaringan bayangan yang membuat para taipan terkaya sekalipun berlutut. Dan sekarang, ia adalah ratu mereka? "Aku, Nyonya Alistair. Sekaligus ratu jahat?" gumamnya, lalu dengan cepat menggeleng. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menstabilkan detak jantungnya yang tak karuan. Julian telah memberinya peringatan. Bahwa dia atau siapapun yang tinggal di rumah ini, itu harus mengikuti aturan yang berlaku, termasuk segudang rencana jahat yang ia yakini Julian pasti punya itu. Tetapi bagaimana ia bisa berpura-pura mencintai kekejaman yang bahkan belum ia pahami? Pintu terbuka lagi. Julian masuk, kali ini ia sudah melepaskan jasnya, hanya menyisakan kemeja putih yang pas badan dan celana bahan yang presisi. Rambut hitamnya sedikit berantakan, memberikan sentuhan kebrutalan pada wajahnya yang tajam. Ia membawa dua gelas anggur, salah satunya ia sodorkan pada Vanya. “Minumlah. Ini akan membantu keteganganmu,” katanya, nadanya datar. Tidak ada lagi ancaman yang berbisik, hanya fakta yang disampaikan dengan otoritas mutlak. Vanya ragu sejenak, tetapi mengambil gelas itu. Cairan merah tua itu tampak hampir sehitam malam. Ia meminumnya sedikit, merasakan kehangatan yang instan menyebar. “Kau tidak perlu takut, Vanya,” Julian melanjutkan, berjalan mengelilingi sofa kulit hitam yang mahal. “Selama kau berada di bawah perlindunganku, tidak ada di dunia ini yang bisa menyentuhmu.” “Perlindungan?” Vanya tertawa sinis, meskipun ia tahu ia tidak boleh memprovokasinya. “Kau yang membuatku dalam bahaya, Julian. Aku dinikahi olehmu Deng sindikat kriminal?" Julian berhenti di belakangnya, suaranya terdengar dingin dan tanpa ampun. “Sindikat ini adalah diriku. Aku adalah Alistair. Jika kau menceraikan salah satu, kau menceraikan keduanya. Pilihlah kata-katamu dengan hati-hati. Kau bukan lagi gadis yang naif. Kau adalah bagian dari takhta yang kejam.” Ia berbalik menghadap Vanya, matanya yang abu-abu menembus Vanya hingga ke tulang. Vanya tiba-tiba merasa gaun pengantinnya yang indah itu terlalu tipis, tidak mampu menutupi kerentanannya. “Kau harus mulai beradaptasi, Vanya. Di mata publik, kita saling mencintai. Kita sangat terobsesi satu sama lain. Kau adalah istri yang rapuh, dan aku adalah suami yang posesif,” Julian melangkah maju, memangkas jarak yang tersisa. Vanya mundur satu langkah, tetapi punggungnya menabrak dinding marmer yang dingin. Ia menelan salivanya. “Itu hanya citra. Kita sudah sepakat tentang batas-batas. Pernikahan ini hanya untuk citra publik dan bisnis.” Julian tersenyum. Itu adalah senyum yang berbahaya, seperti pemangsa yang puas karena mangsanya telah tersudut. Senyumnya tidak mencapai matanya yang dingin, tetapi hanya menekankan ketajaman fitur wajahnya. “Kau benar, kita punya batas. Tapi batas-batas itu ditentukan olehku,” bisik Julian. Ia meletakkan gelas anggurnya di meja terdekat, dan perlahan-lahan tangannya terangkat ke wajah Vanya. Jari-jarinya yang panjang dan terawat mengusap pipi Vanya, menyentuh kulitnya yang seputih porselen. Pada jarak sedekat ini, Vanya dapat melihat dengan jelas. Matanya yang biasanya tenang kini berkilauan dengan sesuatu yang lebih gelap dan lebih mendesak. Ia adalah pria yang memancarkan kendali total, tetapi kini, ada retakan dalam kendali itu, retakan yang memancarkan gairah yang membara. “Kau sangat cantik, Nyonya Alistair,” katanya, suaranya serak. “Kecantikanmu adalah kelemahan, tetapi juga senjata terbaikku. Kau harus memastikan dunia percaya bahwa Julian Alistair telah jatuh cinta pada pesonamu hingga melupakan semua aturan lain yang ia miliki.” Vanya menahan napas. Rasa takutnya kini bercampur dengan gejolak aneh di perutnya. Julian Alistair adalah bahaya yang bergerak, tetapi ia juga adalah representasi sempurna dari daya tarik gelap yang tak terhindarkan. Gaun sutra Vanya, yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, kini terasa memanas di bawah tatapan Julian yang intens. “Aku... aku tidak yakin aku bisa melakukan itu,” Vanya berbisik, suaranya nyaris hilang. “Oh, kau bisa,” Julian mendekatkan wajahnya. Hidung mereka hampir bersentuhan. Aroma cedar dan wiski mahal menyerbu Vanya. Ia memejamkan mata sejenak, merasakan tarikan gravitasi dari pria ini. “Kau adalah milikku sekarang, Vanya. Setiap inci dirimu. Dan sebagai Raja, aku harus mengklaim apa yang menjadi hakku. Itu adalah bagian dari naskah kita,” Julian menyeringai, senyum smirk yang menyerupai vampir yang siap menghisap. Ia tidak meminta izin, ia mengumumkan kepemilikan. Vanya merasakan napasnya tertahan saat Julian mendekatkan bibirnya. Ia memiringkan kepalanya, siap untuk mencium, tetapi bukan dengan kelembutan seorang suami. Ini adalah klaim, d******i, pengukuhan kekuasaan. “Kau harus tampak hancur olehku, Vanya. Tersesat dalam obsesi,” bisik Julian, suaranya kini begitu rendah hingga terasa seperti getaran di tulang rusuk Vanya. Julian menangkup wajah Vanya dengan kedua tangannya, ibu jarinya membelai tulang pipi Vanya. Vanya merasakan lonjakan adrenalin, perpaduan antara rasa takut yang murni dan gairah yang tidak dapat dijelaskan. Ia adalah pria yang kejam, tetapi keindahan yang dingin dari kekejamannya itu sangat memikat. Sebelum Julian sempat menempelkan bibirnya, ciuman yang jelas akan menghancurkan kepolosan Vanya sepenuhny. Ia bergerak. Atau mungkin Julian yang bergerak. Entah bagaimana, dalam satu gerakan cepat dan tak terduga, Julian mendorong Vanya, dan mereka berdua terjatuh ke belakang, mendarat di atas tempat tidur berukuran king yang ditutupi seprai sutra putih, tempat tidur yang dimaksudkan untuk malam pernikahan mereka. Vanya terengah-engah. Julian berada di atasnya, tubuhnya yang keras dan berotot menahan Vanya di bawahnya. Jantungnya berdebar kencang, memukuli tulang rusuknya. Julian tidak terkejut sama sekali. Matanya yang gelap memandang Vanya dengan tatapan yang sangat t3lanjang, sangat posesif, hingga Vanya merasa jiwanya telah terekspos. “Lihat,” Julian berbisik, suaranya berat karena hasrat yang tertahan. “Reaksimu sempurna. Kau takut, tetapi kau tidak melawan.” Tangannya yang besar menyelinap ke punggung Vanya, membelai tulang punggungnya di balik sutra. Vanya merasakan seluruh tubuhnya merespons sentuhan itu, pengkhianatan biologis yang membuat Vanya semakin membenci posisinya. Ia harusnya jijik, ia harusnya berteriak, tetapi ia hanya bisa menatap mata Julian yang kini tampak seperti api yang tersembunyi. Julian mencondongkan tubuhnya, menahan dirinya hanya beberapa milimeter dari bibir Vanya. Ia menyukai ketegangan ini, keengganan Vanya yang ia anggap sebagai tantangan. Vanya bisa merasakan napasnya yang hangat dan minty. Ia menutup matanya, menyerah pada takdir. Tepat pada saat Julian hendak mengklaim ciuman itu, mengklaim kepemilikan yang lebih dari sekadar nama, terdengar suara keras yang membelah keheningan. TOK! TOK! TOK! Ketukan pintu itu cepat, mendesak, dan penuh otoritas. Sebuah sinyal bahwa siapa pun yang berada di luar tidak akan mentoleransi penundaan. Julian membeku di tempatnya. Gairah yang membakar di matanya tidak hilang, tetapi ia segera diselimuti oleh lapisan es yang familiar. Ia bergeser sedikit, melepaskan sebagian berat tubuhnya dari Vanya, tetapi tetap menahan posisinya di atas. Vanya merasakan kelegaan yang dingin, bercampur dengan kekecewaan yang membingungkan. “Tuan Julian,” suara di luar pintu itu terdengar tegas, dingin, dan sangat akrab. Vanya mengenali suara itu: Elias Thorne, tangan kanan Julian, pria yang memandangnya seperti hama. Julian menarik napas dalam-dalam. “Apa?” Julian menjawab, suaranya kembali ke nada pemimpin yang teratur dan terkendali. “Ada masalah di Zona Lima, Tuanku. Mendesak. Kita perlu berbicara sekarang. Ini mengenai kesepakatan Blackwood,” Elias berkata melalui pintu. Julian menatap Vanya, matanya menyiratkan janji yang dingin. Janji bahwa mereka akan melanjutkan ini, segera. Ia perlahan bangkit dari atas Vanya, memberinya kesempatan untuk bernapas. “Tugas tidak menunggu, Vanya,” Julian merapikan kemejanya, seolah ia baru saja menyelesaikan rapat dewan biasa, bukan hampir mengklaim istrinya di malam pernikahan. “Kau bisa tidur di sini. Aku akan kembali saat urusanku selesai.” Julian berjalan ke pintu, membukanya sedikit. Elias berdiri di sana, dengan wajah tanpa ekspresi, tetapi matanya sempat melirik Vanya yang masih terbaring di tempat tidur, tampak kusut dan terkejut. “Tolong pastikan Nyonya Alistair mendapatkan apa pun yang dia butuhkan. Dan pastikan tidak ada yang mengganggunya,” perintah Julian kepada Elias, kata-katanya terdengar seperti peringatan ganda. Elias membungkuk formal, tetapi tatapan yang ia berikan pada Vanya sangat jelas: Kau hampir saja berhasil merusak jadwalnya. Jangan ulangi. Vanya menarik selimut tipis ke dadanya, merasakan panas di pipinya. Ia menatap Julian yang menghilang bersama Elias, meninggalkan bau parfumnya dan janji yang mengerikan di udara. Malam pernikahannya belum selesai. Ia adalah ratu di sangkar emas, dan sang Raja Hantu baru saja mengumumkan bahwa klaimnya hanya ditunda, bukan dibatalkan. Ancaman di luar pintu itu jauh lebih menakutkan daripada ancaman sindikat itu sendiri. Julian menginginkannya. 'Dia hampir menodaiku? Tidak, bukan menodai. Tapi, aku istrinya. Dan dia menginginkan aku,' batinnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD